Opini
Naik Haji dan Naik Biaya Haji
Keuntungan (nilai manfaat) dari pengelolaan setoran itu kemudian menjadi salah satu sumber BPKH untuk melakukan pembiayaan penyelenggaraan Ibadah Haji
Oleh Dr H Mizaj Iskandar Lc LL M
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SEBAGAI salah satu rukun Islam, naik haji suatu kewajiban bagi umat Islam. Berbeda dengan ibadah lain, kewajiban haji dikaitkan bagi yang mampu melaksanakannya.
Dalam kitab fikih, ulama mengklasifikasi konsep mampu (istitha'ah) dalam perintah haji ke dalam dua kategori: mampu secara fisik dan mampu finansial (al-zad wa al-rahilah).
Haji tidak wajib bagi yang tidak memenuhi kedua syarat tadi.
Akhir-akhir ini berbagai lini media, baik media massa maupun sosial disesaki polemik naiknya biaya haji yang diwacanakan naik oleh pemerintah.
• Begini Pergerakan Harga Emas di Lhokseumawe Per 29 Januari 2023
Tidak tanggung-tanggung, pemerintah mewacanakan kenaikan biaya haji sebesar Rp 69.193.733. Kenaikan biaya haji itu menimbulkan perdebatan di berbagai ruang publik.
Media massa dan media sosial disesaki oleh isu ini.
Ada yang menanggapinya dengan serius sambil berkata, "apakah kita masih wajib berhaji jika biayanya sebesar itu". Ada juga yang menimpalinya sambil bercanda, "haji sekarang mahal karena kita tidak berhaji seperti Nabi, naik onta dan tidur di bawah tenda".
• Bikin Resah! Geng Remaja Bersajam Muncul di Lhokseumawe, Psikolog: Efek Buruk Belajar Sosial Remaja
Tulisan ini berusaha menyajikan argumentasi kenapa biaya haji memang wajar naik, tetapi pemerintah juga perlu bijak dalam menaikkan biaya haji tahun ini.
Pembiayaan haji
Pemerintah memperkenalkan dua istilah terkait dengan pembiayaan ibadah haji. Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Dua istilah tersebut mirip tapi tak serupa. BIPIH adalah biaya yang harus dibayarkan oleh jamaah untuk biaya penerbangan, akomodasi di Mekkah dan Madinah, living cost dan Visa.
Sedangkan BPIH adalah keseluruhan dari struktur anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan haji. BPIH digunakan untuk menutupi biaya pelayanan haji yang tidak tercover oleh BIPIH.
Biaya ini meliputi, pelayanan bimbingan ibadah, pelayanan kesehatan, pelayanan transportasi, pelayanan embarkasi dan debarkasi, pelayanan imigrasi dan biaya asuransi.
Jika BIPIH bersumber dari uang yang dibayarkan oleh jamaah haji, maka BPIH berasal dari APBN dan nilai manfaat BIPIH yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Masyarakat muslim Indonesia yang berkeinginan menunaikan ibadah haji, wajib melakukan setoran awal di Bank Penerima Setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH). Tahun 2022 dan di tahun-tahun sebelumnya, jumlah setoran awal sebesar Rp 25 juta.
Setelah penyetoran jamaah calon haji mendapatkan nomor porsi yang memiliki masa tunggu keberangkatan bervariasi dari satu embarkasi dengan embarkasi lainnya.
Untuk Aceh, menurut data Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Terpadu) masa tunggu keberangkatan selama 31 tahun.
Uang setoran jamaah sebanyak 25 juta tadi kemudian selama 31 tahun dikelola oleh BPKH dalam berbagai bentuk investasi seperti Deposito Berjangka Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Keuntungan (nilai manfaat) dari pengelolaan setoran itu kemudian menjadi salah satu sumber BPKH untuk melakukan pembiayaan penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Tepat atau tidak
Edisi haji 2022 merupakan haji pertama yang diselenggarakan setelah Covid 19. Sangat berbeda dengan edisi-edisi haji sebelumnya, ada beberapa peraturan baru yang diterapkan oleh Kerajaan Saudi Arabia yang mau tak mau harus diakomodasi oleh negara-negara yang mengirimkan jama'ah hajinya, termasuk Indonesia.
