Idul Fitri 1444 H
9 Amalan Sunnah Shalat Idul Fitri, Jangan Lupa Pakai Parfum hingga Jalan Kaki Menuju Masjid
Ada beberapa amalan sunnah shalat Idul Fitri yang bisa dilakukan umat Muslim.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Ansari Hasyim
9 Amalan Sunnah Shalat Idul Fitri, Jangan Lupa Pakai Parfum hingga Jalan Kaki Menuju Masjid
SERAMBINEWS.COM - Berikut 9 amalan sunnah shalat Idul Fitri.
Setelah sebulan melaksanakan satu bulan puasa Ramadhan, tiba waktunya umat Muslim merayakan hari Kemenangan dan menunaikan shalat Idul Fitri.
Ada beberapa amalan sunnah shalat Idul Fitri yang bisa dilakukan umat Muslim.
Amalan ini baik dikerajakan sebelum atau menjelang pelaksanaan shalat Idul Fitri.
Seperti diketahui, tak lama lagi umat Muslim di seluruh dunia akan menyambut hari raya Idul Fitri.
Pada waktu tersebut tepatnya pada 1 Syawal, dilaksanakan shalat Idul Fitri atau shalat Ied.
Baca juga: Gerhana Langka Jelang Idul Fitri Terlihat dengan Durasi Berbeda di Aceh, Ini Data Setiap Kota
Ini dikerjakan dalam rentang waktu terbitnya matahari sampai matahari bergeser ke arah waktu dzuhur.
Shalat Ied biasanya dilaksanakan secara berjama’ah di masjid atau lapangan terbuka.
Pada waktu shalat Idul Fitri, ada beberapa amalan yang bisa dilakukan umat Muslim.
Lantas, apa saja amalan sunnah shalat Idul Fitri?
Dilansir dari laman resmi Buya Yahya, berikut 9 amalan sunnah yang bisa dilakukan sebelum shalat Idul Fitri.
- Mandi sebelum berangkat shalat idul Fitri
- Berpakaian yang rapi dan bersih sebelum berangkat shalat idul fitri
- Memakai wewangian bagi kaum pria
- Makan sebelum berangkat shalat idul fitri, minimal sekedar dengan sesuatu yang bisa untuk membatalkan puasa, seperti makan kurma atau meneguk air
- Mengambil jalan yang berbeda antara saat berangkat dan saat pulang
- Jalan kaki ketika hendak menuju tempat shalat idul fitri
- Bagi makmum disunnahkan shalat tahiyatul masjid jika shalat idul fitri di masjid
- Bagi imam disunnahkan langsng shalat idul fitri, dan tidak melakukan shalat tahiyatul masjid
- Mendengarkan khubah shalat idul fitri
Baca juga: UAS dan Buya Yahya Jelaskan soal Hukum Tukar Uang Jelang Lebaran, Awas Riba Jika Ada Hal Ini
UAS dan Buya Yahya Jelaskan soal Hukum Tukar Uang Jelang Lebaran, Awas Riba Jika Ada Hal Ini
Salah satu kebiasaan masyarakat Muslim Indonesia menyambut Idul Fitri adalah menukar uang pecahan besar dengan pecahan lebih kecil yang masih baru.
Uang pecahan ini sangat diperlukan untuk dibagi-bagikan kepada sanak saudara atau tamu, terutama anak-anak saat hari Lebaran.
Tentu tradisi ini masih berlangsung hingga kini atau Idul Fitri 1444 Hijriah yang tak sampai dua pekan lagi.
Penukaran ini dilakukan di berbagai tempat yang menyediakan jasa penukaran uang, baik melalui perbankan, maupun jasa yang ditemukan di pinggir jalan, terminal hingga pelabuhan.
Untuk melakukan transaksi tukar uang pecahan, beberapa penyedia jasa ada yang mengenakan biaya administrasi.
Biaya administrasi yang dikenakan dilakukan dengan berbagai cara.
Ada yang dibayarkan terpisah alias tidak dipotong dari jumlah uang yang akan ditukar, dan ada pula yang langsung dipotong dari jumlah uang yang ditukarkan.
Lalu, bagaimana hukum menukar uang lebaran menurut pandangan Islam?
Apakah cara transaksi penukaran uang dengan dikenakan biaya administari sah dan halal sesuai dengan ajaran Islam?
Simak dalam penjelasan UAS dan Buya Yahya yang telah kami rangkum dari berbagai sumber berikut ini.
Hukum menukar uang saat lebaran
Pembahasan mengenai hukum menukar uang saat lebaran pernah dijelaskan oleh Dai Kondang Ustadz Abdul Somad.
Khususnya jasa penukaran uang dengan sistem selisih pada saat melakukan transaksi.
Misalnya jika ingin menukar Rp 10.000 dengan pecahan Rp 1.000, si penukar hanya memperoleh pecahan Rp 1.000 sebanyak sembilan lembar atau totalnya menjadi Rp 9.000.
Itu artinya ada selisih saat melakukan transaksi penukaran uang, yang kemudian banyak diperdebatkan soal hukumnya dalam pandangan islam.
Praktik bisnis penukaran uang yang seperti itu, kata Ustad Abdul Somad, adalah riba.
Hal itu seperti dikutip dari penjelasan Ustad Abdul Somad dalam sebuah video pendek ceramahnya yang diunggah oleh kanal YouTube Islami Post Official.
"Seorang memberikan jasa penukaran uang. Uang Rp 10 ribu ditukar dengan uang Rp 1 ribu sebanyak sembilan lembar.
Apakah ini termasuk riba? ujar pria yang akrab disapa UAS tersebut membacakan pertanyaan dari salah satu jamaah.
"Riba," jawabnya.
Ustad Abdul Somad mengatakan, setiap barang yang sama jenisnya jika ditukar bertambah jumlahnya, maka termasuk riba.
"Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam.
Kalau bertambah, maka dia riba. Maka jangan lakukan" jelas dai kondang asal Riau tersebut.
Berikut tayangan video penjelasan lengkap Ustad Abdul Somad soal hukum melakukan transaksi penukaran uang.
Sejalan dengan pandangan UAS, Buya Yahya dalam video penjelasannya yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV juga memaparkan hal yang sama.
"Jika dalam serah terimanya adalah, memberikan uang lama Rp 1 Juta, kemudian memberikan uang baru Rp 900 ribu, maka ini adalah riba.
Karena ada selisih Rp 100 ribu," jelas Buya Yahya seperti dikutip Serambinews.com dalam video YouTube Al-Bahjah TV, Minggu (9/5/2021).
Buya Yahya menegaskan, jika menukar uang ada selisihnya, maka perbuatan itu adalah riba.
Jika itu dilakukan, maka baik penukar maupun yang menyediakan jasa berdosa di hadapan Allah Swt.
Meskipun pihak penukar rela jika ada selisih harga nilai tukarnya.
"Kalau sudah riba ya riba. Dan dosa dihadapan Allah. Biarpun rela," kata Buya Yahya.
Berikut tayangan video penjelasan lengkap Buya Yahya.
Cara menukar uang sesuai ajaran Islam
Lantas, bagaimana cara agar menukar uang untuk Lebaran menjadi sah dan tidak terjerumus ke dalam riba?
Untuk hal ini, Buya Yahya dalam video penjelasannya yang sama memberikan solusinya.
Disampaikan Buya Yahya, saat bertransaksi, banyak uang yang ditukarkan tetap diberikan dengan jumlah nilai yang sama.
Misalnya jika seseorang ingin menukar Rp 1.000.000 dengan pecahan uang yang dia inginkan, maka totalnya tetap Rp 1.000.000.
Lalu untuk uang jasa penukaran, diberikan dengan transaksi lain, di luar dari transaksi penukaran uang.
"Jadi selesai serah terima ok. Baru ada transaksi lain,"
"Atau, ini ada uang Rp 1 juta tolong ditukar dengan Rp 1 juta. Nanti baru kita memberikan lebih. Lebihnya adalah uang jasanya, jasa yang sesungguhnya," terangnya.
Buya Yahya mengingatkan untuk berhati-hati ketika melakukan transaksi penukaran uang agar tidak terjerumus ke dalam riba.
Sebab transaksi penukaran yang uang jasanya dipotong langsung dari nominal yang ditukarkan, maka itu juga masuk dalam wilayah riba.
"Kalau dalam penukaran langsung dikurangi, maka itu termasuk wilayah riba,"
"Hati-hati, waspada. Kalau masalah jasa ya ada akad jasanya sendiri," sebutnya.
Buya Yahya juga menambahkan, saat melakukan penukaran, bukan hanya nilainya yang sama, tapi serah terimanya juga harus sama.
Misalnya uang ditukarkan secara tunai, maka harus dikembalikan dengan tunai pula.
Jika tidak sama, maka itu tetap masuk ke dalam wilayah riba.
"Nilainya harus sama. Bahkan buakn nilainya saja harus sama, serah terima pun harus sama waktunya. Engkau menyerahkan aku memberikan. Kalau tidak nanti masuk ribanya riba yadd," tambah Buya Yahya.
"Atau transaksinya harus kontan. Kontan dengan kontan. Kalau ga masuk ke wilayah nasiah, riba nasi'ah," pungkasnya. (Serambinews.com/Firdha Ustin)
Buya Yahya
sunnah
amalan
Shalat Idul Fitri
parfum
masjid
Jalan kaki
Serambi Indonesia
Serambinews.com
berita serambi
Umat Muslim
1 Syawal
Jelang Idul Adha, Apakah Kurban Setiap Tahun atau Cukup Sekali Seumur Hidup? Ini Kata Buya Yahya |
![]() |
---|
Sah atau Tidak Berkurban dengan Uang Hasil Utang? Simak Penjelasan UAS |
![]() |
---|
Polres Pidie Sebar Puluhan Personel ke Objek Wisata Saat Libur Idul Fitri |
![]() |
---|
Wisatawan ke Sabang Membeludak, Kapal Tambah Trip |
![]() |
---|
Begini Penjelasan Buya Yahya soal Berpuasa Syawal Hanya Senin dan Kamis Agar Dapat 2 Pahala Sunnah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.