Konflik Palestina vs Israel

Yitzhak Brik Pensiunan Jenderal IDF: Israel Terancam Runtuh jika Perang Berlanjut

Israel terancam terpuruk dalam waktu kurang dari setahun jika Perang Gaza terus berlanjut, Kata Yitzhak Brik, Pensiunan Jenderal IDF.

Editor: Faisal Zamzami
tangkapan layar X
Israel terancam terpuruk dalam waktu kurang dari setahun jika Perang Gaza terus berlanjut, Kata Yitzhak Brik, Pensiunan Jenderal IDF. Ada beberapa masalah yang dihadapi Israel saat ini. Mereka menghadapi ekonomi yang sedang terpuruk, seruan global untuk boikot, pertikaian internal Israel, kekurangan pasukan, dan perang di beberapa wilayah, otoritas Israel terus menyabotase perundingan gencatan senjata yang dapat meredakan ketegangan regional. 

SERAMBINEWS.COM - Israel terancam terpuruk dalam waktu kurang dari setahun jika Perang Gaza terus berlanjut, Kata Yitzhak Brik, Pensiunan Jenderal IDF.

Ada beberapa masalah yang dihadapi Israel saat ini. Mereka menghadapi ekonomi yang sedang terpuruk, seruan global untuk boikot, pertikaian internal Israel, kekurangan pasukan, dan perang di beberapa wilayah, otoritas Israel terus menyabotase perundingan gencatan senjata yang dapat meredakan ketegangan regional.

 Mantan ombudsman tentara Israel, Jenderal cadangan Yitzhak Brik, mengatakan negaranya “menghadapi kehancuran dalam waktu kurang dari setahun” jika perang melawan perlawanan Palestina di Gaza dan perlawanan Lebanon di utara terus berlanjut dengan kecepatan seperti saat ini.

Dalam kolom opini yang diterbitkan Haaretz pada 21 Agustus, Brik mengklaim Menteri Pertahanan Yoav Gallant sudah mulai “sadar,” merujuk pada komentar terbaru Gallant di mana ia menyebut janji Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tentang “kemenangan total” di Gaza sebagai “omong kosong.”

“[Gallant] mulai memahami bahwa jika perang regional meletus karena kegagalan mencapai [kesepakatan gencatan senjata], Israel akan berada dalam bahaya,” kata Brik, seraya menambahkan bahwa “Gallant sudah memahami bahwa perang telah kehilangan tujuannya".

"Kita tenggelam dalam lumpur, kehilangan pejuang yang terbunuh dan terluka, tanpa peluang untuk mencapai tujuan utama.”

“Memang, negara ini sedang menuju depresiasi. Jika perang gesekan terhadap Hamas dan Hizbullah berlanjut, Israel akan runtuh tidak lebih dari setahun,” tegas mantan panglima angkatan darat itu.

Brik melanjutkan dengan menyebutkan banyak ancaman yang dihadapi Israel 10 bulan setelah kampanye genosida di Gaza, termasuk meningkatnya serangan di dalam wilayahnya, krisis tenaga kerja di angkatan darat karena kerugian yang besar , ekonomi yang runtuh diperburuk oleh seruan global untuk memboikot negara tersebut, kemungkinan embargo pengiriman senjata, dan "hilangnya ketahanan sosial dan kebencian antara bagian-bagian populasi, yang dapat memicu dan menyebabkannya runtuh dari dalam."

“Semua jalan politik dan militer membawa Israel ke lereng terjal … Israel telah memasuki putaran eksistensial, dan mungkin akan segera mencapai titik balik,” pungkas Brik.

Peringatan kerasnya muncul setelah sumber-sumber politik mengungkapkan kepada media Israel pada hari Kamis bahwa Netanyahu “ tidak mengubah posisinya” mengenai persyaratan kesepakatan gencatan senjata Gaza setelah berbicara dengan Presiden AS Joe Biden pada malam sebelumnya.

Negosiasi gencatan senjata akan dilanjutkan di ibu kota Mesir dalam beberapa hari mendatang tanpa kehadiran Hamas, karena kelompok Palestina tersebut telah menolak proposal baru yang didukung AS dan tetap bersikeras menuntut Israel untuk mematuhi persyaratan proposal sebelumnya yang disetujui pada tanggal 2 Juli, dengan mengatakan bahwa perundingan sepihak tersebut memberi Israel "lebih banyak waktu untuk mengabadikan perang genosida terhadap rakyat kami."

 

Mundur, Bos Intel Militer Israel Akui Kegagalan Cegah Serangan Hamas

Kepala intelijen militer Israel, Mayor Jenderal Aharon Haliva, yang akan mengakhiri jabatannya mengaku bertanggung jawab atas kegagalan negaranya dalam mempertahankan keamanan di perbatasan pada 7 Oktober 2023 saat serangan mematikan Hamas terjadi.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (22/8/2024), pengakuan itu disampaikan Haliva saat berpidato dalam seremoni pengunduran dirinya yang digelar pada Rabu (21/8) waktu setempat.

Haliva yang seorang veteran militer Israel selama 38 tahun ini mengumumkan pengunduran dirinya pada April lalu.

Dia merupakan salah satu dari sejumlah komandan senior Israel yang mengakui telah gagal memprediksi dan mencegah serangan paling mematikan dalam sejarah Israel tersebut.

"Kegagalan korps intelijen adalah kesalahan saya," ucap Haliva dalam pidatonya.


Dia kemudian menyerukan dilakukannya penyelidikan nasional "untuk mempelajari" dan "memahami secara mendalam" alasan-alasan yang memicu perang antara Israel dan Hamas, yang kini sudah berlangsung lebih dari 10 bulan.

Serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu telah sangat mencoreng reputasi militer dan badan intelijen Israel, yang sebelumnya dipandang tidak terkalahkan oleh kelompok bersenjata Palestina, termasuk Hamas.

Pada dini hari pada 7 Oktober tahun lalu, diawali dengan rentetan serangan roket besar-besaran, ribuan petempur Hamas dan kelompok militan lainnya menerobos pembatas keamanan di sekitar Jalur Gaza dan mengamuk di area-area komunitas Yahudi di selatan Israel.

Serangan Hamas itu mengejutkan pasukan keamanan Israel.

Sekitar 1.200 warga Israel dan warga negara asing tewas dalam serangan tersebut, dengan sebagian besar merupakan warga sipil. Lebih dari 250 orang lainnya diculik dan disandera di Jalur Gaza.

Dengan puluhan sandera dibebaskan selama kesepakatan gencatan senjata singkat pada November tahun lalu, militer Israel meyakini saat ini masih ada sekitar 109 sandera yang ditahan di Jalur Gaza, dengan sepertiganya diperkirakan sudah tewas.

Panglima Angkatan Bersenjata Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi, dan kepala badan intelijen dalam negeri Shin Bet, Ronen Bar, juga telah mengaku bertanggung jawab atas kegagalan mencegah serangan Hamas.

Namun keduanya masih tetap menjabat saat perang terus berkecamuk di Jalur Gaza.

Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, awal bulan ini, menyampaikan permintaan maaf atas serangan mematikan Hamas terhadap negaranya.

Permintaan maaf itu disampaikan Netanyahu dalam wawancara dengan majalah terkemuka TIME, setelah sebelumnya dia menolak untuk meminta maaf atas kegagalan keamanan saat serangan terburuk itu melanda Israel.

"Tentu saja, tentu saja. Saya meminta maaf, sedalam-dalamnya, bahwa hal seperti ini terjadi. Dan Anda selalu melihat ke belakang dan berkata, 'Bisakah kita melakukan hal-hal yang bisa mencegahnya?'" katanya.

Namun dalam pernyataannya itu, Netanyahu tidak secara eksplisit mengklaim tanggung jawab atas terjadinya serangan mematikan Hamas tersebut.

Baca juga: Patut Dicoba! Ini Sederet Makanan yang Bisa Tingkatkan Kemampuan Otak Menurut Dokter Zaidul Akbar

Baca juga: Jadikan Pedoman, Begini Cara Pengisian Nama yang Benar saat Mendaftar CPNS 2024

Baca juga: Polres Nagan Raya dan Brimob Polda Aceh Simulasi Sispamkota Pilkada 2024

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved