Breaking News

Berita Tafakkur

Banyak tak Tahu! Ternyata Ini Waktu Afdal untuk Berhubungan Suami Istri, Rupanya Bukan Malam Jumat

Sejumlah ulama berpendapat, sunnah waktu berhubungan intim yang berpahala adalah sebelum menunaikan Shalat Jumat.

Editor: Saifullah
euglena.biz
Ilustrasi ranjang pengantin. Bacalah doa sebelum berhubungan suami istri. 

Bahkan, gara-gara keyakinan tersebut, sampai muncul istilah “ritual malam Jumat suami-istri”. Keyakinan itu sebenarnya tidak salah, namun juga tidak tepat.

SERAMBINEWS.COM - Hubungan intim bagi pasangan yang sudah sah secara agama atau sudah sah jadi suami istri, bisa dilakukan kapan saja.

Setelah seorang pria melakukan ijab kabul di depan penghulu, maka sang wanita yang dulunya haram disentuh, menjadi halal untuk digauli.

Namun begitu, walau hubungan suami istri dapat dilakukan kapan pun usai menikah, tapi tetap ada waktu-waktu tertentu yang sangat dianjurkan.

Selama ini, ada keyakinan yang menyebar di Indonesia, bahwa sunnah melakukan hubungan intim suami-istri pada malam Jumat (Kamis malam).

Mereka berkeyakinan berhubungan di malam Jumat, akan lebih berpahala.

Bahkan, gara-gara keyakinan tersebut, sampai muncul istilah “ritual malam Jumat suami-istri”.

Baca juga: VIDEO Waktu Berbahaya Saat Hubungan Suami Istri, Ustaz Abdul Somad Ingatkan Dosanya

Keyakinan itu sebenarnya tidak salah, namun juga tidak tepat.

Karena secara agama tidak ada dalil khusus terkait hal tersebut.

Berikut sedikit pembahasannya seperti dikutip dari laman muslim.or.id:

Pendapat ulama tentang waktu afdal hubungan suami istri

Sejumlah ulama berpendapat, sunnah waktu berhubungan intim yang berpahala adalah sebelum menunaikan Shalat Jumat, yaitu sejak pagi sampai sebelum Shalat Jumat, bukan pada malam hari (sebelum subuh).

Terdapat dalil terkait sunnah ini dan penjelasan ulama seperti dikutip dari laman muslim.or.id berikut ini:

Baca juga: Waktu Terlarang Hubungan Suami Istri, Ustaz Abdul Somad Ingatkan Akibat Istri Tetap Layani Suami

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا

“Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat (dengan membasuh kepala dan anggota badan lainnya, pent), membuat mandi, pergi di awal waktu, mendapati khutbah pertama, mendekat pada imam, mendengar khutbah, serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi, disahihkan oleh Syekh Al-Albani)

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ada tiga pendapat ulama terkait dengan lafaz ( اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ). Beliau rahimahullah menjelaskan,

روي غَسَلَ بتخفيف السين , وَغَسَّلَ بتشديدها, روايتان مشهورتان; والأرجح عند المحققين بالتخفيف..

, فعلى رواية التخفيف في معناه هذه الأوجه الثلاثة:”

أحدها: الجماع قاله الأزهري ; قال ويقال: غسل امرأته إذا جامعها.

والثاني: غسل رأسه وثيابه.

والثالث: توضأ

“Diriwayatkan cara membacanya yaitu “gasala”  (dengan takhfif pada huruf sin) dan riwayat lainnya “gassala” (dengan tasydid pada huruf sin).

Dua cara baca ini adalah dua riwayat yang masyhur. Yang rajih (lebih kuat) menurut muhaqqiqun (peneliti) adalah tanpa tasydid huruf sin.

Baca juga: Manfaat Hubungan Suami Istri Jelang Shubuh, dr Boyke: Tubuh Banyak Hormon Ini Jadi Lebih Bergairah

Berdasarkan cara baca ini, ada tiga pendapat dalam maknanya:

1.    Berhubungan intim dengan istri. Hal ini disampaikan oleh az-Zuhri. Beliau mengatakan “Dan dikatakan ‘membuat istri mandi wajib’, jika berhubungan intim dengan istri.”

2.    Membasuh kepala dan bajunya.

3.    Berwudu.”

(Al-Majmu‘, 4: 543)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan makna ‘gassala‘ adalah berhubungan intim dengan istri. Beliau rahimahullah berkata,

غَسَّل أي: جامع أهله، وكذا فسَّره وكيع

“Makna gassala adalah berhubungan intim dengan istrinya. Demikianlah yang ditafsirkan oleh Waki’.” (Zadul Ma’ad, 1: 385)

Baca juga: Berikut, Alasan Hubungan Suami Istri di Pagi Hari Lebih Menyenangkan

Mandi sebelum Shalat Jumat

Syekh Muhammad ‘Abdurrahman Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan bahwa pendapat terkuat dari maksud hadis ini adalah mandi sebelum Shalat Jumat secara umum. Beliau rahimahullah berkata,

وبقوله: واغتسل، غسل سائر بدنه ، وقيل جامع زوجته فأوجب عليها الغسل فكأنه غسلها واغتسل

“Maksudnya adalah membasuh seluruh tubuhnya. Pendapat lain (lebih lemah) yaitu berhubungan badan dengan istrinya. Sehingga ‘membuat istri mandi wajib’ seakan-akan dia membasuh istrinya dan membuatnya mandi.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3)

Oleh karena itu, ada ulama yang berpendapat bahwa setiap hari Jumat (sebelum waktu Shalat Jumat), mandi hukumnya wajib (perlu diketahui juga bahwa ada ulama yang berpendapat hukumnya adalah sunnah muakkadah).

Syekh Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

فاحرص -يا أخي- على أن تغتسل يوم الجمعة؛ لأن غسل الجمعة واجب على كل بالغ، والدليل على وجوبه قول النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم: «غسل الجمعة واجب على كل محتلم».

“Bersemangatlah wahai saudaraku untuk mandi pada hari Jumat, karena hukumnya wajib bagi yang sudah baligh. Dalil wajibnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Mandi pada hari Jumat (sebelum salat Jumat) itu wajib bagi yang sudah bermimpi basah.” (Silsilah Liqais Syahri, no. 74)

Baca juga: Tips Makin Mesra Usai Melakukan Hubungan Suami Istri, dr Aisah: Istri Jangan Cubit Suami Jika Tidur

Hikmah berhubungan sebelum Shalat Jumat

Hikmah dari sunnah berhubungan intim sebelum Shalat Jumat adalah agar pikiran menjadi lebih tenang, segar, serta fokus dalam melakukan ibadah yang akan dimulai, yaitu salat Jumat. Berhubungan badan dengan istri memiliki banyak keuntungan. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,

وَأَمَّا الْجِمَاعُ وَالْبَاهُ، فَكَانَ هَدْيُهُ فِيهِ أَكْمَلَ هَدْيٍ، يَحْفَظُ بِهِ الصِّحَّةَ، وَتَتِمُّ بِهِ اللَّذَّةُ وَسُرُورُ النَّفْسِ، وَيَحْصُلُ بِهِ مَقَاصِدُهُ الَّتِي وُضِعَ لِأَجْلِهَا

“Adapun jimak, berhubungan badan, maka petunjuk beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam– dalam hal ini adalah petunjuk yang paling sempurna. (Jimak) menjaga kesehatan. Kelezatan dan keceriaan jiwa akan menjadi sempurna. Akan tercapai semua maksud yang ditujukan (kemaslahatan).” (Thibbun Nabawi, 1: 187).(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved