Berita Jakarta

E-Katalog Rp 1,6 T Jadi Sarang Korupsi, Luhut Minta KPK Tak Main Tangkap

Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan menyebut proyek e-Katalog sebagai salah satu sarang korupsi

Editor: bakri
KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA
Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan 

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menyebut proyek e-Katalog sebagai salah satu sarang korupsi.

Ia mengatakan perputaran uang di sana sangatlah besar, mencapai Rp 1,6 triliun.

"Kita enggak usah cari yang mana macam korupsi, itu (e-katalog) salah satu tempat korupsi, sarangnya," kata Luhut saat menyampaikan sambutan di acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2023-2024 yang digelar Stranas PK di Jakarta, Selasa (20/12/2022).

"Karena e-katalog itu ada Rp 1,6 triliun yang bisa kita masukan ke dalam.

Rp 1,2 triliun dari belanja pemerintah dan Rp 400 triliun belanja dari BUMN.

Itu sama dengan US$ 105 miliar," katanya.

Luhut menyinggung hal itu ketika menyampaikan perihal pentingnya keberadaan e-katalog untuk meminimalisasi adanya penyalahgunaan dalam urusan pengadaan.

Maka itu dia mendorong penerapan pencegahan yang lebih maksimal melalui digitalisasi di berbagai sektor.

Menurut Luhut, jika seluruh uang langsung masuk ke dalam sistem digital, celah korupsi akan semakin tertutup.

"Kalau sudah masuk kan Itu uangnya di situ, sudah berapa ribu triliun, apa yang mau dikorupsi lagi," ungkap Luhut.

Baca juga: KPK Geledah Ruang Kerja Sahat Tua di DPRD Jatim, Bawa 6 Koper Diduga Berisi Dokumen Kasus Korupsi

Baca juga: Luhut Kritik OTT KPK: Jangan Sedikit-sedikit Tangkap, Kalau Mau Bersih di Surga Saja Kau

Luhut juga menyebut salah satu sektor yang menjadi sarang korupsi adalah pelabuhan.

Maka itu dia menargetkan ada 14 pelabuhan yang berhasil didigitalisasi hingga akhir tahun 2022.

"Digitalisasi pelabuhan baru 14 pelabuhan tahun ini selesai.

Saya sudah bilang tahun depan 149 lagi pelabuhan-pelabuhan kecil harus masuk dan itu kita kaitkan dengan pelabuhan udara.

Semua pelabuhan udara kita digitalisasi, jadi orang mau korupsi apa lagi?" tuturnya.

Luhut juga menargetkan akan ada 2,3 juta item yang dapat didaftarkan ke dalam e-katalog.

Jika berhasil, kondisi itu diyakininya berdampak pada tumbuhnya lapangan kerja.

"Jadi 2,3 juta item tahun ini kita targetkan Rp 400 triliun harus masuk dalam e-katalog itu ternyata masuk hampir Rp 600-900 triliun ya yang masuk dia e-katalog yang orang belanja di e-katalog komitmen.

Dan itu yang buatan dalam negeri itu sudah hampir dekat Rp 400 triliun," ujar Luhut mengatakan, efisiensi yang terjadi dari digitalisasi bisa terasa di berbagai aspek.

Digitalisasi juga bisa meningkatkan multiplier effect bagi penerimaan negara, industri teknologi, pendidikan, hingga UMKM.

"Penerimaan negara bagaimana tidak naik, tadi seperti pajak dari semua digitalize, kita efisiensi pelabuhan sudah turun sekarang jadi 18 persen dari 23 persen.

Negara-negara ASEAN itu masih 15 persen, jadi kita bisa padahal baru 2 tahun," imbuh dia.

Baca juga: KPK Kembali Tetapkan Hakim Yustisial MA Tersangka Baru Kasus Suap Pengurusan Perkara

Dengan demikian, Luhut menegaskan kembali bahwa jika pemerintah dan seluruh stakeholder bahu-membahu mengupayakan ekosistem digitalisasi, tindak pidana korupsi yang membuat rakyat menderita bisa saja musnah.

Langkah pencegahan dengan e-katalog itu bahkan diyakini Luhut jauh lebih baik ketimbang KPK harus menindak orang melalui OTT.

Luhut mengkritik cara kerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

"Kita enggak usah bicara tinggi-tinggi lah kita.

OTT-OTT itu kan ndak bagus sebenarnya, buat negeri ini jelek banget.

Tapi kalau digitalize siapa yang mau melawan kita," tegasnya.

Di akhir sambutannya, Luhut berkelakar bahwa sebenarnya tidak ada individu atau pihak yang benar-benar bersih.

Tapi kondisi itu bukan menjadi pembenar bagi penegak hukum utamanya KPK untuk menangkap seseorang.

"Ya kalau hidup-hidup sedikit bolehlah, kita mau bersih-bersih amat di surga aja lah kau," kata Luhut.

Kendati begitu, dia optimistis, jika pengelolaan keuangan negara dilakukan dengan digitalisasi dan setiap transaksi menjadi semakin transparan, maka tindak pidana korupsi itu bisa dicegah.

"Jadi KPK jangan pula sedikit-sedikit tangkap tangkap, ya lihat-lihatlah.

Baca juga: Wakil Ketua DPRD Jatim Ditangkap KPK Terkait Korupsi Dana Hibah, Miliki Harta Kekayaan Rp 10,7 M

Tapi kalau digitalisasi ini sudah jalan tidak akan bisa main-main," imbuhnya.

Terpisah, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan mengaku tidak sependapat dengan pernyataan Luhut tersebut yang menyebut OTT membuat nama negara menjadi jelek.

"Kalau dikatakan OTT membuat nama negara jelek, saya kira tidak ya.

Justru kondisi sekarang Pemberantasan korupsi yang dilemahkan membuat pandangan negara-negara lain terhadap Indonesia menjadi kurang positif," ujar Novel.

"Karena dengan perkembangan teknologi Informasi membuat masyarakat internasional mudah mengetahui suatu negara praktik korupsinya turun, atau tidak diberitakan karena tidak ditangkap mereka juga pasti tahu," sambungnya.

Selain itu, Novel menyebut bahwa sejumlah negara tetangga menilai pemberantasan korupsi di Indonesia yang lemah.

Pandangan itu diharap menjadi pelecut pemberantasan korupsi semakin masif.

"Saya mengetahui hal tersebut karena ketika Ketua IM57 diundang hadir pada acara anti korupsi di Malaysia yang dihadiri lebih dari 14 negara, mereka menyayangkan kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia yang melemah," ucap Novel. (tribun network/ham/mam/dod)

Baca juga: Warning dari KPK

Baca juga: Kasus Lelang Jabatan Bupati Bangkalan, KPK Sita Rp 1,5 Miliar dari Abdul Latif Amin Imron

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved