MotoGP
Lorenzo Sebut Valentino Rossi Tak Suka Pembalap Muda Jadi Pendampingnya di Yamaha
Mantan legenda MotoGP, Jorge Lorenzo, baru merampungkan musim balap Piala Porsche dengan...
SERAMBINEWS.COM - Mantan legenda MotoGP, Jorge Lorenzo, baru merampungkan musim balap Piala Porsche dengan satu balapan terakhir di Imola, Italia.
Pembalap yang meraih juara dunia lima kali tersebut beralih ke balap roda empat. Setelah balapan di Imola, musim telah berakhir dan masa istirahat pun dimulai.
Jorge Lorenzo lalu menghadiri program Mary's Place untuk menyampaikan kisahnya selama menggeluti dunia MotoGP.
"Saat saya berumur dua tahun saya sudah bisa mengendarai sepeda, dan ayah saya adalah seorang mekanik. Jadi mulai masuk akal bagi saya untuk naik sepeda motor," ucap Lorenzo membuka perbincangan seperti dikutip dari MotoSan.
"Ketika saya berumur tiga tahun saya melakukan balapan pertama saya, tanpa lisensi. Pada usia lima tahun saya mulai membalap secara teratur. "
"Hari ini, saya berutang budi kepadanya tidak hanya karena mengendarai motor, tetapi juga atas nilai-nilai yang telah dia sampaikan kepada saya," ucap Lorenzo.
"Ayah saya sangat tangguh, seperti seorang sersan. Dia selalu mengkritik saya dan memberi tahu saya hal-hal yang membuat saya berkembang. Berkat itu saya selalu sangat perfeksionis dan disiplin."
"Dia jelas bukan ayah yang paling penyayang, tetapi secara profesional dia sangat adil. Saya tidak akan mengubah apa pun hari ini," ujar pria asal Spanyol itu.
Lorenzo lalu berbicara tentang kecelakaannya di motor dan momen ketika mentalitasnya sebagai pembalap pemenang berubah.
Menjadi pembalap MotoGP adalah risiko yang semua orang tahu. Lorenzo telah mengalami banyak kecelakaan saat bersaing memperebutkan kejuaraan dunia motor.
Namun, hal itu tidak pernah menghalanginya untuk menemukan versi terbaik dirinya dan menang lagi, hingga 2019, di mana mentalitasnya berubah total.
"Bagi kami, melaju 300 km/jam adalah sesuatu yang wajar, kami mempelajarinya sejak kecil. Namun, seiring waktu Anda mengetahui bahwa hal itu bisa berbahaya," tutur pria 36 tahun itu.
"Saya mengalami patah tulang selangka kiri sebanyak 7-8 kali. Waktu menunjukkan kepada Anda bahwa itu adalah sesuatu yang dapat merugikan Anda, jadi tidak mungkin untuk tidak menghormatinya."
"Sayangnya saya telah melihat pembalap meninggal di atas motornya, itu adalah sesuatu yang bisa terjadi. Saya sudah tiga kali ketakutan sekali naik motor, pertama kali pada 2008, saat saya melakukan penerbangan sejauh 3-4 meter dan kedua pergelangan kaki saya patah."
"Selanjutnya, pada kecelakaan lainnya, kepala saya terbentur begitu keras hingga saya jatuh pingsan, dan setelah tiga atau empat hari saya masih tidak ingat bagaimana kejadiannya," aku Lorenzo.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.