Berita Kutaraja

KPI Aceh Laksanakan Literasi Media di STIS NU Aceh, Ajak Mahasiswa Awasi Siaran Kepemiluan 

“Literasi media kita selenggarakan untuk memberikan wawasan kepada publik bahwa di balik kebebasan media disertai dengan tanggung jawab,” urainya.

Penulis: Aulia Prasetya | Editor: Saifullah
For Serambinews.com
Program KPI Aceh bertajuk "Literasi Media" di Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) Nahdhatul Ulama Aceh yang bertempat di lokasi Dayah Mahyal Ulum Sibreh, Aceh Besar. 

Laporan Aulia Prasetya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh menyelenggarakan kegiatan bertajuk ‘Literasi Media’ di Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) Nahdhatul Ulama Aceh yang bertempat di lokasi Dayah Mahyal Ulum Sibreh, Aceh Besar. 

Kegiatan yang dibuka oleh Wakil Ketua STIS NU, Dr Emi Yasir dan dihadiri seratusan mahasiwa STIS NU, para santri, dan siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berlokasi di Dayah Mahyal Ulum. 

Ketua KPI Aceh, Faisal Ilyas dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Minggu (10/9/2023), mengatakan, bahwa literasi media ke kampus-kampus, pesantren dan sekolah merupakan merupakan program reguler KPI Aceh guna menggugah peran dan partisipasi publik dalam mengawasi isi siaran di televisi dan radio.

“Kegiatan literasi media kita selenggarakan untuk memberikan wawasan kepada publik bahwa di balik kebebasan media disertai dengan tanggung jawab,” urai dia.

“Oleh sebab itu, dalam konteks ini sangat dibutuhkan peran dan partisipasi publik, termasuk khususnya dari para mahasiswa dan santri untuk mengawasi isi siaran dalam rangka mewujudkan penyiaran yang sehat dan mencerdaskan,“ ujar Faisal Ilyas.

Dalam acara literasi media ini, KPI Aceh menghadirkan Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Prof Dr Ridwan Nurdin, MCL yang membahas tentang kewajiban perspektif syari’ah untuk menghadirkan konten-konten siaran yang mencerdaskan.

Selain itu, narasumber lainnya yakni Komisioner KPI Pusat, Amin Shabana membahas tentang “Literasi Media dalam Ekosistem Penyiaran”.

Dalam paparannya, Amin Shabana mengatakan bahwa aturan-aturan dalam undang-undang penyiaran semuanya memiliki dalil-dalil dari perspektif syari’ah.

“Larangan adegan kekerasan sejalan dengan Alquran Surah An Nisa ayat 148, Surah Al-Maidah ayat 32, dan termasuk Surah Al-Hujurat ayat 10,” papar dia.

“Sementara larangan asusila terdapat dalam Surah Al A’raf ayat 80 dan Surah Al-Isra 32. Begitu juga larangan alkohol, rokok, Napza, dan sebagainya yang diatur dalam pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran," ujar Amin Shabana. 

Amin Shabana dalam paparan juga menyampaikan peran strategis mahasiswa dalam pengawasan program siaran kepemiluan sehubungan dengan tahun politik.

“Mahasiswa harus pro-aktif mencari informasi yang akurat di TV maupun radio 

 dan menjadi ‘agent of change’ dalam mewujudkan pemilu yang bermartabat melalui pengawasan siaran kepemiluan,” ucapnya.

“Selain itu juga diharapkan mahasiswa tidak ikut terprovokasi informasi hoax, informasi yang menyesatkan dan menghasut, serta tidak ikut terlibat dalam menyebarluaskan black campaign,“ tukas Amin Shabana.

Sementara itu, Komisioner KPI Aceh, Teuku Zulkhairi yang bertindak sebagai narasumber terakhir juga membahas tentang aturan dalam penyiaran dan pentingnya pengawasan mahasiswa dan santri guna melindungi publik dari siaran-siaran yang merusak dan tidak mendidik.

“Pihak yang paling penting dlindungi dari siaran yang rusak adalah anak-anak kita. Mereka harus terlindungi dari semua konten siaran yang tidak mendidik dan merusak,” paparnya.

“Pada jam nonton anak-anak pra-sekolah, usia sekolah, dan remaja, yaitu dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam, berlaku larangan siaran yang menampilkan kekerasan dan perilaku tidak pantas, adegan seksual, paranormal, klenik, mistis, horor, spiritual, dan magis," ungkap Zulkhairi.

Lebih lanjut, Zulkhairi juga menjelaskan larangan aspek kekerasan dalam konten siaran. Aspek kekerasan yang dilarang dalam aturan penyiaran ini, kata Zulkhairi, baik sifatnya verbal maupun visual.

Yang sifatnya verbal itu seperti celaan, cemooh, kata-kata kasar, cacian, makian.

Sementara yang berbentuk visual seperti  adegan memukul, menendang, menyekap, tawuran, pengeroyokan, perampokan sadis, menampilkan korban/pelaku kejahatan seksual anak.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved