Berita Pidie

Mudir Dayah Alwaliyah Aceh Besar Kupas Kisah Sultan Iskandar Muda Saat Pengajian Tastafi di Pidie

Tgk H Habibie menceritakan, kehadiran Nabi Besar Muhammad SAW pada awalnya dianggap asing dan setelah Wafatnya juga Agama Islam juga dianggap asing.

Penulis: Idris Ismail | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
Mudir (Pimpinan) Dayah Al Waliyah Lamreung, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Tgk H Habibie Waly Al-Khalidi, STH saat mengisi Pengajian Tasauf, Tauhid dan Fiqih (Tastafi) di SPBU Pulo Pisang, Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie, Sabtu (13/1/2024) malam. 

Laporan Idris Ismail | Pidie

SERAMBINEWS.COM, SIGLI - Mudir (Pimpinan) Dayah Al Waliyah Lamreung, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Tgk H Habibie Waly Al-Khalidi, STH mengisi Pengajian Tasauf, Tauhid dan Fiqih (Tastafi) di SPBU Pulo Pisang, Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie, Sabtu (13/1/2024) malam.

Pengajian tersebut merupakan pengajian yang ke-17 kalinya sebagai mengawali tahun  2024.

Sementara untuk pengajian Tastafi berikutnya atau yang ke-18 kali akan diisi oleh Tgk H Abubakar Bin Usman atau lebih kerap disapa Abon Buni pada Kamis (8/2/2024) malam. 

Pemilik SPBU Pulo Pisang, Tgk H Marzuki kepada Serambinews.com, Sabtu (13/1/2024) malam, mengatakan, Pengajian Tastafi secara rutin tersebut menjadi program edukasi kepada segenap masyarakat terhadap ilmu agama dalam tiga bidang fondasi utama sebagai muslim yaitu Tauhid, Tasawuf, dan Fiqih.

“Pemahahaman Tastafi ini musti membutuhkan pencerahan tersendiri bagi segenap masyarakat secara umum agar lebih mendekatkan diri terhadap Sang Pencipta, Allah SWT lewat amalan-amalan mulia yang disampaikan oleh sosok ulama Aceh,"sebutnya.

Menurut Tgk Marzuki, Pengajian Tastafi yang diselenggarakan itu terbuka untuk masyarakat umum yang diikuti oleh para santri dari berbagai dayah di Pidie serta masyarakat umum lainnya.

Rata-rata dalam setiap Pengajian Tastafi tersebut diikuti oleh ribuan peserta.

Sementara itu, dalam pengajian selama satu jam itu, Mudir Dayah Al Waliyah Lamreung, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Tgk H Habibie Waly Al-Khalidi, STH mengkaji memadukan dua sejarah Islam di masa Rasulullah dan juga sejarah Islam masa kesultanan Aceh dipimpin Sultan Iskandar Muda.

Tgk H Habibie menceritakan, kehadiran Nabi Besar Muhammad SAW pada awalnya dianggap asing dan juga setelah Wafatnya juga Agama Islam juga dianggap asing. 

Maka kajian sejarah ini menjadi motivasi besar dalam setiap muslim untuk mendorong semangat dalam meneruskan risalah Islam hingga akhir hayat.

Patut dicatat perjuangan Dinul Islam menjadi catatan dengan rintangan besar dalam perjuangan Baginda Nabiyullah dan Sahabat untuk terus melawan para Kadir Quraisy. Itqamah perjuangan Nabi dan sahabat sehingga Islam berpencar sebagai mukjizat keberbagai peloosok dunia lewat sahabat.

Baik Persia atau Iran, Yaman, Cina, Eropa, Rusia, Amerika, hingga pelosok Nusantara yaitu Aceh. 

Masuknya Islam ke Aceh lewat Kerajaan Lamuri dan Kerajaan Perlak.

Ada catatan menyebutkan bahwa cucu Muaz Bin Jabal, seorang Sahabat Nabi Muhammad SAW yang melakukan penyebaran Agama Islam.

Malah lewat  Sultan Malikul Shaleh Tgk Chik Kuta Karang, Sultan Mughayat Syah  hingga daerah Pedir atau Pidie.

Pergolakan politik penyebaran Islam di Aceh hingga lahirnya kesultanan Sultan Sulaiman atau Sultan Iskandar Muda Meu Kuta Alam.

Metode apa yang membuat Sultan Iskandar Muda yang menjadikan Negeri Serambi Mekkah menjadi negara terkuat kelima di dunia pada era tahun 1611 Masehi.

Tidak lain, Sultan Iskandar Muda menerapkan kekuatan syariat Islam secara kental dalam benak masyarakat sehingga jiwa perjuangan dan jiwa militansi masyarakat Aceh dengan komitmen mendirikan masjid sebagai lambang kebaikan.

“Masjid menjadi tempat dalam menempah jiwa Islam secara sempurna dan ini yang dilakukan Baginda Rasulullah SAW dalam menyebar Islam diberbagai pelosok," ujarnya.

Tabiat Nabi Muhammad SAW yang kerap membangun masjid dalam penyebaran Islam menjadi tabiat Sultan Iskandar Muda yang senantiasa dilakukan dalam penyebaran Islam di Aceh hingga Terengganu, Malaysia.

Malahan ada salah satu adat istiadat yang dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda yaitu dengan tradisi meugang dengan memerintahkan pimpinan gampong untuk mendata orang miskin untuk diberikan santunan Rp 360 juta, untuk setiap orang dengan kur uang sekarang dalam setiap tahunnya.

Santunan itu diberikan oleh lembaga Baitul Mal kala itu.

Selain itu, Aceh maju dengan menerapkan Qanun Meu Kuta Alam dan Qanun Asyie.

Sehingga, Aceh kala itu dikagumi oleh dunia Eropa dan Asia, terutama Rusia dan Cina.(*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved