Berita Jakarta

Pengakuan Lembaga Asing tentang Rohingya, Ditolak India, Diabaikan Malaysia, Digiring ke Aceh

Pihak asing sengaja mengirim kapal pengungsi Rohingya ke Aceh untuk kemudian diselundupkan ke Malaysia, menjadi berita utama di banyak media

Editor: bakri
SERAMBI/HENDRI
Pengungsi Rohingya yang terdampar di pesisir pantai Kuala Gigieng pada 8 Januari 2023, tersenyum saat di foto di UPTD Dinas Sosial Aceh Rumoh Seujahtera Beujroh Meukaya Ladong, Aceh Besar, Selasa (10/1/2023). 

Pendaratan imigran Rohingya ke Aceh semakin sering.

Dari November 2022 hingga sekarang, sudah lima kapal pengangkut imigran yang masuk ke Aceh.

Lalu bagaimana mereka bisa sampai ke Indonesia, siapa yang menggiring mereka ke Aceh?

PERNYATAAN Direktur Hak Asasi Manusia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Achsanul Habib, yang mengeklaim bahwa pihak asing sengaja mengirim kapal pengungsi Rohingya ke Aceh untuk kemudian diselundupkan ke Malaysia, menjadi berita utama di banyak media.

Dalam pernyataannya, Achsanul Habib menyebutkan, para pengungsi dibekali alat GPS yang langsung terkoneksi ke sejumlah lembaga internasional, baik itu LSM maupun kedutaan besar.

Namun saat dikonfirmasi ulang oleh BBC News Indonesia pada Senin (9/1/2023), Achsanul Habib mengatakan bahwa media telah salah mengutip perkataannya.

Tetapi dia juga menolak untuk mengklarifikasi lebih lanjut.

Meski demikian, terkait tudingan tersebut, Chris Lewa dari Arakan Project, kelompok advokasi yang menangani pengungsi Rohingya, menyampaikan, pihaknya memang melacak koordinat GPS satu kapal pengungsi yang mendarat di Kabupaten Pidie pada tanggal 26 Desember lalu, namun tujuannya ialah memastikan mereka bisa diselamatkan.

Dia menjelaskan bahwa timnya yang berbasis di Thailand telah berkontak dengan keluarga orang-orang di atas kapal.

Kapal pengungsi jarang memiliki telepon satelit sehingga para penumpang dapat mengontak keluarga mereka di Bangladesh.

“Jadi kami minta setiap kali mereka menelepon untuk memberi kami koordinat GPS,” kata Chris kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Segini Imigran Rohingya Keluarkan Biaya untuk Tiba di Aceh, Kapten Kabur dengan Boat Lain di Laut

Baca juga: Golkar Pidie Salurkan Rapid Test Antigen, Bantu Rohingya hingga Masyarakat

Ketika pertama kali menerima koordinat GPS pada tanggal 5 Desember, mereka mengetahui bahwa kapal sedang dalam masalah karena mesinnya rusak dan para pengungsi terkatung-katung di lautan.

Chris dan rekan-rekan aktivisnya mengumpulkan koordinat GPS dan mengirimkannya ke PBB dan sejumlah kedutaan besar.

Mereka berusaha supaya siapapun bisa menyelamatkan kapal tersebut, tidak hanya Indonesia.

Menurut Konvensi Internasional tentang Pencarian dan Penyelamatan Maritim (IMO), setiap negara memiliki zona tempat mereka bertanggung jawab untuk melakukan penyelamatan di lautan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved