Kupi Beungoh

SBY dan Aceh: Tentang Memori Kolektif kepada Para Presiden – Bagian II

Memori kolektif itu seringkali menjadi sangat krusial ketika komunitas, masyarakat, ataupun bangsa mengalami periode kritis dalam perjalanan kehidupan

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Sama seperti Sukarno, Megawati juga melanggar janjinya.

22 bulan setelah ia menjabat presiden , 13 Mei ia menerapkan status darurat militer untuk Aceh.

Ia dengan tegas dan keras memerintahkan pasukan keamanan untuk menjalankan.

Bagi “layman”-awam, janji tetap janji, tak ada ruang sedikit akan diberikan untuk alasan atau penjelasan, kenapa janji itu tak ditunaikan.

Orang Aceh biasa tak perduli dengan “konteks”, yang penting “do what you promise to us”-tunaikan apa yang kamu janjikan.

Awam Aceh tak pernah mau mengerti tentang kompleksitas yang dihadapi Sukarno ketika ia membuat Indonesia lahir secara resmi dengan keragaman yang luar biasa.

Orang Aceh biasa tak mau tahu di benak Sukarno yang ada pada saat itu adalah “ do whatever it takes”-lakukan apa saja yang mungkin dilakukan untuk membuat.

Orang Aceh tak mau tahu tentang “nation in the making”-negara yang sedang dibuat oleh Sukarno.

Ia tetap dicap “ingkar janji”.

Sama dengan  Sukarno, anaknya presiden Megawati juga tak akan pernah diberi kesempatan untuk membela diri, menjelaskan kenapa ia melanggar janji.

Publik awam Aceh tak pernah dan tak akan pernah mau tahu tentang sumpah dan janji konstitusi presiden RI untuk menjaga kedaulatan NKRI, terutama ketika negara dalam bahaya.

Awam Aceh tidak mau mengerti, bahwa jalan damai yang dimulai oleh Habibie dan Gus Dur juga dilanjutkan oleh Megawati, paling kurang dengan tetap mengizinkan HDC lanjut.

Awam Aceh juga tak mau tahu dengan COHA, dan Humanitarian Pause-Jeda kemanusiaan yang diupayakan oleh Megawati melalui Menkopolhukam SBY.

Awam Aceh juga tak mau tahu, ketika kekerasan di lapangan “tak jelas lagi” siapa yang memulai, TNI atau pasukan GAM, termasuk ketidakjelasan pertemuan bersama Jenewa minggu keempat April 2003 yang tertunda dua kali.

Bagi publik yang pasti Megawati melanggar janji.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved