Berita Banda Aceh
Publik Tagih Hasil Penyelidikan Terbuka KPK di Aceh, Sudah 789 Hari Tapi Tidak Ada Perkembangan
“Namun hingga 1 Agustus 2023 atau sudah 789 hari atau 2 tahun 56 hari, tidak ada kabar perkembangan lebih lanjut dan tidak ada kepastian hukum”.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
Publik Tagih Hasil Penyelidikan Terbuka KPK di Aceh, Sudah 789 Hari Tapi Tidak Ada Perkembangan
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Masyarakat Aceh yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Aceh menagih hasil penyelidikan terbuka yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dua tahun lalu.
Hal itu diungkapkan Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian dalam konferensi pers yang digelar di Kantor MaTA, Gampong Ie Masen Kaye Adang, Kecamatan, Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Selasa (1/8/2023).
Ia mengatakan, pada 3 Juni 2021 lalu KPK telah melakukan penyelidikan terbuka di Aceh, dengan agenda meminta keterangan dan klarifikasi terhadap beberapa pihak.
Penyelidikan ini, sambungnya, merupakan respon KPK untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dalam rangka mencari dan memastikan ada dugaan peristiwa pidana dugaan korupsi di Aceh.
“Namun hingga 1 Agustus 2023 atau sudah 789 hari atau 2 tahun 56 hari, tidak ada kabar perkembangan lebih lanjut dan tidak ada kepastian hukum” ungkapnya.

Alfian mengatakan, ada 4 kasus dengan pagu anggaran Rp 5,4 Triliun dan 1 kasus proses perizinan PLTU yang dilidik KPK pada waktu itu.
4 kasus yang dilidik KPK yakni pengadaan Kapal Aceh Hebat, dimana anggaran Kapal Aceh Hebat 1 sebesar Rp 73.9 miliar, Kapal Aceh Hebat 2 Rp 59.7 miliar dan Kapal Aceh Hebat 3 Rp 38 miliar.
Pengadaan tersebut, kata Alfian, dinilai bermasalah karena kondisi kapal banyak kerusakan padahal kapal tersebut merupakan kapal baru.
“Lalu Proyek Multi Years. Ada 14 paket paket pembangunan jalan dan 1 paket berupa pembangunan bendungan dengan total paket Rp 2,7 triliun. Prosesnya terjadi tanpa ada persetujuan melalui paripurna DPR Aceh, hanya melalui penandatanganan berupa MoU,” sebutnya.
Kemudian kegiatan siluman berkode 'apendiks' dengan anggaran sebesar Rp 256 miliar, dan dana alokasi refocusing di Provinsi Aceh Rp 2,3 Trilun yang masuk ke dalam lima besar alokasi anggaran penanganan Covid-19 di Indonesia.
Sedangkan kasus satunya lagi yakni, proses perizinan dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Nagan Raya yang dinilai bermasalah dan berpotensi terjadinya konflik kepentingan.
“Ini kan cukup besar Rp 5,4 triliun dan satu soal proses perizinan. Semua pihak yang sudah pernah diperiksa ada yang 1 kali, 2 kali sampai 3 kali ini juga sudah dipanggil,” kata Alfian.
Ia mengatakan, ekspose hasil pemeriksaan KPK secara internal sudah dilakukan namun lembaga antirasuah ini tidak mengumumkan bagaimana perkembangannya.
Hanya saja, kata Alfian, direktur pelayanan masyarakat menyatakan bahwa kasus ini tidak diberhentikan.
Pada 4 Oktober 2022, Koalisi Masyarakat Sipil juga telah mengirim surat ke KPK dengan nomor: 016/B/MaTA/X/2022.
Isi surat itu mempertanyakan perkembangan penyelidikan terbuka yang dilakukan di Aceh, dan surat tersebut diterima oleh pihak KPK pada Kamis 6 Oktober 2022.
Kemudian pada 12 Oktober 2022, surat itu respon oleh Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Kumbul Kusdwijanto Sudjadi.
Dimana ia menyatakan, “KPK tidak mempetieskan atau mendiamkan penyelidikan terbuka, semua kasus berjalan apa adanya, semua ada rel hukumnya, penanganan kasus di Aceh yang sempat dilakukan pemeriksaan secara maraton terus ditangani oleh Tim KPK sesuai dengan peraturan yang ada,”
Tapi nyatanya, sebut Alfian, penyelidikan terbuka tersebut terkesan didiamkan, tidak ada kejelasan.
“Hingga 293 hari pasca tanggapan tersebut disampaikan KPK, penyelidikan kasus tersebut di Aceh tidak jelas nasibnya, tidak ada kepastian hukum dan memberikan rasa keadilan bagi rakyat Aceh,” tegas dua.
Afian menerangkan, pihaknya tidak ‘bodoh’ dalam hal cara-cara KPK melakukan lidik terhadap kasus tindak pidana korupsi.
“Makanya kita mempertanyakan lagi. Jadi ini adalah bagian dari proses pengawalan masyarakat sipil. Kita menyatakan bahwa kasus yang pernah dilidik oleh KPK di Aceh masih dalam proses pengawasan masyarakat sipil,” ujarnya.
Karena itu, MaTA kembali kembali mengirim surat ke KPK dengan nomor: 020/B/MaTA/VII/2023 pada 31 Juli 2023, perihal permohonan informasi perkembangan penyelidikan terbuka yang dilakukan di Aceh.
“KPK itu punya mekanisme, jadi 30 hari sejak kita surati, KPK sebenarnya wajib balas surat tersebut. Hal itu bagian dari tata tertib di KPK,” jelas Alfian.
Baca juga: VIDEO Usai KPK Minta Maaf ke TNI, Brigjen Asep Guntur Rahayu Mundur dari Jabatan Dirdik KPK
“Kalau misalnya kasus ini memang nantinya tidak ada informasi apapun dengan waktu yang akan terus kelamaan, langkah selanjutnya kita akan laporkan ke Dewan Pengawas KPK,” sambungnya.
Alfian menegaskan, langkah ini diambil karena KPK dengan waktu hampir 3 bulan melakukan proses lidik di Aceh sudah menggunakan uang negara.
“Jadi ini adalah bagian akuntabilitas dan transparansi sesuai dengan asas KPK yang gunakan saat ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Serambinews.com juga sudah memintai tanggapan kepada Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.
Namun pesan yang dikirimkan hingga berita ini ditayangkan belum mendapat balasan. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Berita Banda Aceh
KPK
penyelidikan
Aceh
Komisi Pemberantasan Korupsi
mata
korupsi
Kapal Aceh Hebat
Serambi Indonesia
Serambinews
Bantu Pengentasan Kemiskinan, Kemenag Dorong ASN Berwakaf Mulai Rp10 Ribu Per Bulan |
![]() |
---|
Diterima Anggota DPRA Khalid, Mahasiswa Thailand: Terima Kasih Aceh |
![]() |
---|
Kepala ARC USK Paparkan Nilam Aceh dalam Konvensi Sains di ITB |
![]() |
---|
Kasus HIV/AIDS Ancam Generasi Muda Aceh, Devi Yunita Minta Pemerintah Bersikap |
![]() |
---|
Dewan Minta Disdikbud Banda Aceh Gandeng Kampus untuk Susun Roadmap Pendidikan Diniyah di SD dan SMP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.