Konflik Palestina vs Israel

Induk Instagram dan Facebook Resmi Umumkan Hapus Postingan Merendahkan Israel

Induk perusahaan yang menaungi Instagram dan Facebook yakni Meta mengumumkan akan menghapus postingan yang merendahkan Israel.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
Solen Feyissa/Pixabay
ILUSTRASI - Induk perusahaan yang menaungi Instagram dan Facebook yakni Meta mengumumkan akan menghapus postingan yang merendahkan Israel. 

SERAMBINEWS.COM - Induk perusahaan yang menaungi Instagram dan Facebook yakni Meta mengumumkan akan melarang ujaran yang merendahkan atau mengancam zionis Israel pada Selasa (9/7/2024).

Perubahan ini berarti unggahan di Facebook dan Instagram sekarang akan dihapus jika moderator menentukan bahwa unggahan tersebut menggunakan stereotip antisemit (anti-Yahudi).

"Stereotip antisemit atau mengancam jenis bahaya lainnya melalui intimidasi, kekerasan yang ditujukan terhadap orang Yahudi atau Israel dengan kedok menyerang Zionis," kata Meta dilansir dari Times of Israel, Rabu siang.

Baca juga: Tentara Israel Tewas Lagi, Ini Jumlah Total IDF yang Mati dalam Pertempuran di Gaza Palestina

Baca juga: Hampir Tiap Hari Militer Israel Tewas di Tangan Hamas saat Menjajah Gaza Palestina

Berdasarkan kebijakan ujaran kebencian Meta, pengguna tidak diperbolehkan menyerang orang berdasarkan karakteristik seperti ras, etnis, afiliasi agama, disabilitas, dan identitas gender.

Aturan yang ada sudah melarang penggunaan kata "Zionis" untuk merujuk kepada orang Yahudi atau Israel dalam dua situasi yang didefinisikan secara sempit, termasuk "ketika Zionis dibandingkan dengan tikus."

Meta mengatakan bahwa aturan tersebut tidak memperhitungkan berbagai cara orang menggunakan istilah tersebut.

 

 

Kepala IDF Lengser, Kecam Pemimpin Israel Gagal Kendalikan Kebrutalan

Sementara diberitakan sebelumnya, Kepala IDF Tepi Barat yang akan segera lengser, mengecam para pemimpin Israel karena gagal mengendalikan kebrutalan dan kekerasan terhadap warga Palestina.

Kepala Komando Pusat IDF yang akan lengser, Mayjen Yehuda Fox mengecam para pemimpin pemukim karena gagal mengekang kekerasan dan serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat dalam beberapa bulan terakhir.

Baca juga: Anggota Parlemen Senior Israel Keceplosan soal Pemerintahan Negaranya Tidak akan Berumur Panjang

 

Menurutnya, beberapa warga Israel telah mengadopsi cara musuh dengan melakukan kekerasan terhadap masyarakat Palestina di Tepi Barat.

Pernyataan itu disampaikan saat upacara serah terima kendali Komando Pusat kepada Mayjen Avi Bluth di markas besar IDF, Yerusalem, Senin (8/7/2024).

Dia mengatakan, meskipun sebagian besar pemukim Israel di Tepi Barat adalah warga negara yang bermoral dan taat hukum, dalam beberapa bulan terakhir kejahatan nasionalis muncul di bawah naungan perang.

"Kejahatan ini menimbulkan kekacauan dan ketakutan pada penduduk Palestina yang tidak menimbulkan ancaman apa pun," kata Fox dilansir dari Times of Israel, Selasa siang.

"Sayangnya, para pemimpin (pemukim) setempat, dan sebagian besar pemimpin agama, tidak melihat ancaman itu seperti kami," sambungnya.

Mereka menurutnya, terhalang dan tidak menemukan kekuatan untuk menentangnya secara terbuka.

Meskipun para pelakunya adalah minoritas orang Israel terhadap warga Gaza, para pemimpin yang diam dalam menghadapi kejahatan tersebut menimbulkan kritik terhadap semua pemukim.

“Menurut saya, ini bukan Yahudi. Setidaknya bukan Yahudi yang saya anut sejak kecil di rumah ayah dan ibu saya," kata Fox.

"Ini bukan jalan Taurat. Ini adalah mengadopsi jalan musuh," tambahnya.

Dikatakannya, kepedulian terhadap kehidupan warga sipil Palestina yang bekerja bukan hanya menjadi tanggung jawab komandan Komando Pusat berdasarkan hukum, dan bukan hanya nilai moral, tetapi juga melayani kepentingan keamanan Israel.

"Merupakan tanggung jawab saya untuk bertindak. Sayangnya, saya tidak selalu berhasil," ungkap Fox.

"Warga Israel dan Palestina berkendara di jalan yang sama dan hidup berdampingan. Meskipun saat ini menghadapi tantangan besar, kita harus menemukan cara yang tepat untuk menjamin kehidupan sipil yang meneguhkan," sambungnya.

Mengenai Otoritas Palestina (PA), Fox mengatakan, Kemampuan Komando Pusat untuk melaksanakan tugasnya juga bergantung pada keberadaan PA yang berfungsi dan kuat, dengan mekanisme keamanan yang efektif, menjaga hukum dan ketertiban.

"Secara proaktif merusak realitas keamanan di bidang ini membahayakan keamanan Negara Israel," kata Fox.

Para pemimpin pemukim di Knesset, khususnya Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, telah berulang kali berupaya melemahkan PA dengan dalih mengobarkan teror.

Fox yang pensiun setelah 36 tahun berkarir di militer itu, telah menghadapi kritik pedas dari para aktivis pemukim selama menjabat sebagai komandan regional.

Dia dituduh lebih memihak Palestina daripada pemukim.

Diketahui dalam beberapa bulan terakhir, telah terjadi insiden pemukim liar yang mengamuk di kota-kota Palestina dan komunitas pertanian.

Kekerasan pemukim meningkat setelah pembantaian 7 Oktober yang dilakukan oleh kelompok pejuang Islam Hamas di Israel selatan.

Pembantaian itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan 251 orang disandera. Meski demikian menurut lembaga pengawas, kekerasan sudah meningkat sebelum itu.

Netanyahu Terang-terangan Ingin Dirikan Pemerintah Sipil di Gaza

Sementara diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyampaikan ingin mendirikan pemerintah sipil di Gaza pasca-perang tanpa melibatkan Otoritas Palestina (PA).

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam beberapa minggu terakhir secara pribadi telah menarik kembali penentangannya terhadap keterlibatan individu-individu yang terkait dengan Otoritas Palestina dalam mengelola Gaza setelah perang melawan Hamas.

Hal ini sebagaimana disampaikan tiga pejabat yang mengetahui masalah tersebut kepada The Times of Israel, dilansir pada Selasa (2/7/2024).

Perkembangan ini terjadi setelah kantor Netanyahu selama berbulan-bulan mengarahkan lembaga keamanan untuk tidak memasukkan otoritas Palestina dalam rencana apa pun untuk pengelolaan Gaza pasca-perang.

Dua pejabat Israel itu mengatakan, perintah tersebut secara signifikan menghambat upaya untuk menyusun proposal realistis pasca-perang yang dikenal sebagai "hari setelahnya."

Secara terbuka, Netanyahu terus menolak gagasan kekuasaan otoritas Palestina atas Jalur Gaza.

Dalam wawancara yang dimuat Channel 14 minggu lalu, perdana menteri Israel itu tidak akan mengizinkan negara Palestina didirikan di wilayah pesisir tersebut.

"Tidak siap untuk memberikan [Gaza] kepada PA," ucap Netanyahu.

Sebaliknya, dia mengatakan kepada jaringan sayap kanan bahwa ia ingin mendirikan pemerintahan sipil di Gaza.

“Pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat dan mudah-mudahan dengan dukungan dari negara-negara di kawasan tersebut,” ucap Netanyahu.

Namun secara pribadi, para pembantu utama Netanyahu menyimpulkan, individu-individu yang memiliki hubungan dengan PA adalah satu-satunya pilihan yang layak bagi Israel jika ingin mengandalkan warga Palestina setempat untuk mengelola urusan sipil di Gaza pasca-perang.

Hal itu sebagaimana dikonfirmasi dua pejabat Israel dan satu pejabat AS selama seminggu terakhir.

“Warga Palestina Lokal adalah kode untuk individu yang berafiliasi dengan PA,” kata seorang pejabat keamanan Israel.

Dua pejabat Israel menjelaskan, individu yang dimaksud adalah warga Gaza yang digaji oleh PA yang mengelola urusan sipil di Jalur Gaza hingga Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007, dan sekarang sedang diselidiki oleh Israel.

Pejabat Israel lainnya mengatakan kantor Netanyahu mulai membedakan antara pimpinan PA yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dengan pegawai Otoritas Palestina tingkat bawah yang merupakan bagian dari lembaga yang sudah ada di Gaza untuk urusan administratif.

Otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dianggap belum secara terbuka mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved