Berita Banda Aceh
Manfaat Jalan Tol, Dorong Pertumbuhan Ekonomi dan Merawat Tradisi Aceh
Aceh akhirnya punya jalan tol yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat. Jalan Tol di Aceh merupakan bagian Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS)
Penulis: Muhammad Hadi | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Muhammad Hadi | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Aceh akhirnya punya jalan tol yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat. Jalan Tol di Aceh merupakan bagian Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Tujuan pemerintah membangun jalan tol untuk mendorong perkembangan perekonomian di Sumatera, termasuk Aceh.
PT Hutama Karya sebagai Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) ditugaskan oleh pemerintah untuk membangun dan mengembangkan jalan tol yang menghubungkan Lampung hingga Aceh. Ada 24 ruas jalan tol berbeda yang panjang JTTS seluruhnya mencapai 2.704 Km. Target beroperasi penuh pada tahun 2024.
Tapi PT Hutama Karya, selain sedang fokus menyelesaikan ruas jalan tol lain di Sumatera. Salah satunya sedang menuntaskan ruas tol tahap 1, termasuk Tol Sigli-Banda Aceh. Sedangkan PT Adhi Karya sebagai kontraktor pelaksana, dan PT Virama Karya (Persero) sebagai konsultan PMI.
Dalam catatan Serambinews.com yang mengikuti pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) termasuk di Aceh dari awal pembebasan lahan sampai perkembangan pembangunan hingga Februari 2023. Tonggak bersejarah adalah saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan jalan tol seksi 4 Indrapuri-Blangbintang pada 25 Agustus 2020. Jalan tol ini memiliki panjang 14,60 meter mulai beroperasi pada 1 Juli 2022.

Warga Aceh berbondong-bondong merasakan ruas jalan tol pertama di Aceh ini, baik yang masuk dari Indrapuri-BlangBintang maupun sebaliknya. Disusul Seksi 3 Jantho-Indrapuri (16,37 km) mulai beroperasi pada 26 Februari 2021. Kemudian Seksi 2 Seulimeum-Jantho (6,26 km) mulai beroperasi pada 8 Maret 2022.
Warga Aceh juga sedang menunggu beroperasinya jalan tol Seksi 5 Blang Bintang-Kuta Baro (7,3 km) dan Seksi 6 Kuta Baro-Simpang Baitussalam (5 km) yang dijadwalkan Maret 2023. Artinya warga Aceh sudah bisa mudik hari raya melewati jalan tol dari pintu masuk Simpang Baitussalam hingga pintu keluar Seulimeum atau sebaliknya. Termasuk yang paling ditunggu-tunggu juga beroperasinya Seksi 1 Padang Tiji-Seulimeum sepanjang 24,67 km yang direncanakan pada Desember 2023.
Meski kini baru beroperasi jalan tol Seksi 2, Seksi 3 dan Seksi 4. Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar juga mulai merasakan berkahnya. Selain memudahkan lalu lintas warga, juga meningkatnya wisatawan yang datang ke Jantho. Karena perjalanan melalui jalan tol lebih cepat pulang pergi ketimbang jalan umum.
Kabupaten/kota lainnya di Aceh juga akan merasakan manfaat jalan tol bila kelak semuanya beroperasi. Karena khusus Aceh dibagi ada empat ruas jalan tol yang dikerjakan, yaitu jalan tol Sigli Banda Aceh, ruas Lhokseumawe – Sigli, ruas Lhokseumawe – Langsa, dan ruas Langsa – Binjai atau tembus provinsi Sumatera Utara.
Takjub melihat jalan tol
Pembangunan jalan tol di Aceh membuat warga sangat antusias ingin melihat langsung jalan yang biasanya ada di kota-kota besar. Salah satunya Sartini, warga Kabupaten Pidie yang menjenguk anaknya yang sakit di Kota Banda Aceh pada awal Januari 2023. Menumpang mobil adiknya, Taufik. Saat di kawasan Saree, Aceh Besar, Sartini mengutarakan niatnya kepada adik agar dibawa melalui jalan tol. Ibu lima anak ini sangat ingin melihat bagaimana jalan tol yang menjadi pembicaraan warga, termasuk di desanya.
Begitu masuk pintu jalan tol Seulimeum, Sartini yang ditemani anak bungsunya begitu takjub melihat jalan tol yang mulus dua jalur. Apalagi kiri kanan terlihat hamparan hutan yang tak pernah dilihat sebelumnya. Rasa penasarannya terobati setelah merasakan langsung perjalanan nyamannya laju kendaraan di jalan tol secara teratur.
Bahkan yang paling mengejutkannya lagi, saat diberitahukan akan keluar dari jalan tol dan melewati bandara internasional SIM Blangbintang, Aceh Besar. Karena begitu cepat sampai ke Blangbintang. Dulu saat bepergian dengan rombongan orang desanya terasa sangat jauh untuk sampai ke Blangbintang.
“Meuseu troh jalan tol u Sigli ka mangat lom jak woe u Banda Aceh (kalau jalan tol tersambung ke Sigli sudah mudah lagi pulang pergi ke Banda Aceh),” ujarnya setelah merasakan pertama kali naik mobil di jalan tol.
Efesiensi waktu melalui jalan tol sudah menjadi rahasia umum. Misalnya ketika penulis dengan Tarmizi A Hamid (Pemilik Manuskrip Rumoh Aceh) menghadiri acara pelantikan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh Besar di Kota Jantho. Kami masih bisa menikmati kopi di warung kopi di Kemukiman Gani, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar.
Baca juga: Termasuk Tol Sibanceh dan Binjai-Langsa,Ini Daftar 5 Ruas Jalan Tol yang Ditargetkan Rampung di 2023
Setelah duduk sekitar 25 menit, kami bergerak ke arah pintu tol BlangBintang. Tarmizi A Hamid sejak di warkop sudah mengatakan, hanya butuh waktu 20 menit untuk keluar di pintu jalan tol Jantho. Setiba di pintu tol Blangbintang, penulis melihat arloji di tangan kiri pukul 08.35 WIB. Kami menikmati perjalanan sambil ngobrol dan melihat kiri kanan sambil membicarakan prospek Aceh kedepan setelah tersambung Jalan Tol Banda Aceh hingga Sumatera Utara.
Tak terasa kami sudah berada berada di pintu Jalan tol Jantho. Penulis melihat arloji jarum tepat pukul 08.55 WIB. Ternyata tepat perjalanan kami hanya 20 menit seperti yang disampaikan Tarmizi A Hamid sebelumnya. Sangat terukur waktunya dan kami tiba di lokasi sebelum acara dimulai yang dijadwalkan pukul 09.00 WIB. Biasanya untuk sampai ke Jantho dari jalan Nasional Medan-Banda Aceh membutuhkan lebih kurang satu jam.
Setelah menikmati seharian di Jantho ke berbagai lokasi wisata. Kami baru kembali ke Banda Aceh melalui jalan tol pada sore hari. Suasana di Jantho saat itu sudah mulai reda hujan. Penulis kembali melihat jarum jam untuk mengukur waktu. Kali ini mobil melaju dengan lebih lambat sambil menikmati pemandangan sekitar jalan tol. Mobil melaju dari lajur kiri dan saat keluar dari pintu tol Blangbintang ternyata perjalanannya hanya 25 menit.
Efisiensi waktu di jalan tol juga dirasakan Mulyadi Nurdin, Kepala Dinas BKSDM Pidie. Saban hari di akhir pekan, mantan Kepala Humas Pemerintah Aceh ini pulang ke rumahnya di perbatasan Aceh Besar-Banda Aceh. Biasanya Minggu malam kembali ke Sigli untuk berdinas. Selama ada jalan tol, waktunya lebih banyak terpangkas. “Kalau masuk pintu tol Blangbintang hingga ke luar di pintu tol Seulimeum hanya membutuhkan waktu 20 menit,” ujarnya.
Ini memangkas waktu satu jam ketimbang menempuh jalan umum. Karena untuk perjalanan Banda Aceh - Sigli membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam. Kadang waktu yang ditempuh bisa lebih jika jalanannya padat ada bus dan truk-truk berbagai jenis yang beriringan bersama mobil lain. Belum lagi jalan berlubang hingga rawan kecelakaan akibat laju bus, mobil angkutan penumpang L300 dan Hiace hingga kendaraan roda dua.
“Kalau jalan tol sudah tembus ke Sigli, bisa berangkat Senin pagi untuk masuk kantor. Karena di jalan tol waktunya sudah terukur dan tidak melelahkan ketimbang jalan umum. Sehingga tetap fit untuk bekerja. Tapi kalau jalan umum tidak bisa pulang Senin pagi. Karena di jalan tidak terukur waktu kita. Ada truk bergandengan di jalan sudah banyak waktu habis dan dipastikan terlambat sampai kantor,” ujar Mulyadi Minggu malam sebelum bertolak ke Sigli.
Denyut ekonomi hingga kemanusiaan
Keberadaan jalan tol juga akan memudahkan angkutan transportasi lintas Sumatera. Terutama aktifitas angkutan barang dan hasil pertanian lintas Medan-Banda Aceh. Penjual bahan bangunan, Sofyan mengungkapkan selama barang kebutuhan bangunan di pasok dari Sumatera Utara. Keberadaaan jalan tol akan mempercepat suplai barang sampai ke Banda Aceh dan minim hambatan di jalan.
“Selama ini barang-barang kebutuhan toko bangunan di Aceh dipasok dari Medan. Dengan adanya jalan tol akan lebih cepat tiba sesuai kebutuhan. Selain cepat melalui jalan tol, juga minim resiko kecelakaan ketimbang di jalan umum. Kami berharap jalan tol Aceh bisa tersambung ke Sumatera Utara dan Jalan Tol Trans Sumatera akan memudahkan mengangkut barang dari pulau Jawa,” ujarnya.

Sofyan juga mengutarakan resiko yang dialami bila hanya mengandalkan jalan umum Medan-Banda Aceh. Bukan hanya longsor, tapi juga banjir yang kerap terjadi di pesisir timur Aceh. Misalnya banjir pada awal November 2022, dimana yang terparah di Aceh Tamiang. Jalur transportasi Medan-Banda Aceh dan sebaliknya terjebak di Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang.
Jalur logistik terganggu hingga merugikan pengusaha Aceh dan harga kebutuhan masyarakat juga melonjak naik akibat terhenti pasokan dari Sumatera Utara. Misalnya sayuran yang membusuk dalam truk hingga ayam yang mati akibat truk pengangkut tak dapat melewati banjir yang tak kunjung surut.
“Kalau truk yang membawa bahan bangunan langsung mencari tempat yang aman untuk parkir. Karena kalau memaksa melewati lokasi banjir akan rugi besar, sebab bahan bangunan tak dapat dipakai lagi atau bakal berkarat. Kalau parkir berhari-hari, untungnya barang selamat. Tapi ruginya kebutuhan sopir meningkat dan pekerjaan terhenti karena pasokan barang tertahan,” ujarnya.
Baca juga: Pengguna Jalan Tol Sibanceh Meningkat, Awal Juli 2.636 Kendaraan per Hari, Naik 25
Tapi yang disayangkan bus antar kota dan antar provinsi tak dapat jalan saat banjir. Begitu juga truk-truk yang membawa sembako akan mengalami kerugian akibat barang bawaannya membusuk. Karena biasanya berangkat sore dan tiba pagi di Pasar Induk Lambaro, Aceh Besar. Sayur dan aneka sembako dari Medan langsung diambil langganan untuk dijual lagi.
“Tapi saat truk berhenti berhari-hari akibat banjir membuat sayur dan lainnya membusuk dan harus dibuang. Belum lagi mobil pengangkut ayam juga rugi akibat ayam terus mati akibat terjebak banjir. Jadi kerugiannya cukup besar akibat banjir yang terjadi tiap tahun di lintas jalan nasional Medan-Banda Aceh,” ujarnya.
Tapi kalau jalan tol Aceh Sumatera Utara sudah tersambung akan lain ceritanya. Sopir yang sudah mengetahui ada longsor dan banjir dapat mengunakan jalan tol sebagai alternatif untuk memasok segala kebutuhan pokok ke kabupaten/kota di Aceh hingga ke Banda Aceh. “Kami melihat sangat banyak manfaat kalau jalan tol Aceh tersabung ke Sumatera Utara. Keberadaan jalan tol bakal menumbuhkan perekonomian Aceh di masa depan,” ujarnya.
Manfaat jalan tol juga dirasakan para toke yang menampung hasil pertanian. Jamaluddin termasuk salah satu toke yang menampung hasil pertanian, seperti bawang merah, cabai dan tomat dari petani di Kabupaten Pidie. Saat musim panen akan membeli dari petani di Pidie untuk dikirim ke luar Aceh, Sumatera Utara dan provinsi lain di Sumatera. Ia juga menampung hasil pertanian dari Sumatera Utara untuk kebutuhan di wilayah Aceh saat kebutuhan meningkat akibat musim panen belum tiba.
“Kalau ada hambatan di jalan, maka resiko kerugian saat besar. Karena barang yang kita kirim satu truk. Bila barang lama di jalan berpotensi busuk, kualitas menurun dan bahkan tidak layak pakai. Maka bisa merugikan kita yang menampung hasil pertanian petani atau kiriman dari Sumatera Utara,” ujar Jamaluddin.
Bukan hanya pihaknya yang akan mengalami kerugian. Tapi masyarakat juga akan membayar mahal akibat permintaan tinggi, tapi keberadaan hasil pertanian sedikit. Karena kendala di lapangan, misalnya banjir hingga aktivitas lalu lintas Medan-Banda Aceh terhenti akan mempengaruhi harga di pasar. Sebab, ada kebutuhan di Aceh yang masih bergantung pasokan dari Sumatera Utara.
“Sudah menjadi hukum pasar, saat permintaan naik, dan barang tidak ada atau sedikit, maka harga akan naik. Dampaknya masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk kebutuhan sehari-hari. Dampak erupsi Gunung Sinabung saja bisa mempengaruhi harga di Aceh, apalagi kalau banjir berhari-hari,” ujarnya.

Relawan Ambulance Palang Merah Indonesia (PMI) Banda Aceh, Edward M Isa juga mengungkap manfaat jalan tol bagi mereka yang sering membawa pasien dan jenazah lintas jalan Banda Aceh – Medan. Karena ini akan memudahkan pasien atau jenazah sampai ke rumahnya. Apalagi, untuk jenazah harus dibawa cepat supaya dikebumikan di kampung halaman. Begitu juga pasien yang dirujuk ke rumah sakit atau di bawa pulang ke rumah.
“Karena keluarga dan masyarakat sudah menunggu di kampung untuk fardukifayah jenazah. Dengan adanya jalan tol, jenazah bisa lebih cepat sampai ke tujuan. Karena selain memangkas waktu juga perjalanan di jalan tol tanpa hambatan. Kalau jalan umum juga rawan terjadi kecelakaan,” ujar alumni FKIP Universitas Syiah Kuala.
Selama ini diungkapkan Edwar, rekan-rekannya sopir mobil ambulance di kabupaten/kota juga lebih mudah membawa pasien rujuk ke Banda Aceh lewat Jalan tol. Karena pasien membutuhkan pertolongan cepat di rumah sakit. Sopir ambulance tidak bisa bersantai di jalan, tapi harus cepat sampai tujuan.
“Pasien tidak lama di jalan bila di bawa pulang atau di bawa ke rumah sakit. Biasanya banyak pasien dari daerah yang dirujuk ke rumah sakit. Dengan adanya jalan tol, maka pasien yang dirujuk ke RSUDZA bisa ditangani dengan cepat.,” ujar Edwar yang pernah membawa jenazah dari Banda Aceh ke Sumatera Utara.
Manfaat jalan tol dan tradisi Aceh
Tarmizi A Hamid yang juga budayawan Aceh juga berbicara soal manfaat jalan tol dengan tradisi di Aceh. Karena tradisi di Aceh kental dengan berbagai acara kenduri yang mengundang tamu, terutama keluarga dekat, keluarga jauh hingga sahabat dan tokoh masyarakat. Mulai dari tradisi kenduri hidup hingga kematian.
Kenduri hidup misalnya, pesta perkawinan di rumah pengantin pria dan wanita, akiqah anak, maulid, dan lain-lain. Sedangkan kenduri mati, yaitu meninggalnya anggota keluarga, saudara, sahabat, tokoh masyarakat. Selain datang di hari kematian, juga datang pada hari ketujuh. Belum lagi ada keluarga yang masih kenduri di hari 40, di hari 100 dan kenduri tahunan kematian yang biasa dihadiri keluarga dekat.
Undangan kenduri hidup dan mati ini dipenuhi guna menghormati pihak yang mengundang. Kalau domisili di Banda Aceh, dan rumah yang undang di Kabupaten Pidie atau kabupaten lintas Timur Aceh. Maka akan mudah dihadiri bila menggunakan jalan tol dan begitu juga sebaliknya. Bila sebelumnya untuk menempuh jalan nasional Banda Aceh-Sigli membutuhkan waktu sekitar 2 jam 30 menit, maka selama ada jalan tol bisa ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam.
“Artinya ada hemat waktu 1 jam 30 menit. Begitu juga bila menghadiri undangan di Pidie Jaya, Bireuen dan seterusnya. Lebih hemat waktu, BBM dan tidak kelelahan bila melewati jalan tol. Kalau jalan umum cukup melelahkan, mulai lubang jalan, laju sepeda motor yang ugal-ugalan, mobil angkutan umum minibus, bus, truk hingga binatang ternak,” ujar Direktur Rumoh Manuskrip Aceh.

Tarmizi A Hamid yang akrap disapa CekMidi juga berterima kasih kepada pihak PT Hutama Karya dan kontraktor yang terlibat dalam pembangunan jalan Tol Sigli-Banda Aceh. Karena ruas jalan ini juga dilengkapi terowongan perlintasan satwa liar, misalnya gajah dan lainnya. Jalur pelintasan satwa liar dibangun di seksi 1 (Padang Tiji – Seulimeum).
"Artinya pembangunan jalan tol bukan hanya mengakomodir kebutuhan manusia. Tapi juga kebutuhan binatang di hutan yang dilintasi jalan tol. Kita tahu gajah tidak pernah mengubah rute jalannya di hutan. Dengan adanya survei jalur pelintasan gajah sebelum dibangun, maka nantinya gajah dan binatang lainnya tidak terganggu. Ini harus diapresiasi sehingga tidak mengganggu makhluk lain dalam pembangunan jalan tol," ujar CekMidi yang kerap masuk memantau pembangunan jalan tol karena punya sahabat di BUMN yang ditugaskan membangun jalan tol Sigli-Banda Aceh.
Baca juga: Hutama Karya Bangun Perlintasan Satwa Liar di Jalan Tol Seksi I Pidie-Seulimum
Potensi kerugian akibat gangguan di jalan umum sudah dirasakan rombongan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh saat mengikuti Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) XIII sejak 21-27 November 2022 di Malang, Jawa Timur. 80 orang rombongan PWI Aceh menggunakan 3 unit bus berangkat dari Kantor PWI Aceh di Banda Aceh pada Sabtu (19/11/2022) pagi. Jadwal penerbangan pesawat Lion Air melalui bandara internasional Kualanamu, Sumatera Utara, Minggu (20/11/2022) pukul 05.30 WIB.
Tapi rombongan terjebak longsor di Bukit Seumadam, Aceh Tamiang bersama ratusan kendaraan lain baik dari arah Sumut maupun Aceh. Mereka mulai terbebas usai subuh sekitar pukul 06.00 WIB pagi. Setelah terjebak macet selama delapan jam, akhirnya kontingen tiba di Bandara Kualanamu, Minggu sekitar pukul 09.00 WIB.

Pengurus PWI Aceh mencari cara bagaimana 80 orang yang tertinggal pesawat akibat faktor alam ini dapat diterbangkan. Negosiasi alot hingga meminta bantuan semua koneksi dari Aceh hingga ke Jakarta untuk melobi Kemenhub dan pihak Lion Air. Akhirnya kontingen PWI Aceh diterbangkan pada Senin (21/11/2022) pukul 11.30 WIB jelang siang.
Tapi kontingen PWI Aceh tak dapat mengikuti seremoni pembukaan Porwanas dan pertandingan. Sejumlah atlet PWI Aceh yang sudah dipersiapkan jauh hari lewat seleksi dan latihan harus dirawat di rumah sakit di Malang. Atlet andalan PWI Aceh tak dapat bertanding hingga harapan meraih medali kandas. Satu-satunya medali emas PWI Aceh hanya diraih melalui kategori foto.(*)
Jalan Tol Aceh
Jalan Tol Sibanceh
Jalan Tol Sigli - Banda Aceh
Pertumbuhan Ekonomi
tradisi aceh
Serambinews
Serambi Indonesia
Panglima Yatim Temui Jokowi, Usulkan Program Literasi Digital dan AI untuk Santri di Aceh |
![]() |
---|
Harga Pangan Mahal, Polda Aceh Salurkan 1,2 Ton Beras Murah ke Rakyat |
![]() |
---|
Di Rakor MTQ, Plt Sekda Aceh Sampaikan Pesan Mualem: Minta Aceh Jadi Tuan Rumah MTQ Nasional 2028 |
![]() |
---|
Tiga Pasar Tradisional di Banda Aceh & Aceh Besar Bebas dari Beras Oplosan |
![]() |
---|
Percepatan Operasional Pelayaran Krueng Geukueh-Penang, Dishub Aceh Ungkap Sarana hingga Regulasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.