Jurnalisme Warga

Sabang, Kota Wisata Sunah Penghasil Cengkih

Sejak tahun 1896 Sabang dibuka sebagai pelabuhan bebas (vrij haven) untuk perdagangan umum dan juga berfungsi sebagai pelabuhan transit barang-barang,

|
Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Dr Rita Meutia SE M Si Ak, Dosen Fak Ekonomi Universitas Syiah Kuala Melaporkan dari Kota Sabang 

Oleh Dr Rita Meutia SE MSi Ak

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, melaporkan dari Kota Sabang

SABANG adalah salah satu kota kepulauan di seberang utara Pulau Sumatra, terletak di Pulau Weh. Kota Sabang merupakan zona ekonomi bebas Indonesia, ia sering disebut sebagai titik paling utara dan barat Indonesia, tepatnya di Pulau Rondo. Pada tahun 2021, jumlah penduduk Kota Sabang sebanyak 42.559 jiwa, dengan kepadatan 278 jiwa/km⊃2;.

Sejak tahun 1896 Sabang dibuka sebagai pelabuhan bebas (vrij haven) untuk perdagangan umum dan juga berfungsi sebagai pelabuhan transit barang-barang, terutama dari hasil pertanian Deli, sehingga Sabang lebih dikenal sebagai lalu lintas perdagangan dan pelayaran dunia.

Tahun 1899 Ernst Heldring menetapkan Sabang sebagai pelabuhan internasional serta mengusulkan pengembangan Pelabuhan Sabang pada NHM dan beberapa perusahaan Belanda lainnya melalui bukunya berjudul Oost Azie en Indie (Asia Timur dan Hindia).

Balthazar Heldring selaku Presiden Direktur NHM menyambut baik usulan ini dan pada tahun itu juga mengubah Atjeh Associate menjadi N.V.

Zeehaven en Kolenstation Sabang te Batavia (Perusahaan Pelabuhan Sabang dan Stasiun Batu Bara Batavia) yang kemudian dikenal dengan Sabang Maatschappij atau Sabang Mij, serta merehabilitasi infrastruktur pelabuhan agar layak menjadi pelabuhan bertaraf internasional.

Dengan demikian, sebelum Perang Dunia II, pelabuhan Sabang adalah pelabuhan yang sangat penting dibandingkan Singapura.

Perang Dunia II ikut memengaruhi kondisi Sabang di mana pada tahun 1942 Sabang diduduki pasukan Jepang dan dijadikan basis pertahanan maritim wilayah barat yang terbesar di Sumatra.

Kemudian Sabang sebagai pelabuhan bebas ditutup dan pelabuhan Sabang dijadikan sebagai pelabuhan militer Jepang, setelah dibom oleh pesawat Sekutu yang mengalami kerusakan fisik hingga kemudian terpaksa ditutup.

Tahun 1945 Sabang mendapat dua kali serangan dari pasukan Sekutu dan menghancurkan sebagian infrastruktur. Kemudian Indonesia merdeka, tetapi Sabang masih menjadi wilayah koloni Belanda.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Sabang menjadi pusat pertahanan Angkatan Laut Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan wewenang penuh dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertahanan RIS Nomor 9/MP/50. Semua aset Pelabuhan Sabang Maatschaappij dibeli Pemerintah Indonesia.

Kemudian, pada tahun 1965 dibentuklah Pemerintahan Kotapraja Sabang berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1965 dan dirintisnya gagasan awal untuk membuka kembali Sabang sebagai pelabuhan bebas dan kawasan perdagangan bebas.

Gagasan itu kemudian diwujudkan dan diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1970 tentang Perdagangan Bebas Sabang dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1970 tentang Penetapan Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Namun, dengan alasan pembukaan Pulau Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Sabang terpaksa dimatikan kembali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1985.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved