Jurnalisme Warga

Asyiknya Menonton Terbang Layang di Bandara Malikussaleh

Menyaksikan pertandingan terbang layang ini memang asyik dan sedikit mendebarkan tatkala sang atlet sudah berada dalam pesawat tanpa mesin (glider)

|
Editor: mufti
For Serambinews.com
Chairul Bariah  

CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNiki) dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen, melaporkan dari  Bandara Malikussaleh, Lhokseumawe

Pekan Olahraga Nasonal (PON) merupakan ajang paling bergensi dalam dunia olahraga di Indonesia yang dilaksanakan empat tahun sekali.

PON pertama digelar pada 8-12 September 1948 di Solo, Jawa Tengah.  Panitia saat itu diketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, walapun masa itu situasi masyarakat masih dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi sembilan cabang olahraga (cabor) dengan 13 kontingen, serta semangat olahraga menjadikan PON pertama ini sukses dan jadi tonggak sejarah persatuan dan perkembangan olahraga di Indonesia.

Pelaksanaan PON dari masa ke masa semakin berkembang dengan penambahan berbagai cabor dengan ribuan peserta, sehingga membutuhkan teknologi informasi untuk mempermudah pelaksanaan pertandingan dan pencatatan skor sebagaimana yang dilaksanakan pada PON XVIII di Riau pada tahun 2012.

Tahun 2024 merupakan PON XXI yang dilaksanakan di Aceh dan Sumatera Utara  dengan moto “Bersatu Kita Juara!”

Kedua provinsi ini memiliki maskot tersendiri. Untuk Aceh  maskotnya adalah Gajah Putih yang bernama ‘Po Meurah’ dengan menggunakan kupiah meukeutop melambangkan kekuatan, kesetiaan, dan persatuan.

Gajah pada zaman dahulu dijadikan kendaraan para sultan dan keluarga kerajaan.

Sementara itu, untuk Provinsi Sumatera Utara maskotnya adalah harimau sumatra bernama ‘Matra’, simbol kekuatran, energik, dan kepemimpinan.

Matra menggunakan tanjak Melayu, yaitu penutup kepala khas Melayu, lambang kehormatan yang patut dijaga, amanah, dan tanggung jawab.

Ulos Batak, kain  khas Sumatera Utara, merupakan simbol restu, kasih sayang,  dan persatuan. Sedangkan tampak gorga Batak merupakan seni hias masyarakat Batak Toba mewakili simbol religiositas dan kemakmuran. (Wikipedia).

Sebagai bagian dari masyarakat, saya dan suami turut menyukseskan dan mendukung pelaksanaan PON XXI ini. Kami secara khusus menyempatkan waktu untuk menyaksikan pertandingan terbang layang di Bandara Malikussaleh, Aceh Utara.  Cabang olahraga kedirgantaraan yang berlangsung di sini adalah paramotor dan terbang layang.

Untuk terbang  layang ada 14 nomor pertandingan yang dilombakan. Ketika kami tiba di lokasi acara sedang berlangsung. Jalan menuju Bandara Malikussaleh sebagai tempat pelaksanaan PON XXI dihiasi dengan berbagai umbul-umbul dan spanduk berlogo PON XXI dari berbagai sponsor. Hal ini semakin menambah semaraknya suasana.

Masyarakat datang beramai-ramai dengan membawa keluarga ke Bandara Malikussaleh. Ada yang membawa kendaraan pribadi baik roda empat maupun sepeda motor, ada juga yang mencarter kendaraan umum.

Pemandangan ini dapat dilihat di beberapa tempat parkir yang telah disediakan. Untuk kendaraan bus atau ukuran minibus jumbo diparkir sedikit jauh dari lokasi, sedangkan kendaraan roda dua berdekatan dengan bandara.

Kami memilih parkir di samping  lapangan yang digunakan untuk lokasi stan yang menjual berbagai produk hasil kerajinan dari beberapa UMKM dalam wilayah Aceh Utara dan Kota Lhokseumaswe.

Partisipasi dari pemerintah daerah juga dapat kita lihat dari stan berbagai dinas, di antaranya, Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dekranas, perbankan, dan lain-lain.

Setelah berjalan 200 meter akhirya kami sampai di pintu masuk  tempat lokasi terbang layang berlangsung. S0etiap pengunjung laki-laki yang membawa korek api  harus meningggalkannya di meja petugas, kemudian baru diizinkan masuk. Ribuan pengunjung telah memadati lapangan, ada yang duduk, ada yang berdiri, ada juga yang jalan-jalan saja.

Setiap pengunjung bebas menyaksikan pertandingan, tetapi untuk melihat lebih dekat kita dapat berdiri langsung di sisi bandara yang telah diberi pembatas.

Sesekali petugas bandara dan mobil patroli menegur pengunjung yang duduk melewati garis batas yang telah ditetapkan.

Menyaksikan pertandingan terbang layang ini memang asyik dan sedikit mendebarkan tatkala sang atlet sudah berada dalam pesawat tanpa mesin (glider) yang ditarik dengan tali ke udara oleh pesawat bermesin  yang bertugas.

Ketika ketinggian telah mencukupi dan udara stabil pesawat atlet dilepas kemudian terbang bebas sejauh mungkin dengan memanfaatkan arus udara panas (termal) untuk mempertahankan ketinggian.

Sistem penilaian terbang layang didasarkan pada ketepatan mendarat, jarak tempuh,  dan durasi penerbangan. Peserta yang mampu mendarat dengan presisi di titik yang ditentukan serta mencatat jarak terjauh dan waktu terlama di udara akan mendapatkan nilai tertinggi.

Pemilihan Bandara Malikussaleh, Aceh Utara  sebagai tempat berlangsungnya perlombaan terbang layang  karena kondisi geografis yang mendukung keberadaan arus udara panas yang stabil, ideal untuk penerbangan glider.

Warna-warni pesawat tanpa mesin ini juga menarik perhatian para penonton, Apalagi pada saat akan mulai terbang, masing-masing penonton memiliki jagoan, ada yang berteriak pasti menang! Pasti juara!

Peserta terbang layang  ini sudah mempersiapkan diri sejak 1 sampai 4 September 2024 lalu. Mereka berasal dari 14 provinsi, yaitu Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kemudian DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua, dan Kalimantan dengan 14 mata lomba cabang aerosport  dengan jumlah atlet 62. Mereka memperebutkan 14 medali emas.

Pertandingan telah dimulai sejak tanggal 6 September dan menurut jadwal akan berakhir pada 19 September 2024. 

Kesempatan untuk menyaksikan secara langsung perlombaan terbang layang di Aceh adalah kesempatan yang langka, maka tak heran tumpah ruah masyarakat dari berbagai daerah datang ke Bandara Malikussaleh untuk menyaksikan.

Suasana pagi menjelang siang itu udara tidak terlalu panas, kami pun selain menonton juga berjalan-jalan keliling lapangan sambil melihat-lihat dari kejauhan berbagai warna pesawat tanpa mesin milik kontingen peserta.

Sementara itu, di salah satu sudut di sisi bandara  sedang berlangsung pengumuman pemenang perlombaan paramotor.  Sorak sorai pendukung menjadikan suasana semakin meriah ketika MC  membacakan nama-nama sang juara yang menjadi favorit dari masing-masing penonton, dilanjutkan dengan foto bersama para juara dan ofisial.

Kemudian sebagian para juara  mengabadikan kenangan foto bersama di ‘photo booth’ yang telah disediakan di sisi barat lapangan. Kami pun menggunakan kesempatan ini untuk foto bersama mereka.

Tanpa terasa sudah hampir  pukul 12.00 WIB, informasi dari panitia  para penonton dipersilakan meninggalkan lokasi dan dapat kembali lagi pada pukul 14.30 WIB.

Kami kembali ke lokasi stan di luar area bandara untuk mencari suvenir yang berlogo PON XXI Aceh-Sumut 2024, tetapi setelah lelah berkeliling yang kami cari benar-benar tidak ada yang menjualnya. 

Jauh hari sebelum pelaksanaan PON saya sudah mengkhayal akan membeli ‘Po Muerah’ dan ‘Matra’  maskot PON yang saya impikan.

Akhirnya dengan rasa kecewa kami meninggalkan lokasi pertandingan terbang layang karena tidak ada satu pun suvenir kenang-kenangan PON XXI yang dapat kami bawa pulang. Paling tidak seharusnya adalah dijual boneka maskot PON Aceh-Sumut atau minimal ada gantungan kunci berlogo PON XXI Aceh-Sumut. Jangan sampai PON berlalu tanpa kenangan-kenangan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Adu Sakti

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved