Misi Kemanusian untuk Turkiye

Bagian 1- Turkiye, Kamu tidak Sendiri

Terlihat banyak mata tertuju ke rombongan kamI yang kebetulan memakai seragam tebal untuk menahan dingin Istanbul yang saat itu berada di atas 5 deraj

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Tim kemanusiaan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh dan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh sesaat menjelang terbang ke Istanbul, Turkey, dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (15/2/2023). 

Laporan: Dr dr Safrizal Rahman SpOT dari Adana, Turkiye

SETELAH menempuh perjalanan kurang lebih 14 jam, akhirnya kami tiba di Sabiha Gokcen Istanbul.

Alhamdulillah, proses keberangkatan dari Bandara Soekarno-Hatta berjalan lancar walau sempat terjadi perdebatan kecil terkait jumlah bagasi yang lumayan banyak, sehingga sempat menyebabkan proses panjang di counter pesawat.

Selain membawa pakaian secukupnya, yang paling banyak kami bawa adalah peralatan medis.

Ya, namanya saja misi kemanusiaan dari Aceh yang akan membantu mengurangi beban derita saudara-saudara kita di Turkiye yang cedera, patah tulang, atau sakit akibat terimbas gempa darat berkuatan 7,8 skala Richter pada 6 Februari lalu.

Hampir Capai 1 Milyar, Ini Update Donasi Aceh Peduli Turki Hingga Jumat 17 Februari 2023

Ikut melepas keberangkatan tim kami dari Bandara Soekarno-Hatta adalah Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Adib Khumaidi SpOT; Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Prof Dr Maimun Syukri SpPD (K) yang kebetulan sedang berada di Jakarta; Ketua IDI Gayo Lues; dan perwakilan IDI Kabupaten Pidie.

Tim yang berjumlah enam orang berangkat melalui Bandara Soekarno-Hatta menggunakan pesawat komersial menuju Istanbul.

Di dalam pesawat kami juga bertemu dengan relawan Indonesia yang bermaksud sama, yakni meringankan beban masyarakat Turkiye yang sedang tertimpa musibah.


Kebanyakan di antara mereka akan berangkat ke Hatay.

VIDEO - Lebih 278 Jam Tertimpa Reruntuhan Gempa Turki, Pria 45 Tahun Berhasil Diselamatkan

Tim IDI Wilayah Aceh sendiri berencana untuk melakukan kegiatan tahap awal di Kahramanmaras.

Salah satu provinsi yang paling parah terdampak gempa ini terletak di selatan Turkiye.

Kota ini berada di dataran subur kaki Gunung Ahir, timur laut Adana.

Kota ini dekat bagian selatan tiga jalur penting yang membelah Pegunungan Taurus, mulai dari Goksun, Elbistan, dan Malatya.

Saat hendak berangkat dari Jakarta, kami bertemu dengan seorang warga Turkiye dan kebetulan bekerja di Indonesia, bahkan lama tinggal di Aceh sebagai General Manager Teuku Nyak Arif Fatih Bilingual School Lamnyong, Banda Aceh, kemudian dipindahtugaskan ke Jakarta.

Namanya Mustafa Cakallioglu.

Lelaki ini terlihat terharu mendengar niat kami hendak membantu korban gempa di tanah kelahirannya.

Pak Mustafa ini memang kelahiran Kahramanmaras. Abang kandungnya pun masih berada di Kahramanmaras.

Saat jumpa di Jakarta, Pak Mustafa Cakallioglu bercerita banyak tentang asal nama Kahramanmaras.

Pada awalnya provinsi ini dikenal sebagai "Markasi" atau "Maraj".

Provinsi ini memiliki masa lalu yang penuh dengan berbagai invasi, tetapi selalu mereka dapat melawan invasi tersebut, bahkan dengan kekuatan sendiri.

Kahramanmaras pernah menjadi ibu kota Gurgum, Negara Het di abad ke-12 SM.

Bangsa Romawi menyebut kota itu sebagai Germanicia selama abad ke-1 M, dan Ottoman menamainya sebagai "Mer'as" di kemudian hari.

Provinsi yang bernama asli Maras ini pernah menunjukkan kegagahannya pada masa Perang Kemerdekaan hingga kemudian diberi gelar "Kahraman", yang berarti "Pahlawan" dalam bahasa Turkiye.

Saat ini, Kahramanmaras adalah kota terbesar ke-11 di Turkiye, dengan ketinggian 568 meter di atas permukaan laut di pusat kota.

Populasinya sedikit lebih dari 1 juta orang.

Jumlah penduduk itu terbagi hampir sama antara kota dan desanya.

Dibutuhkan waktu 2,5 jam perjalanan darat dari Adana yang merupakan lokasi posko tim IDI Wilayah Aceh ke Kahramanmaras.

Suasana sedikit berbeda ketika kami tiba di Bandara Sabiha Gocken.

Terlihat banyak mata tertuju ke rombongan kamI yang kebetulan memakai seragam tebal untuk menahan dingin Istanbul yang saat itu berada di atas 5 derajat Celsius.

Sangat jelas terlihat bahwa mereka sangat respek dan senang ketika orang asing datang membantu korban gempa di negaranya.

Beberapa di antaranya mengatakan, "Welcome to Turkiye and thank you so much for helping us."

Dari Istanbul kami melanjutkan perjalanan dengan Budget Airline ke Kota Adana.

Terus terang hati sedikit waswas karena overbagage atau kelebihan bagasi kami yang mencapai 200 kg.

Saya lalu menghampiri petugas counter check-in, dia menayakan tujuan kami dengan barang yang begitu banyak.

Saya terangkan bahwa kami tim medis dari Aceh, Indonesia, yang akan membantu para pengungsi korban gempa di lokasi pengungsian Abbaslar Kahramanmaras.

Wanita ini menayakan apakah kami tahu cuaca di sana sangat dingin, apalagi bagi orang Indonesia yang tidak terbiasa dengan udara dingin?

Saya katakan bahwa kami hanya merasakan udara dingin, sementara mereka (para penyintas bencana gempa) selain dingin juga merasakan kesedihan, kehilangan, dan keputusasaan.

Saya lalu bercerita bagaimana Turkiye membantu Aceh saat gempa dan tsunami tahun 2004, kemudian ada hubungan emosional lama yang terjalin antara Aceh dan Turkiye yang mengharuskan kami untuk datang membantu.

Wanita ini lalu bicara kepada supervisornya dan seluruh kelebihan bagasi kami digratiskan.

Beliau pun tampak menangis saat mengatakan terima kasih sudah membantu mereka.

Kesempatan lain kami juga dipeluk oleh seorang lelaki petugas bandara yang awalnya bertanya tujuan tim ini mau ke mana.

Saya kebetulan menyiapkan tulisan dalam bahasa Turkiye yang artinya, Kami tidak akan membiarkan Turkiye menghadapi musibah sendiri.

Salam dari Aceh.

Lelaki ini pun lalu memeluk kami satu per satu.

Sungguh momen mengharukan sudah terasa, padahal kami belum sampai ke kota tujuan.

Rombongan kami tiba di Adana pukul 2 dini hari.

Kami ditunggu oleh Zainal Arifin, mahasiswa asal Aceh yang sedang menempuh pendidikan S-1 di bidang studi keislaman.

Beliau akan menjadi guide kami selama di Turkiye.

Kepada kami beliau mengatakan ada edaran dari Pemerintah Turkiye yang mengatakan bahwa relawan kemanusiaan yang hadir ke Turkiye diminta untuk melakukan koordinasi.

Tim IDI wilayah Aceh sendiri sudah melapor secara online ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan juga melakukan komunikasi via WhatsApp dengan pihak KBRI hingga akhirnya dimasukkan ke dalam grup koordinasi bantuan medis Indonesia untuk Turkiye.

Bagi kami, musibah akibat gempa Turkiye ini tentulah membutuhkan waktu 'recovery' yang panjang sehingga dibutuhkan bantuan berkesinambungan, bukan hanya pada masa tanggap darurat seperti saat ini.(*)

Dr dr Safrizal Rahman SpOT, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh.
Dr dr Safrizal Rahman SpOT, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh. (Foto for Serambinews.com)

Penulis: Ketua IDI Wilayah Aceh dan Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Munandar Terpilih Sebagai Koordinator Forum Jurnalis Lingkungan

VIDEO Lucky Hakim Malu Makan Gaji Buta Jadi Wakil Bupati, Sebulan Capai Rp 200 Juta

Lajnah Dakwah Raudhatul Quran Rayakan Israk Mikraj dengan Berbagai Kegiatan

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved