Alasan Lukas Enembe Ajukan Gugatan Praperadilan, Cacat Prosedur Penyidikan hingga Kondisi Kesehatan

Menurutnya, jika surat perintah untuk menyidik dugaan penyalahgunaan anggaran, maka penetapan tersangkanya juga harusnya terkait dengan dugaan menyala

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/Syakirun Ni'am
Eks Gubernur Papua, Lukas Enembe (LE) membantah terdapat penyuap selain Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka, Jumat (24/2/2023). 

"Optimis Hakim dalam putusannya akan menolak seluruh isi permohonan yang diajukan," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan singkat, Selasa (2/5/2023).

Rasa optimisme itu didorong dari argumentasi yang telah diberikan oleh Tim Biro Hukum KPK atas permohonan Lukas Enembe.

Selain itu, KPK juga menghadirkan delapan saksi ahli, salah satunya adalah Ahli Pidana Universitas Islam Indonesia Arief Setiawan.

"Di samping itu dihadirkan pula ahli tiga orang dokter spesialis RSPAD yang melakukan pemeriksaan dan perawatan tersangka LE (Lukas Enembe)," kata Ali.

KPK juga menghadirkan empat orang dokter dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang memeriksa kondisi faktual Lukas Enembe dan menyusun second opinion atas kondisi kesehatah Gubernur Nonaktif Papua itu.

"Turut pula dipaparkan 142 dokumen yang menerangkan bahwa proses penyidikan perkara ini dilakukan berdasarkan aturan hukum," kata Ali.

"Sehingga, KPK sangat yakin bahwa semua alat bukti yang dihadirkan selama proses persidangan akan memberikan keyakinan pada Hakim Tunggal Praperadilan dimaksud," sambung dia.

Adapun gugatan dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL didaftarkan Lukas Enembe terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK.

Dalam petitumnya, Lukas Enembe meminta hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili gugatannya menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan yang diajukan untuk seluruhnya.

Gubernur nonaktif Papua ini meminta hakim menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan dirinya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.

Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum,” demikian bunyi petitum tersebut.

Lukas Enembe juga meminta hakim menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh KPK tidak dan tidak berdasar atas hukum.

 

Hakim tunggal praperadilan juga diminta menyatakan bahwa segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh lembaga antikorupsi itu yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap diri Lukas Enembe tidak sah.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved