Berita Banda Aceh

Jangan Jadi Aceh Tempat Transit Sindikat Perdagangan Manusia, Terkait Pengungsi Rohingya

Iskandar Usman Ar-Farlaky menyebutkan menurut catatan pihaknya, dalam durasi 2009-2022, pengungsi Rohingya yang terdampar ke sejumlah pesisir di Aceh

Editor: bakri
Dokumen Petugas
Petugas mengecek jumlah Rohingya yang menempati eks Kantor Imigrasi Lhokseumawe, dari 229 Rohingnya itu kini tersisa 206 orang, 23 lainnya melarikan diri, Selasa (13/12/2022) 

BANDA ACEH – Ketua Komisi I DPRA, Iskandar Usman Ar-Farlaky, menyebutkan, menurut catatan pihaknya, dalam durasi 2009-2022, pengungsi Rohingya yang terdampar ke sejumlah pesisir di Aceh mencapai 24 kali.

Dari evaluasi yang dilakukan, banyak dari mereka yang melarikan diri ke Medan dan Malaysia.

Ia beranggapan, hal tersebut membuat Aceh jadi tempat transit sindikat perdagangan manusia.

"Makanya kita undang lintas sektoral untuk penanganan lebih lanjut pengungsi Rohingya di Aceh," ucapnya.

Menurut Iskandar, banyak pengungsi Rohingya terdampar di Aceh karena daratan Aceh adalah daerah yang paling dekat dengan Selat Andaman.

"Dan, Aceh bukanlah negara tujuan mereka, tapi hanya zona transit saja.

Kebanyakan, dari mereka korban konflik yang mendapat perlakuan tidak layak dari sisi kemanusiaan di negaranya," timpal dia.

Soal berapa lama pengungsi Rohingya akan tinggal di Aceh, sambung Iskandar, dirinya sudah menanyakan hal tersebut ke UNHCR.

Namun, UNHCR belum bisa memastikannya.

Sebab, untuk proses pemindahan etnis Rohingya--baik dari satu daerah ke daerah lain atau dari satu negara ke negara lain--memerlukan waktu yang lama.

Representative/Kepala Perwakilan UNHCR Indonesia, Ann Mayman, kepada Serambi seusai rapat itu, kemarin, mengatakan, situasi pengungsi Rohingya berada di level regional.

Baca juga: Selang Sehari, 10 Rohingya Kembali Kabur, 28 Orang Tertangkap di Tanjung Balai

Baca juga: Bentuk Satgas Khusus Menangani Imigran Rohingya, Pemerintah Aceh Tunggu Arahan

Karena itu, ia meminta agar ada kerja sama regional untuk menemukan solusi penanganan pengungsi tersebut.

Ann Mayman menjelaskan, salah satu alasan kuat banyak pengungsi Rohingya yang ingin berangkat ke Malaysia adalah keluarga mereka ada di Malaysia dan negeri jiran itu memiliki lapangan pekerjaan bagi pengungsi.

"Jadi, perlu ada pertemuan secara regional untuk menemukan siapa di belakang pergerakan para pengungsi tersebut," ucap Ann.

Terkait adanya id card UNHCR pada setiap pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh, Ann mengatakan, hal itu karena para pengungsi tersebut sudah terdaftar saat ditampung di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh sebagai pengungsi.

Dengan adanya kartu tersebut, lanjut Ann, jika mereka berpindah dari satu negara ke negara lain, status mereka sebagai pengungsi masih tetap ada.

"Karena saat ini tidak ada perjanjian antara Pemerintah Bangladesh dan Indonesia, maka pengungsi yang datang dari Bangladesh itu tidak bisa dikembalikan ke sana.

Jadi apakah adil jika Bangladesh sebagai negara miskin, punya jumlah pengungsi terbanyak dibanding negara lain?" jelas Ann dengan nada bertanya.

Ann Mayman menambahkan, Indonesia, Thailand, dan negara-negara tetangga lainnya harus berbagi tanggung jawab untuk menyelamatkan para pengungsi tersebut.

"Orang Aceh secara general sangat menghargai prinsip kemanusiaan.

Jadi, jika ada segelintir orang yang menolak pengungsi, tidak bisa jadi landasan orang Aceh menolak para pengungsi," pungkasnya. (i)

Baca juga: Termasuk Dugaan Perdagangan Rohingya, Deretan Kasus Menonjol 2022 yang Ditangani Polres Lhokseumawe

Baca juga: 28 Rohingya yang Kabur Ditemukan di Tanjung Balai, Hendak Menuju ke Malaysia

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved