Pemilu 2024

Kala Gibran Tunggu Tawaran Cawapres dari Anies Baswedan, Sekadar Kelakar Politik?

Kala Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi tunggu tawaran Cawapres dari Anies Baswedan, sekadar kelakar politik?

Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
Instagram @aniesbaswedan
Kala Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi tunggu tawaran Cawapres dari Anies Baswedan, sekadar kelakar politik? 

SERAMBINEWS.COM - Kala Gibran tunggu tawaran Cawapres dari Anies Baswedan, sekadar kelakar politik?

Diketahui baru-baru ini pernyataan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi sempat menghebohkan publik.

Wali Kota Solo itu berkelakar sedang menunggu penawaran calon wakil presiden (Cawapres) dari Anies.

"Ya tinggal nunggu ada penawaran Cawapresnya pak Anies, tapi saya pengennya malah sama mas Ibas ya," ucap Gibran dikutip dari tayangan Kompas TV, Selasa (22/8/2023).

Ketika ditanya apakah sudah membangun komunikasi dengan Ibas atau Edhie Baskoro Yudhoyono, dirinya mengaku tak berani.

"Nggak beranilah, beliau kan ketua fraksi, anak presiden. Saya nggak berani," ucap Gibran.

Baca juga: Anies Baswedan Ngopi dengan Gibran Anak Jokowi, Apa yang Dibahas?

Baca juga: Budiman Sudjatmiko Membelot, Rocky Gerung Tanggapi Sekjen PDIP: Yang Devide et Impera Justru . . .

Anies Respon Pernyataan Gibran

Sementara Capres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan merespon pernyataan Gibran soal tawaran Cawapres darinya.

"Menunggu ya, menunggu. Coba kalau gitu nanti coba kita dengar dululah," ucap Anies tertawa.

"Nanti saya cek dulu dong," tambahnya.

Kemudian saat ditanya apakah ingin bertemu membangun komunikasi, mantan Gubernur DKI Jakarta menyebut Gibran sibuk.

"Beliau kan sibuk, wali kota, banyak kerjanya," ujar Anies.

Baca juga: Kekecewaan Jonatan Christie Ditumbangkan Non Unggulan di Kejuaraan Dunia BWF 2023: Salah Saya Apa

Diketahui Gibran saat ini terkendala melenggang ke kursi RI 1 dan 2 dikarenakan syarat menjadi capres dan cawapres minimal usia 40 tahun.

Meski demikian, masih ada peluang sebab aturan tersebut sedang proses digugat ke Mahkamah Konstitusi.

Sementara Direktur Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan mengatakan, Gibran justru lebih berpeluang meraup suara dan kemenangan kalau jadikan Cawapresnya Prabowo Subianto.

"Kenapa? Karena Prabowo adalah capres yang kalau ingin memenangkan pertarungan memerlukan dukungan dari para pemilih yang pada 2019 lalu lebih banyak memilih Jokowi," ungkap Djayadi.

"Memasangkan Ganjar dengan Gibran, mungkin akan sulit untuk menambah pundi-pundi suara dari Ganjar," tambahnya.

Baca juga: Anies Baswedan Sampaikan Ini Saat Ditanya soal KKB di Papua

Meski demikian, Ganjar dan Gibran tetap bisa dipasangkan bila tujuannya mengkonsolidasikan agar pendukung Jokowi solid bersama PDIP.

"Ini bisa juga tetap dipasangkan kalau tujuannya adalah untuk mengkonsolidasikan lebih kuat para pendukung Jokowi dan Jokowi bersama PDIP," pungkasnya.

Berita Lainnya: Budiman Sudjatmiko Membelot, Rocky Gerung Respon Hasto

Budiman Sudjatmiko membelot, Rocky Gerung tanggapi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang sebut kubu Prabowo lakukan devide et impera (politik pecah belah).

Pengamat politik Rocky Gerung menanggapi tudingan Hasto ke Prabowo Subianto soal politik pecah belah atau adu domba usai Budiman kader PDIP membelot dukung Ketum Gerindra..

Menurutnya justru Presiden Jokowi yang membelah partai-partai dalam menghadapi Pilpres 2024 mendatang.

"Yang devide et impera itu justru Presiden Jokowi itu, karena dia yang membelah partai-partai," katanya dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official, Senin (21/8/2023).

Baca juga: Usai Perankan Suzanna, Luna Maya Jadi Aktivis Lingkungan di Film Seribu Payung Hitam & Sisanya Rindu

Pendiri Setara Institute itu menyampaikan, jangan menuduh partai melakukan devide et impera.

"PDIP jujur saja, dia kalau mau berkelahi dengan Presiden Jokowi, ya lakukan secara habis-habisan," kata Rocky.

"Jangan menuduh partai lain, devide et impera kan artinya ada satu kekuasaan yang membelah persekutuan-persekutuan politik," tambahnya.

Secara fasilitas dan kedudukan yang dimiliki, Prabowo dianggap bukan sebagai pemimpin tertinggi sehingga tidak akan mampu melakukan devide et impera.

"Ya nggak mungkin Prabowo membelah dengan kemampuan yang terbatas," ucap Rocky.

"Yang mampu melakukan devide et impera adalah seseorang yang di puncak, ya Presiden Jokowi," tambahnya.

Tidak Cawe-cawe Jokowi Memiliki Pengertian Terbalik

Pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan, tidak cawe-cawenya Presiden Jokowi soal Pilpres justru memiliki pengertian terbalik.

"Dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi mengatakan saya nggak cawe-cawe, saya nggak ikut campur. Iya, you nggak ikut campur you ucapkan hal yang terbalik,"

"Saya tidak ikut campur artinya saya sedang ikut campur, kira-kira begitu," tambahnya.

Prabowo Tak Suka Bajak Partai Lain

Sementara Ketua Prabowo Mania, Immanuel Ebenezer menanggapi tindakan sejumlah kader PDIP yang condong secara terang-terang menunjukkan dukungan ke Prabowo.

Pada prinsipnya, Ketum Partai Gerindra disebut sangat senang bila ada yang mendukungnya secara terang-terangan.

"Prinsipnya, dia sangat senang sekali siapa pun yang mendukung apalagi mendukung dengan jujur di depan publik," ungkap pria yang disapa Noel itu dikutip dari tayangan YouTube tvOneNews, Senin (24/7/2023). 

Kemudian ia membeberkan kalau tipikal Prabowo bukanlah sosok yang suka membajak partai lain, terutama jelang Pemilu.

"Kalau soal masuk partai atau apa, dia juga tipikalnya tidak mau membajak, apalagi pak Prabowo ini menganggap bu Mega ini seperti kakaknya sendiri," ungkap Noel.

"Kemudian PDIP ini partai kuat, partai kader, tidak mungkin juga sekelas pak Prabowo mau coba membajak partai lain, itu bukan tipenya pak Prabowo," tambahnya.

Sentil Adian Napitupulu soal Narasi Masa Lalu

Ketua Prabowo Mania itu juga mengkritik narasi yang selalu mengedepankan masa lalu, bukan tentang masa depan.

"Karena narasi bicara tentang masa lalu kan dari kader PDIP, teman saya Adian Napitupulu yang selalu bicara tentang penculikan dan sebagainya," kata Noel.

"Kayak kita-kita ini yang bicara masa depan yang sedikit miris. Kita kan mau bicara tentang gagasan, ayo bicara tentang gagasan," tambahnya.

Ketua Prabowo Mania itu mengajak ke depan partai politik agar lebih mengedepankan tentang ideologi, cita-cita dan gagasan.

"Kalau sekelas partai tidak bicara gagasan, tidak bicara tentang ideologi ya bukan partai namanya itu ormas," ungkap Noel.

"Partai itu adalah organisasi terbesar dari sebuah organisasi mana pun. Kalau partai tidak mampu memberi tawaran-tawaran besar buat bangsa ini ya jangan jadi partai," tambahnya.

Ketua Prabowo Mania itu juga menyebut kalau Ganjar tidak pantas menjadi presiden di tahun 2024 mendatang.

"Kan dari awal saya bilang, Ganjar itu pertama tidak punya gagasan, sombong dan angkuh. Dan itu berkali-kali saya sampaikan," ungkap Noel.

"Jadi, menurut saya gak pantas Ganjar untuk memimpin 2024," tambahnya.

Politikus Senior Sebut PDIP Tak Goyah

Beberapa kader diduga mulai membelot dari mendukung Ganjar Pranowo ke Prabowo Subianto, Politikus Senior Andreas Hugo Pareira sebut PDIP tak goyah.

Hal itu disampaikan menanggapi Effendi Simbolon dan Budiman Sudjatmiko yang menemui langsung Prabowo dan memberi sinyal mendukung Ketum Gerindra itu sebagai capres 2024.

Menurutnya, walau kader diberi kebebasan namun harus menjaga disiplin pada kesepakatan putusan partai soal mendukung Ganjar jadi capres, dan itu tidak boleh ditawar lagi.

Meski demikian, Politikus Senior PDIP itu menyentil kalau pun ada yang membelot dari Ganjar ke Prabowo, partai banteng ini tidak akan goyah.

Kondisi saat ini menurutnya sangat menguji para kader apakah tetap solid dan setia, atau malah memilih jalan lain.

"Disiplin organisasi dalam situasi seperti ini dan itu akan teruji, partai tetap solid, partai tidak akan goyah hanya karena satu dua orang," ucap Andreas dikutip dari tayangan YouTube tvOneNews, Senin (24/7/2023).

Diakuinya, Budiman merupakan aktivis intelektual dan sudah dikenalnya sejak lama, baik secara pemikiran maupun sikap politik.

"Aktivis intelektual itu mereka mencari bentuk yang terbaik buat aktivitasnya," ungkap Andreas.

Meski demikian, menurutnya dalam sebuah organisasi, ada disiplin yang mesti diterapkan, termasuk dalam hal ini yang berlaku di PDIP.

"Karakter aktivisnya itu masih sangat kuat melekat pada Budiman, sehingga kadang-kadang disiplin dalam berbicara dan bersikap, muncul seperti hari-hari ini kita lihat," kata Andreas.

"Tapi buat partai tidak ada masalah dalam artian, itu proses filterisasi juga untuk melihat apakah kader partai yang disiplin atau tidak," pungkasnya.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved