Video
VIDEO Kisah Perantau Pidie, Mengungsi Saat Konflik, Kini Jadi Pengusaha Mie Aceh Intan di Bekasi
Berbekal ketekunan dan kesabaran, Mukhalat pelan-pelan mulai mendapatkan koneksi dan kepercayaan, terutama dari sesama perantau Aceh di Medan.
SERAMBINEWS.COM – Assalamualaikum Syedara Lon. Kali ini kita akan kembali membahas kisah inspiratif perantau asal Aceh.
Adalah Mukhalat, pria asal Beungga, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, yang menjadi sosok yang kita angkat kali ini.
Lahir di Beungga, 27 Februari 1980, Mukhalat melewati hari-hari yang sulit pada masa kecil dan remaja.
Kehidupan keluarganya yang pas-pasan, menempa Mukhalat untuk menjadi sosok mandiri sejak dini.
Hingga pada tahun 1999, ketika konflik Aceh sedang mendidih, Mukhalat yang kala itu masih berusia 19 tahun, terpaksa harus mengungsi bersama warga Kecamatan Tangse, akibat dari ekses kontak senjata di Tangse.
Mereka mengungsi ke Masjid Abu Beureueh, di Beureunuen, yang berjarak sekira 40 kilometer dari kampungnya.
Hampir dua bulan Mukhalat berada di kamp pengungsian. Ia hidup dalam segala keterbatasan.
Hingga suatu hari, dengan bekal beberapa helai pakaian dan uang seadanya, Mukhalat memutuskan berangkat merantau ke Medan, Sumatera Utara.
Sejak itu, Mukhalat memulai petualangannya di perantauan.
Berbekal ketekunan dan kesabaran, Mukhalat pelan-pelan mulai mendapatkan koneksi dan kepercayaan, terutama dari sesama perantau Aceh di Medan.
Setelah mendapatkan sedikit modal, dia pun memutuskan melanjutkan perantauan ke Jakarta.
Bertahun-tahun Mukhalat menjalani kerasnya kehidupan di ibukota.
Dia harus hidup berpindah-pindah dari satu pasar ke pasar lainnya.
Hingga akhirnya, Mukhalat berlabuh di Rawalumbu Kota Bekasi.
Di sini, dia mulai membangun usahanya sebagai pedagang mie aceh.
Mie Aceh Intan Bekasi, begitulah dia memberi nama warung mie aceh miliknya.
Ketika diwawancarai Serambinews.com pada, Selasa (20/8/2024), usaha warung Mie Aceh Intan Rawalumbu milik Mukhalat telah berkembang hingga memiliki 3 cabang, yaitu di Mutiara Gading, Summarecon (Kecamatan Bekasi Utara), dan di Tambun Jaya.
Berikut cerita Mukhalat tentang kisahnya berjuang melewati berbagai tantangan hidup hingga menjadi pengusaha Mie Aceh Intan di Bekasi, Jawa Barat.
Sejak kapan abang mulai merantau?
Saya pertama kali merantau pada tahun 1999. Waktu itu Aceh sedang dalam status darurat (Daerah Operasi Militer-red). Saat itu, kami masyarakat Tangse harus mengungsi ke Masjid Abu Beureueh di Beureunuen. Hampir satu tahun lamanya.
Anda juga ikut mengungsi atau langsung merantau?
Mengungsi dulu selama dua bulan. Karena kehidupan di kamp pengungsian sangat menyedihkan, saya memutuskan merantau ke Medan.
Naik bus apa?
PMTOH, saat itu PMTOH lah bus paling terkenal di Aceh.
Bagaimana dengan ongkosnya?
Saat itu, ongkos dari Beureunuen ke Medan, ya normal saja. Hanya dari Medan ke sini (Jakarta), itu yang agak berat. Karena saat saya pergi hanya berbekal baju dan celana saja. Tidak membawa tas sama sekali.
Lalu untuk ongkos dari Medan ke Jakarta ini bagaimana?
Kebetulan ada bekal uang Rp 50 ribu, saya sisipkan dalam celana karena takut di rampok. Uang itulah yang menjadi modal tiket saya dari Medan ke Jakarta. Kebetulan bus PMTOH yang saya tumpangi sudah agak tua, sehingga beberapa kali mogok. Butuh waktu seminggu baru sampai ke Jakarta. Saat bus mogok, saya ikut membantu awak bus, sehingga saya dianggap bagian dari mereka dan gratis makan selama perjalanan.
Saat itu, awak bus PMTOH juga banyak membantu dan memberikan kemudahan bagi orang Aceh yang ingin merantau.
Sampai di Jakarta, di mana tujuan pertamanya?
Di Klender (Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur). Di pasar Klender saya bekerja sebagai buruh dan berjualan sayur.
Berapa lama di Pasar Klender?
Sekira dua tahun. Setelah itu geser ke Mangga Dua, berjualan tas dan mainan anak-anak.
Sekira 4 tahun di Mangga dua. Saya pulang ke kampung (Tangse Aceh), untuk menikah.
Kemudian tinggal di kampung selama satu tahun, kemudian balik kembali dan langsung berjualan mie aceh di sini (Rawalumbu Bekasi). Itu sekira tahun 2010.
Saat itu, saya hanya menyewa rak senilai Rp 500 ribu per bulan.
Kenapa kasih nama Mie Aceh Intan?
Itu ada sejarahnya. Saat itu, setelah pulang dan menikah di kampung, saya sudah tidak punya apa-apa lagi. Hingga kemudian Allah memberikan rezeki berupa seorang anak perempuan yang saya beri nama Intan. Kelahiran anak ini menjadi berkah, karena banyak orang yang menjenguknya, hingga istri saya bisa menabung dan membeli 1 mayam (sekira 3,3 gram) emas. Inilah yang menjadi modal pertama saya membuka usaha mie aceh ini.
Saat ini sudah berapa cabang?
Sekarang sudah ada di empat tempat, di sini (Rawalumbu), Mutiara Gading, Summarecon (Kecamatan Bekasi Utara), dan di Tambun Jaya.
Sekarang sudah berapa anaknya?
Alhamdulillah sudah 3 orang. Yang pertama (Intan) sudah kelas 3 SMP di Pondok Pesantren Attaqwa Putri di Babelan Bekasi.
Editor: Aldi Rani
Narator: Dara Nazila
Baca juga: Dispersip Pidie, Terobosi Program Literasi ke Pusong, Daerah Pesisir di Ujung Kembang Tanjung
Baca juga: Pidie Terima 150 CPNS dan P3K Tahun 2024, Catat Jadwal Pendaftaran & Ini Persyaratannya
Baca juga: Mellani Antar Kursi Roda untuk Penderita Lumpuh di Pidie
Kisah Perantau Pidie
Pengusaha Mie Aceh Intan di Bekasi
Mie Aceh Intan
Serambinews
Serambi Indonesia
Mie Aceh
VIDEO - Berontak, Militer Israel Dituding Rencanakan Kudeta |
![]() |
---|
VIDEO Kupiah Meukeutop Aceh Terancam Gempuran Produk Massal |
![]() |
---|
VIDEO Prabowo Perintahkan Tampung 2 Ribu Warga Gaza di Pulau Galang |
![]() |
---|
VIDEO - Putra Netanyahu Tuduh Jenderal IDF Rencanakan Kudeta |
![]() |
---|
VIDEO UIN Ar-Raniry Kukuhkan 17 Guru Besar, Ini Daftar Nama Para Profesor dan Keilmuannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.