Perang Gaza

Kisah Perawat AS di Gaza yang Terenyuh dengan Penderitaan Anak Yatim Palestina Korban Bom

Anak kecil itu patah kakinya dalam serangan Israel yang menewaskan orang tua dan saudara-saudaranya di Kota Gaza, di Gaza utara, pada bulan Oktober.

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/MEE
Anak-anak pengungsi Palestina tidur di kandang ayam di sebuah peternakan tempat beberapa keluarga mengungsi. 

SERAMBINEWS.COM - Amy Leah Potter tidak akan pernah melupakan gadis berusia 9 tahun yang meratap kesakitan karena kakinya yang patah.

Dia pertama kali bertemu dengan anak yatim Palestina yang terlantar pada bulan Februari, di sebuah pusat perawatan kesehatan utama di kota pantai Al-Mawasi, di Gaza selatan.

“Dia menangis dan menjerit, ” kata Potter, seorang perawat Amerika yang bekerja dengan Médecins Sans Frontières (MSF) seperti dikutip dari laporan CNN.

Dia terus berkata, "Aku ingin mati. Biarkan aku mati."

Anak kecil itu patah kakinya dalam serangan Israel yang menewaskan orang tua dan saudara-saudaranya di Kota Gaza, di Gaza utara, pada bulan Oktober.

Baca juga: Sebut Haman dan Amalek, Netanyahu Sangat Berambisi Bunuh Pemimpin Hamas Yahya Sinwar

Kerabatnya yang masih hidup tidak memiliki akses untuk kruk atau terapi fisik – membuat cederanya yang parah bengkak dan kesakitan yang luar biasa.

Potter, yang mendirikan klinik yang dipimpin MSF merawat pasien yang dipindahkan di Al-Mawai dan mengunjungi Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir al-Balah, di Gaza tengah, mengatakan kepada CNN bahwa pemboman dan pengepungan Israel telah menghancurkan sistem medis.

Orang-orang Palestina yang terluka parah tidak dapat mengakses perawatan atau rehabilitasi yang menyelamatkan jiwa karena hampir tidak ada cukup peralatan atau obat-obatan.

Baca juga: Ini Perbedaan Tuntutan Hamas-Israel hingga Membuat Gencatan Senjata di Gaza Gagal Terwujud

Orang-orang yang dicintai dengan putus asa berebutd untuk menjaga kerabat yang terluka tetap hidup, sementara petugas kesehatan dipaksa untuk merawat pasien di lantai.

Yang lain tidak dapat melakukan panggilan darurat ke ambulans karena serangan Israel telah hancur jalur komunikasi.

“Paramedis kewalahan luar biasa. Juga tidak ada kemampuan nyata yang dapat diandalkan untuk meminta bantuan,” Potter menambahkan.

“Seluruh sistem kesehatan hilang. Itu tidak ada ...Rasanya kadang-kadang seperti kita menempatkan Band-Aid pada pemenggalan kepala.”(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved