Serambi Awards 2024
Ayahanda Waisul Qarani, Penggagas Berdirinya Dayah Darul Ihsan
Ayahanda Waisul Qarani, sosok yang berada di garda terdepan dalam menghidupkan kembali warisan Abu Hasan Krueng Kalee ini.
PERKEMBANGAN Dayah Darul Ihsan yang terlihat hari ini, sejatinya adalah panggilan hati nurani dari para cucu ulama besar Aceh Abu Hasan Krueng Kalee.
Atas beberapa masukan alumni dan ulama di Aceh pada awal 90-an, para cucu ulama Aceh ini, tergerak menghidupkan kembali lembaga pendidikan yang pernah tersohor pada masanya.
Adalah Ayahanda Waisul Qarani, sosok yang berada di garda terdepan dalam menghidupkan kembali warisan Abu Hasan Krueng Kalee ini.
“Ada banyak asbab, kami melanjutkan dan memugar kembali dayah yang pada awal berdirinya bernama Babul Ihsan ini,” ungkap Ayahanda Waisul Qarani.
Pertama, adalah panggilan jiwa ketika Nyak Moe (panggilan kepada istri pertama Abu Hasan Krueng Kalee, Tgk. Hj. Nyak Safiah di Siem), berucap, “awai di Meunasah Blang, rame ureung gab-gab dan lagak, jak beut keunoe (dulu, di Meunasah Blang, banyak orang hebat belajar kemari)”.
Menurut berbagai sumber, pada puncak kejayaannya, santri senior ini mencapai 200-300 orang.
Kedua, lokasi Dayah Darul Ihsan sekarang adalah tempat bermain Waisul Qarani, sejak kecil
sampai tumbuh remaja.
Ketiga, ketika Abu Krueng Kalee wafat pada 19 Januari 1973, tanah Meunasah Blang (nama sebutan Dayah Darul Ihsan masa itu), tidak dicantumkan da- lam daftar harta warisan yang dibagikan.
Lahan itu disebutkan masih milik umat untuk lembaga pendidikan.
“Atas dasar asbab itulah saya bertekad kuat melanjutkan lembaga pendidikan yang pernah dipimpin Abu Krueng Kalee ini,” ungkap Waisul Qarani.
Kala itu, Ayahanda Waisul tidak pernah membayangkan jika Darul Ihsan yang didirikannya kembali ini berkembang seperti hari ini.
“Saya hanya berkeinginan untuk menghidupkan kembali tempat mencari ilmu agama Islam, seperti yang dilakukan oleh Abu Hasan Krueng Kalee,” ujarnya.
Cita-cita mulia itu pertama sekali mendapat sambutan baik, ketika Ayahanda Waisul sebagai vendor PT Arun LNG, Lhokseumawe, tahun 1985.
Oleh PT Arun, pernah diberikan berupa perlengkapan tidur untuk santri.
Namun, ketika itu di Krueng Kalee belum ada yang bersedia menjadi penerus yang mumpuni.
Pada tahun 1987, Ayahnda Waisul kembali menggerakkan pemugaran dayah, namun belum berbuah hasil yang dicitakan.
Tak merasa lelah dan putus asa, sekalipun ada saja halangan, Ayahanda Waisul melakukan pembebasan lahan sejak tahun 1996-1997.
“Ketika itu murah, masih 11.000 Rupiah per meter. Bahkan ada juga yang wakaf. Alhamdulilah, atas bantuan banyak pihak, kita bisa meresmikan dayah ini pada tahun 1999,” kenang Ayahanda Waisul.
Awalnya, bidang pendidikan umum, Ayahnda Waisul berharap menginduk ke Dinas Pen- didikan.
Namun, para pimpinan ketika itu, Tgk Qusain Aly lebih memilih bergabung di bawah Kementerian Agama.
“Setelah mendapat dukungan dari pemerintah, Alhamdulillah mulai berdenyut kembali dengan santri 40 orang yang diundang dan diberikan beasiswa penuh,” ujarnya.
Roda pendidikan semakin berputar ketika Dayah Darul Ishan mendapat bantuan besar Menzil, Turki, pimpinan Sayyid Abdul Baki El Hüsaini, berkat arahan Tgk Muslim Daud, Lc.
Ayahanda Waisul bersama Dr. Tgk H Mutiara Fahmi, Lc, MA, dan Tgk Muslim Daud, Lc, diundang khusus ke Turki dan dipertemukan dengan pimpinan Menzil, Syekh Sayyid Abdul Baki El Hüsaini.
Ketika itu Sayyid Abdul Baqi mengarahkan para donator memberikan donasi, sehingga terkumpul sebesar Rp 10 miliar.
Menzil Turki juga mengirim sejumlah tenaga arsitek asal Turkiye untuk membangun asrama santri, antara lain Orhan, Yusuf, Atillah, Dursun, dan seorang guru bernama Abdullah Ismail Lov asal Dagestan Rusia yang mengajar kitab kuning dan menghidupkan thariqat Naqsyabandiyah.
Sejak itu, Darul Ihsan yang telah dilengkapi berbagai fasilitas, terus berkembang menjadi salah satu dayah favorit di Aceh.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.