Berita Viral

Bumi Masuki Era ‘Mendidih’, Juli Menjadi Bulan Terpanas: Pecahkan Rekor

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan, Bumi telah memasuki era ‘mendidih’ setelah suhu panas bulan Juli pecahkan rekor.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Taufik Hidayat
SAM PANTHAKY / AFP
Pemanasan Global Berakhir, Bumi Masuki Era ‘Mendidih’, Juli Menjadi Bulan Terpanas: Pecahkan Rekor. | Foto Ilustrasi 

"Kita mungkin harus mundur ke era Eemian sekitar 120.000 tahun lalu untuk menemukan kondisi yang sama," katanya.

Belahan Bumi Utara Paling Panas

Suhu udara di bulan Juli adalah suhu rata-rata di dunia, artinya ada bagian dunia yang sangat panas karena sebagian lagi sedang dalam musim dingin.

Gelombang panas dilaporkan terjadi di berbagai belahan dunia seperti di Eropa bagian selatan, Asia Tenggara, Afrika Utara dan Amerika Serikat.

Suhu yang tinggi melebihi rekor ini juga menyebabkan kebakaran di Yunani, Kanada dan Aljazair.

Menurut laporan Meteorologi China, stasiun pemantau cuaca Sanbao di Turpan yang terletak di provinsi Xinjiang mencatat suhu 52,2 derajat Celsius pada 16 Juli, sehingga menciptakan rekor baru bagi negara tersebut.

Suhu udara permukaan laut juga mencapai rekor tertinggi.

Bahkan di Kutub Selatan, yang sekarang ini sebenarnya masih musim dingin, menambah rekor dengan suhu yang lebih tinggi dari biasanya.

Ilmuwan cuaca dari University of New South Wales Associate, Professor Sarah Perkins-Kirkpatrick mengatakan, semua ini tentu saja berdampak besar bagi manusia penghuni planet Bumi.

"Kita berbicara mengenai suhu di 40 derajat atau lebih tinggi yang terjadi hampir setiap hari selama gelombang panas di daerah seperti Italia dan Yunani," katanya.

"Ini sangat menyiksa. Tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan hal tersebut. Seberapa pun bugarnya Anda,” tambahnya.

ILUSTRASI
ILUSTRASI (Kompas.com)

Apa Penyebabnya?

Penyebab pemecahan rekor suhu panas tersebut disebabkan karena meningkatnya emisi gas rumah kaca.

"Memang kemungkinan gelombang panas terjadi di musim panas, namun tidak akan terjadi selama ini atau sekuat ini tanpa adanya perubahan cuaca," kata Perkins-Kirkpatrick.

Direktur Institute for Climate, Energy and Disaster Solutions, Mark Howden mengatakan, yang juga mengkhawatirkan adalah fenomena cuaca El Nino baru mulai terjadi lagi.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved