Seminar Internasional Pahang-Aceh Bahas Nuruddin Ar-Raniry dan Sultan Aceh

Seminar ini merupakan kolaborasi antara Museum Negeri Pahang, Universitas Islam Antar Bangsa (IIUM), dan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry

Penulis: Muhammad Hadi | Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Seminar Internasional Pahang-Aceh Bahas Nuruddin Ar-Raniry dan Sultan Aceh 

Kuantan (Ar-Raniry) --- Salah satu kegiatan delegasi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry di Malaysia pada 18-22 Juli 2024 adalah Seminar Internasional Pahang-Aceh 2024 di Kutub Khanah Diraja Kompleks Muzium Diraja Sultan Ahmad Shah, di Kuantan Malaysia.

Seminar ini merupakan kolaborasi antara Museum Negeri Pahang, Universitas Islam Antar Bangsa (IIUM), dan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Kegiatan tersebut dibuka perwakilan pejabat dari Muzium Negeri Pahang, Puan Norhayati Adnan, dan Dekan Kulliyyah of Allied Health Sciences, Prof. Ahmad Aidil Arafat Bin Dzulkarnain.

Dalam Seminar Internasional tersebut turut menyoroti peran penting Sultan Iskandar Tsani dan Syekh Nuruddin Ar-Raniry dalam sejarah hubungan Aceh dan Pahang.

Empat pembicara utama hadir dalam seminar ini, dua di antaranya dari Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Baca juga: Kapan CPNS 2024 Sebenarnya Dibuka? Begini Penjelasannya, Link Buat Akun dan Contoh Soal

Muhammad bin Mohamad Idris, peneliti dari Muzium Pahang, membahas "Hubungan Aceh dan Pahang dalam Historiografi Melayu: Satu Bacaan Awal". Hermansyah MTh MHum dari UIN Ar-Raniry, memaparkan "Jalinan Kesultanan Aceh Darussalam dengan Kesultanan Pahang dalam Manuskrip dan Hikayat Aceh".

Sanusi Ismail MHum membawakan topik "Batu Aceh di Pahang: Jejak Hubungan Historis dan Kultural Aceh-Pahang". Sedangkan Dr Mohd Affendi bin Mohd. Shafri dari IIUM Malaysia mengulas "Al-Raniry dan Ilmu Perubatan di Alam Melayu: Sumbangan yang Tidak Didendang".

Dalam presentasinya, Hermansyah mengungkapkan bahwa Syekh Nuruddin Ar-Raniry Banda Aceh telah berada di Aceh sebelum Sultan Iskandar Tsani naik takhta Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1636 M. “Nuruddin Ar-Raniry kemungkinan telah menetap di Aceh lebih dari tujuh tahun, bahkan mungkin mencapai dua dasawarsa atau hampir mencapai 20 tahun,” ujarnya.

Bukti ini diperoleh setelah menelaah kembali kitab utama Nuruddin Ar-Raniry, "Bustanus Salatin". Hermansyah filolog Aceh yang juga Ketua Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam menjelaskan, “Nuruddin Ar-Raniry memiliki pengetahuan mendalam tentang peristiwa penting selama periode Sultan Iskandar Muda, termasuk detail peristiwa, nama tokoh, dan tanggalnya,” katanya.

Selain itu, Hermansyah menambahkan bahwa Sultan Iskandar Muda menaklukkan Pahang pada tahun 1617 M dan membawa ribuan orang ke Aceh, termasuk Sultan Iskandar Tsani yang masih kecil, dikenal sebagai Raja Husein. “Ada kemungkinan Nuruddin Ar-Raniry turut serta dalam rombongan ini, sehingga saat Iskandar Tsani menjadi Sultan Aceh, ia segera mengangkat Nuruddin Ar-Raniry sebagai Wadhi,” lanjutnya.

Seluruh karya Nuruddin Ar-Raniry yang mencapai lebih dari 33 judul kitab ditulis di Aceh. Antara karya utamanya seperti "Bustan As-Salathin", "Shirat al-Mustaqim", "Fathul Mubin", "Durr al-Fara’id", "Hayatul Habib" dan lain sebagainya yang masih ada dan dapat ditemui di Aceh.

Acara seminar setengah hari yang berlangsung di perpustakaan utama ini ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab, membahas berbagai temuan dan isu terkini terkait hubungan historis dan kultural antara Aceh dan Pahang.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved