Internasional
Jerman Berusaha Damaikan Turkiye dan Yunani, Usai Erdogan Ancam Lancarkan Rudal Balistik ke Athena
Pemerintah Jerman berusaha mendamaikan Turkiye dan Yunani yang masih bersitegang atas sejumlah pulau dan lainnya.
SERAMBINEWS.COM, ANKARA - Pemerintah Jerman berusaha mendamaikan Turkiye dan Yunani yang masih bersitegang atas sejumlah pulau dan lainnya.
Pertemuan tingkat tinggi yang mengejutkan di Brussel pada Selasa (20/12/2022) antara Turkiye, Yunani dan Jerman telah meningkatkan harapan.
Dimana, hubungan yang tegang antara Athena dan Ankara dapat ditingkatkan melalui mediasi kekuatan politik dan ekonomi Uni Eropa.
Juru Bicara Kepresidenan Turki Ibrahim Kalin, Penasihat Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Kanselir Jerman Jens Ploetner dan Direktur Kantor Diplomatik Perdana Menteri Yunani Anna-Maria Boura bertemu.
Mereka berusaha memperkuat saluran komunikasi antara Turkiye dan Yunani, sama-sama anggota NATO.
Tidak ada informasi lebih lanjut yang dirilis tentang pertemuan yang ditengahi Berlin yang diadakan di kantor perwakilan Jerman untuk UE.
Baca juga: Yunani Tuduh Turki Paksa 92 Migran Telanjang ke Negaranya, Ankara Sebut Bohong
Pertemuan itu menyusul ancaman baru-baru ini oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Erdogan menegaskan rudal balistik jarak pendek domestik Ankara yang baru diuji, Tayfun, dapat menghantam Athena jika tidak tetap tenang dan jika Athena mempersenjatai pulau-pulau.
Turkiye dan Yunani telah berselisih mengenai beberapa masalah yang mengakar.
Mulai dari penerbangan berlebihan hingga pembangunan militer di pulau-pulau Yunani dekat garis pantai Turkiye.
Kemudian, eksplorasi sumber daya mineral di Laut Aegea dan persaingan klaim atas perairan lepas pantai.
Perjanjian sebelumnya antara kedua negara mengharuskan pulau-pulau itu tetap didemiliterisasi.
Baca juga: Kebencian Warga Turki Semakin Tinggi, Pengungsi Suriah Bentuk Kafilah Cahaya Menuju Yunani
Erdogan berulang kali mengeluarkan ancaman langsung atas kehadiran militer Yunani di pulau-pulau itu, dengan mengatakan:
"Kami mungkin tiba-tiba datang suatu malam."
Kementerian Luar Negeri Yunani, bagaimanapun, merilis pernyataan pada awal Desember 2022:
“Pernyataan yang dibuat oleh pejabat Turki tentang demiliterisasi pulau-pulau Aegean telah berulang kali ditolak seluruhnya berdasarkan serangkaian argumen."
Termasuk juga surat-surat relevan yang telah dikirim Yunani ke Sekretaris Jenderal PBB.”
Selama perselisihan, Jerman selalu berusaha menenangkan kedua mitra NATO dan bertindak sebagai mediator dalam kebuntuan.
Pada Oktober 2022, Kanselir Jerman Olaf Scholz mendesak Ankara mengakhiri ancamannya terhadap Yunani atas pulau-pulau tersebut.
Baca juga: Enam Korban Tewas di Laut Aegea, Uni Eropa Minta Yunani Selidiki Pelanggaran terhadap Pencari Suaka
Scholz meminta kedua belah pihak menyelesaikan perselisihan tersebut melalui hukum internasional.
Jannes Tessmann, kepala kantor Istanbul Stiftung Mercator Jerman, mengatakan Jerman memiliki kepentingan yang kuat dalam menyelesaikan konflik Mediterania antara Yunani dan Turkiye karena sejumlah alasan.
“Namun, ada alasan untuk tidak terlalu berharap pada pembicaraan," katanya.
"Pemilu di kedua negara membuat konsesi menjadi sulit."
"Apalagi, Jerman telah kehilangan kredibilitas sebagai mediator setelah kunjungan terakhir Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock ke Turkiye dan Yunani.:
"Menteri Luar Negeri Turki Cavusoglu menuduhnya berpihak,” kata Tessmann kepada Arab News, Selasa (20/12/2022).
Selama konferensi pers bersama di Istanbul Juli 2022 lalu, Menteri Luar Negeri Turki dan Jerman memperdebatkan perselisihan antara Ankara dan Athena.
Cavusoglu mengklaim Jerman telah kehilangan ketidakberpihakannya dalam menengahi Turkiye dan Yunani.
Baca juga: Yunani Tuduh Turki Mengancam Kedaulatan Negaranya Tanpa Alasan dan Menghina Rakyatnya
Menurut Tessmann, ada beberapa negara di luar Uni Eropa yang memiliki hubungan dekat dengan Jerman seperti Turkiye.
Oleh karena itu, perkembangan di Turkiye seringkali berdampak langsung pada Jerman, baik secara ekonomi, sosial maupun politik, katanya.
Dari perspektif ini, para ahli mencatat setiap normalisasi hubungan antara Ankara dan Athena dapat memperdalam prospek kerja sama di bidang lain dan akan bermanfaat bagi semua pihak.
Kristian Brakel, kepala kantor di Heinrich Boll Foundation Turkiye, mengatakan pertemuan tersebut merupakan langkah yang menjanjikan untuk mengembalikan para pihak ke meja perundingan.
“Dengan pemilihan yang akan datang di kedua negara pada tahun 2023, untuk saat ini dekonflik adalah prioritasnya,” katanya.
“Saya percaya tidak ada negara yang menginginkan konflik nyata, jadi menyepakati mekanisme sederhana atau garis merah," jelasnya.
"Sehingga, akan dapat memastikan retorika yang memanas tidak akan menyebabkan bentrokan yang tidak disengaja akan sangat bermanfaat,” tambahnya.
Baca juga: Iran Setujui Pembebasan Dua Awak Kapal Tanker Yunani
Dalam situasi di mana NATO dibutuhkan lebih dari sebelumnya, Brakel menambahkan Jerman, sebagai sekutu Turkiye dan Yunani, tertarik membangun kohesi melawan Rusia di tengah perang Ukraina.
Tessmann setuju, mengatakan bahwa perang Rusia telah meningkatkan kepentingan Turkiye sebagai aktor geopolitik dan mitra NATO.
“Pengambil keputusan di Eropa menyadari hal ini, tetapi konflik Mediterania timur membuat kerja sama yang konstruktif dengan Turkiye menjadi sulit di banyak tingkatan lainnya,” tambahnya.
Saluran komunikasi antara Athena dan Ankara ditutup, terutama setelah Erdogan mengatakan Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis tidak ada lagi untuknya.
Setelah Mitsotakis dilaporkan melobi untuk memblokir penjualan jet tempur F-16 ke Turkiye selama kunjungannya ke AS.
Ebru Turhan, profesor Studi Eropa di Universitas Turki-Jerman, menarik perhatian pada upaya sebelumnya oleh Jerman di bawah Angela Merkel untuk menengahi antara dua sekutu NATO.
“Selama 2020-2021, Jerman berperan sebagai mediator utama antara Yunani dan Turkiye dalam mitigasi yang disebut krisis Med timur,” katanya.
“Karena sikapnya yang seimbang terhadap kedua negara dan penolakannya untuk menjatuhkan sanksi keras terhadap Turkiye, pemerintah federal Jerman saat itu dianggap sebagai mediator yang kredibel oleh Ankara,” tambahnya.
Namun, setelah kunjungan Scholz ke Athena pada Oktober 2022 dan prospek kesepakatan senjata antara Athena dan Berlin, Turhan mengatakan peran Jerman sebagai manajer krisis dapat dipercaya.
“Dengan pendekatan yang bernuansa dan konstruktif terhadap Turkiye dan Yunani, pemerintah federal Jerman dapat memperoleh kembali perannya sebagai mediator yang seimbang dan andal dalam krisis Med timur,” katanya.
“Ini juga akan memoderasi dan melemahkan politisasi dan mediasi hubungan Jerman-Turki menjelang pemilu Turki mendatang, dan meningkatkan hubungan bilateral Jerman-Turki,” tambah Turhan.
Untuk memulihkan hubungan mereka yang tegang, Turhan mengatakan bahwa Yunani dan Turkiye harus fokus pada depolitisasi dan menghilangkan pengaruh media dari dialog mereka.
“Elit politik di kedua negara harus bernegosiasi dan mempertimbangkan tantangan bersama di balik pintu tertutup dalam pengaturan profesional daripada kembali ke pernyataan publik yang keras," jelasnya.(*)