Di antara peraturan tersebut adalah: pembatasan usia jamaah haji menjadi 65 tahun ke bawah (meskipun syarat ini telah dihapus untuk tahun 2023), rusum masya'ir (biaya transportasi dan akomodasi selama di Arafah, Muzdalifah dan Mina) sebesar SAR 10.000 atau 40 Juta Rupiah yang sebelum pandemi cuma SAR 1.531 (Rp. 6,2 juta) dan pemberian makan tiga kali sehari selama jamaah di Arab Saudi.
Tentu semua hal tersebut menambah biaya penyelenggaraan ibadah haji. Sebenarnya tahun lalu, biaya haji dari Indonesia sebesar Rp. 96.600.000 (BPIH Embarkasi Aceh), tapi dengan berbagai pertimbangan pemerintah memilih untuk mempertahan biaya haji sebesar Rp 35.660.857 (BPIH Embarkasi Aceh).
Untuk menutupi ketidakcukupan BPIH, pemerintah menutupnya dengan nilai manfaat sejumlah Rp 1.8 triliun yang selama ini dikelola oleh BPKH. Meskipun secara neraca likuiditas dinilai subsidi tahun lalu terlalu besar, tetapi dinilai efektif dalam memberangkatkan seluruh jamaah haji.
Sebaliknya beberapa negara yang tidak siap dengan biaya tambahan ini, jamaahnya banyak mengalami gagal berangkat, seperti yang dialami jamaah haji Mesir dan Turki.
Kenaikan biaya haji bahkan telah dilakukan oleh Malaysia pada tahun lalu.
Dikutip dari laman resmi tabunghaji.gov.my, pemerintah negeri jiran menetapkan biaya haji per jamaah untuk warga negaranya dalam dua golongan. Golongan pertama yaitu Kumpulan B40 dengan biaya haji sebesar RM 10.980 (Rp 38.743.000).
Golongan kedua adalah Kumpulan selain B40 dengan biaya haji sebesar RM 12.980 (Rp 45.800.000).
Selisih biaya haji kedua golongan tersebut sebesar RM 2.000 (Rp 7.057.000). .
Sama seperti di Indonesia, biaya haji di Malaysia sudah disubsidi pemerintah melalui Tabung Haji. Apabila tanpa subsidi, maka biaya haji di Malaysia bisa melambung sampai RM 28.632 (Rp 100.913.000). Dengan kata lain, tabung haji menyubsidi biaya haji kepada jamaah haji Malaysia lebih dari 50 persen.
Tahun ini, dengan mempertimbangkan nilai tukar rupiah, biaya penerbangan, biaya pelayanan ibadah dan kesehatan, biaya hidup, transportasi dan akomodasi, pemerintah menghitung BPIH sebesar Rp 98.893.908. Nantinya 70 persen biaya dibebankan kepada jamaah haji (Rp 69.193.733). Sisanya 30 persen akan digunakan nilai manfaat dari BPKH sebesar Rp 29.700.175.
Dari hitungan rasio likuiditas wajib, tentu skema tersebut sangat masuk akal untuk menjaga sustainability nilai manfaat yang dikelola BPKH.
Sedangkan dari sudut pandang timing (waktu) pemerintah dinilai kurang bijak bila menaikkan biaya haji empat bulan menjelang musim haji.
Tentu itu sangat memberatkan jamaah calon haji yang kebanyakannya dari kalangan menengah dan menengah ke bawah. Apalagi wacana kenaikan biaya haji ini digulirkan saat Pemerintah Kerajaan Arab Saudi justru memutuskan untuk menurunkan biaya haji sebesar 30 persen .
Di antaranya pengurangan biaya masya'ir yang selama ini dipermasalahkan karena dirasa terlalu mahal. Dari SAR 10.000 (Rp 40 Juta) menjadi SAR 5.655 (Rp. 22 Juta).
Kenaikan biaya haji memang tak dapat dihindari. Tapi jika kenaikannya terlalu signifikan dan di waktu yang tidak tepat, kenaikan tersebut hanya akan menambah masalah dalam tata kelola haji di Indonesia.(*)
• VIDEO Aksi Pencurian di Siang Bolong Hebohkan Warga Banda Aceh, Menyaru Jadi Pengumpul Barang Bekas
• Pemkab Aceh Besar Terima Penghargaan dari Balai Bahasa Provinsi Aceh, Sukses Gelar UKBI Tahun 2022
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.