Waduk
Luas Waduk Paya Nie Kutablang Bireuen Semakin Berkurang, Ini Salah Satu Solusinya
Pertemuan beberapa waktu lalu bertemakan “Restorasi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Paya Nie melalui pembentukan BUMDes Bersama” itu bertujuan untuk
Penulis: Yusmandin Idris | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Yusmandin Idris I Bireuen
SERAMBINEWS.COM, BIREUEN - Luas areal waduk Paya Nie, Kutablang Bireuen yang dikelilingi tujuh desa yaitu Desa Kulu Kuta, Gle Putoh, Buket Dalam, Paloh Dama, Paloh Raya, Paloh Peuradi, Blang Mee semakin berkurang, dulunya mencapai 300 hektare lebih, sekarang diperkirakan tinggal 262 hektar.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Aceh Wetland Foundation (AWF) Yusmadi Yusuf kepada Serambinews.com, Sabtu (25/5/2024). Berkurangnya luas waduk karena sebagian waduk yang dekat dengan perkampungan sudah beralih fungsi.
Disebutkan, beberapa waktu lalu masyarakat yang bermukim di lingkar waduk alam Paya Nie, Kutablang, Bireuen, sepakat untuk tidak merambah rawa Paya Nie tersebut dan tetap menjaganya sebagai waduk sumber air, sumber resapan air, objek wisata dan juga kepentingan bersama.
Ketegasan tersebut menjadi inti dari diskusi grup terfokus (FGD) di aula Bumdes Bersama, Kutablang Bireuen, ujarnya.
Pertemuan beberapa waktu lalu bertemakan “Restorasi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Paya Nie melalui pembentukan BUMDes Bersama” itu bertujuan untuk melestarikan Paya Nie sebagai sumber resapan air sekaligus menjadi sumber peningkatan ekonomi masyarakat dihadiri Camat Kuta Blang, Salamuddin SPd, Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Bireuen, Irwan SP MSi, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bireuen, Zulfikar.
Baca juga: Kadis: Hampir Semua Waduk di Bireuen Sudah Dangkal, Butuh Dukungan Pemerintah Aceh untuk Normalisasi
Walaupun sudah ada kesepakatan bersama, Yusmadi khawatir areal waduk akan terus berkurang karena belum ada satu produk hukum baik pemetaan resmi, batas waduk dan juga pegangan kepastian luas waduk.
Staf ahli bidang keistimewaan Aceh, SDM dan Kerjasama Pemkab Bireuen, dr Amir Addani M Kes saat melihat waduk tersebut, Sabtu (25/5/2024) mengatakan, hasil pertemuan FGD tersebut bersama notulen rapat tersebut menjadi pegangan awal, kemudian dilanjutkan dengan melakukan pertemuan lanjutan dengan dinas terkait antara lain Dinas Pertanahan Bireuen.
Menjawab Serambinews.com, mungkin pemetaan waduk ranahnya pemerintah provinsi atau pemerintah pusat, Amir Addani mengatakan, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab penuh terhadap kepemilikan waduk sebagai aset daerah.
“Apabila daerah membiarkan begitu saja tanpa upaya mengurus dan mendapatkan alas hak sama halnya membiarkan luas waduk terus berkurang dan bisa saja dimiliki pihak ketiga. Sudah banyak pengalaman aset daerah berpindah tangan dan akhirnya pemerintah daerah mengalah, salah satu contoh waduk Paya Kareung,” ujarnya.
Amir Addani menyarankan, para kepala desa, Camat Kutablang Bireuen, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bireuen, Dinas Pertanahan serta AWF harus proaktif mengawal agar pemerintah segera menetapkan waduk tersebut sebagai aset daerah, melakukan pemetaaan dan juga memiliki alas hak.
Dengan adanya alas hak berupa sertifikat resmi, maka aset akan terjaga dan luas juga tidak berkurang lagi, ujarnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.