7 Hal Tentang Pengungsi Rohingya, Asal dan Penyebab Semakin Banyak yang Menuju ke Indonesia

menurut catatan UNHCR, Badan PBB yang menangani pengungsi, Tanah Rencong telah kedatangan sebanyak 1.075 pengungsi Rohingya.

|
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Imigran Rohingya itu tiba di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh dari Kota Sabang pada pukul 18.40 WIB, Rabu (22/11/2023). 

SERAMBINEWS.COM - Kehadiran kelompok etnis Rohingya di Indonesia, kembali menyita perhatian publik.

Hal ini sejak kapal-kapal yang berisi ratusan pengungsi Rohignya terus berdatangan di Indonesia, khususnya di Aceh dalam beberapa pekan terakhir.

Diketahui, kelompok etnis Rohingya ini telah berdatangan ke perairan Aceh sejak 14 November 2023 lalu.

Diberitakan Kompas.com, menurut catatan UNHCR, Badan PBB yang menangani pengungsi, Tanah Rencong telah kedatangan sebanyak 1.075 pengungsi Rohingya.

Ribuan pengungsi Rohingya itu tiba dalam enam gelombang, dengan titik pendaratan yang berbeda.

Kedatangan ribuan imigran ini membuat warga Aceh gempar.

Terlebih, menyusul dengan sejumlah insiden penolakan warga terhadap kehadiran mereka.

Sejumlah pihak pun ikut bersuara atas kejadian itu.

Tak hanya di Aceh, kasus ini juga ikut menyita perhatian publik hingga warganet di media sosial.

Bahkan, pencarian kata "Rohingya" di mesin pencari Google mengalami peningkatan dalam beberapa pekan terakhir.

Lantas, siapa sebenarnya kelompok pengungsi Rohingya itu?

Darimanakah asal mereka dan mengapa mereka terus berdatangan ke Indonesia?

Melansir Kompas.com, BBC News Indonesia telah merangkum beberapa informasi mengenai latar kelompok minoritas yang mengalami persekusi di Myanmar dan penolakan di Indonesia ini.

Berikut informasinya.

Siapa itu Rohingya?

Imigran Rohingya itu tiba di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh dari Kota Sabang pada pukul 18.40 WIB, Rabu (22/11/2023).
Imigran Rohingya itu tiba di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh dari Kota Sabang pada pukul 18.40 WIB, Rabu (22/11/2023). (For Serambinews.com)

Siapa itu Rohingya? Rohingya warga mana? Rohingya negara mana? Pengungsi Rohingya berasal dari mana? Rohingya negara asal mana? Asal-usul Rohingya?

Itu adalah sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang terus dicari dalam mesin pencarian Google.

Pada dasarnya pertanyaan-pertanyaan tersebut merujuk identitas Rohingya, kewarganegaraan, dan negara asal.

Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang telah tinggal selama berabad-abad di Myanmar--negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, menurut Badan Pengungsi PBB, UNHCR.

Apakah etnis Rohingya merupakan bagian dari Myanmar?

Dalam artikel yang dirilis BBC News Indonesiapada 2017, disebutkan bahwa hal itu masih kontroversial.

Kalangan sejarawan bersilang pendapat apakah Rohingya memang sudah menetap di Myanmar sebelum kemerdekaan dari Inggris pada 1948.

Sebagian sejarawan mengatakan, komunitas ini sudah tinggal di Myanmar selama berabad-abad, hal yang diyakini komunitas Rohingya sendiri--bagian dari etnis di Myanmar.

Pendapat kedua, mengatakan mereka baru muncul sebagai kekuatan identitas dalam seabad terakhir.

Hal ini yang dijadikan dasar bagi junta militer--pemerintah di Myanmar--menyatakan mereka sebagai pendatang baru dari subkontinen India.

Boat diduga berisi warga etnis Rohingya di kawasan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis (16/11/2023) pagi. Sementara itu warga setempat sudah berkumpul di pinggir pantai tersebut untuk menolak kedatangan mereka
Boat diduga berisi warga etnis Rohingya di kawasan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis (16/11/2023) pagi. Sementara itu warga setempat sudah berkumpul di pinggir pantai tersebut untuk menolak kedatangan mereka (SERAMBINEWS.COM/YUSMANDIN IDRIS)

Tahun 1982 menjadi momentum paling penting bagi komunitas Rohingya, saat Pemerintah Myanmar menerbitkan Undang Undang Kewarganegaraan.

Melalui kebijakan ini, etnis Rohingya tidak dimasukkan sebagai ‘ras nasional’ Myanmar.

Akibatnya, mereka menjadi populasi tanpa kewarganegaraan (stateless) terbesar di dunia.

“Sebagai populasi tanpa kewarganegaraan, keluarga Rohingya tidak memiliki hak-hak dasar dan perlindungan, serta sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender, serta pelecehan,” tulis keterangan UNHCR.

Pengungsi Rohingya berasal dari mana?

Secara de facto, mayoritas Rohingya hidup di negara bagian termiskin Myanmar, yaitu Rakhine.

Dari sisi historis, keberadaan Rohingya tidak disukai oleh mayoritas penduduk di Rakhine yang didominasi agama Buddha.

Rohingya dipandang sebagai pemeluk Islam dari negara lain.

Kebencian terhadap Rohingya dari mayoritas penduduk di Rakhine ini meluas di Myanmar.

Kapan krisis kemanusiaan Rohingya dimulai?

Sejak mereka tidak punya kewarganegaraan, tapi masih tetap tinggal di Myanmar.

UNHCR menyebut hidup dan kehidupan mereka selama puluhan tahun mengalami kekerasan, diskriminasi, dan persekusi di Myanmar.

Orang Rohingya perlahan-lahan mulai meninggalkan Myanmar pada 1990-an.

Tapi puncaknya terjadi pada 2017, saat gelombang kekerasan besar-besaran di Negara Bagian Rakhine memaksa lebih 742.000 orang--setengahnya anak-anak--mencari perlindungan di Bangladesh.

Peristiwa ini menjadi eksodus terbesar dalam sejarah Rohingya.

Seluruh desa dibakar, ribuan keluarga dibunuh atau terpisah, dan pelanggaran hak asasi manusia membanjiri laporan-laporan lembaga kemanusiaan.

"Lebih baik mereka membunuh kami daripada mendeportasi kami ke Myanmar," kata seorang etnis Rohingya di kamp pengungsian Cox’s Bazar, Bangladesh kepada BBC--lima tahun setelah eksodus.

Apakah Indonesia satu-satunya tempat Rohingya mencari perlindungan?

Laporan UNHCR per 31 Oktober 2023 menunjukkan 1.296.525 pengungsi Rohingya yang mencari perlindungan tersebar ke sejumlah negara.

Bangladesh menjadi negara paling banyak menampung, yaitu 967.842 orang.

Diikuti dengan Malaysia (157.731), Thailand (91.339), India (78.731) dan terakhir Indonesia (882).

Pengungsi Rohingya terdampar di tepi pantai Ujong Kareung, Kota Sabang, Provinsi Aceh, Selasa (21/11/2023).
Pengungsi Rohingya terdampar di tepi pantai Ujong Kareung, Kota Sabang, Provinsi Aceh, Selasa (21/11/2023). (Foto Dokumen Pribadi)

Meskipun jumlah yang masuk ke Aceh, Indonesia sedikit, tapi dalam satu pekan terakhir gelombang pengungsi Rohingya mengalami peningkatan lebih dari 100 persen dengan jumlah sekitar 1.000 orang, sebagaimana diberitakanBBC News Indonesia, Kamis (23/11/2023).

Sementara itu, dalam laporan BBC News Indonesia pada 2021, Direktur Arakan Project, lembaga advokasi HAM Rohingya, Chris Lewa menilai “Indonesia bukanlah negara tujuan” bagi pengungsi Rohingya dalam mencari perlindungan.

“Namun Indonesia menjadi tempat transit karena tidak bisa mendarat di Malaysia atau tidak bisa sampai ke Malaysia," kata Lewa.

Kasus-kasus pengungsi Rohingya yang kabur di Aceh menguatkan pernyataan ini.

Pengungsi Rohingya yang berada di Malaysia pernah mengatakan kepada BBC, bahwa ia ‘berani membayar Rp 20 juta’ untuk mengirim saudara dari Aceh ke Malaysia.

Sementara itu, Pemerintah Malaysia menyatakan tidak lagi menerima pengungsi Rohingya dalam beberapa tahun terakhir, dan ditegaskan kembali pada 2020 lalu.

Di sisi lain, jumlah pengungsi internal Rohingya di Myanmar sejauh ini sebanyak 2 juta jiwa, dan yang kembali ke negara itu dari pengungsian negara lain sebanyak 89.402 jiwa.

Mengapa gelombang pengungsi Rohingya makin banyak ke Indonesia?

Menurut perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Ann Mayman, ada dua faktor yang kemungkinan akan mendorong gelombang pengungsi ke Indonesia.

Pertama, konflik di Myanmar makin buruk.

“Semua orang berkonsentrasi pada apa yang terjadi di Timur Tengah (Gaza) dan Ukraina, sehingga intensifikasi konflik senjata di Myanmar adalah sesuatu yang hampir tidak diberitakan,” katanya.

Kedua, keamanan di kamp-kamp pengungsian Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, semakin memburuk: penculikan, pemerasan, pembunuhan, penembakan, dan serangan.

“Para pengungsi tidak cukup terlindungi di Cox's Bazar. Ada peningkatan dalam insiden-insiden tersebut, sehingga mereka khawatir. Mereka takut. Itulah mengapa kami melihat peningkatan,” jelas Ann Mayman.

Mengapa warga Aceh menolak Rohingya?

Perahu atau boat ditumpangi Rohingya di laut kawasan Gandapura sudah ditarik ke pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara.
Perahu atau boat ditumpangi Rohingya di laut kawasan Gandapura sudah ditarik ke pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara. (For Serambinews.com)

Gelombang pengungsi Rohingya terus berdatangan ke Aceh, dan mendapat penolakan sebagian warga di sejumlah wilayah.

Azwani (65) mengaku sebagai perwakilan warga di Kabupaten Pidie, mengklaim warga menolak karena keberadaan pengungsi Rohingya melanggar “norma-norma yang telah disepakati”.

“Kedua, masuk mereka ke sini, tanpa konfirmasi dengan pihak setempat. Jangan kan dengan kami desa, dengan Mustika (aparatur desa) pun tidak pernah dibicarakan. Oleh karenanya, kami tidak dianggap pemerintah di (kecamatan) Padang Tiji ini, sehingga kami menolak,” kata Azwani.

Sementara perwakilan warga lainnya, Teuku Muslim mengatakan, "Kami atas nama kemanusian, dia (Rohingya) orang Islam, sudah kami terima. Sekarang sudah cukup kami menerima.”

Kepala Desa Lapang Barat di Kabupaten Bireuen, Mukhtar Yusuf, menolak pengungsi dengan alasan tidak ada tempat yang mendukung para pengungsi di wilayahnya.

”Bukan masalah logistik, tapi masalah tempat. Ini kan tempat orang-orang nelayan aktivitas, saya rasa mengganggu,“ ujarnya.

Sementara itu, perwakilan UNHCR di Indonesia, Ann Mayman menyebut pengungsi Rohingya sebagai “orang Palestina di Asia”.

Pihaknya mengakui ada ketegangan yang terjadi di lapangan.

“Kami menjelaskan alasan mengapa orang-orang melarikan diri. Mereka bukan penjahat. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan,” kata Ann.

Sebanyak 514 pengungsi Rohingya yang mendarat secara terpisah disejumlah pesisir daerah Aceh, kini telah ditangani dan ditampung di bekas gedung Kantor Imigrasi kelas II TPI Lhokseumawe di Peuntet Kecamatan Blang Mangat, Jumat (24/11/2023)
Sebanyak 514 pengungsi Rohingya yang mendarat secara terpisah disejumlah pesisir daerah Aceh, kini telah ditangani dan ditampung di bekas gedung Kantor Imigrasi kelas II TPI Lhokseumawe di Peuntet Kecamatan Blang Mangat, Jumat (24/11/2023) (FOR SERAMBINEWS.COM)

Selain itu, kata Ann, sebagai “orang Palestina di Asia”, Rohingya tidak cukup mendapat perhatian yang serupa dengan korban konflik di Gaza.

“Inilah masalahnya. Semua orang memalingkan muka dan menyebut mereka sebagai penjahat, yang sama sekali tidak benar,” katanya.

Dalam keterangannya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, “Kejadian semacam ini akan terus berulang selama akar masalahnya tidak diselesaikan, yaitu masalah Rohingya di Myanmar.”

(BBC News Indonesia/Kompas.com/Serambinews.com-Yeni Hardika)

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved