Kasus Pengadaan Wastafel
Dugaan Korupsi Proyek Wastafel Rp 43 M, Advokat LBH Qadhi Malikul Adil Minta Polisi Usut Dalangnya
Hal ini mengakibatkan penyalahgunaan anggaran yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan mendesak saat pandemi...
Penulis: Jafaruddin | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Jafaruddin I Aceh Utara
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Kasus dugaan korupsi pengadaan tempat cuci tangan atau wastafel untuk sekolah di Aceh senilai Rp 43,7 miliar yang dialokasikan untuk penanganan pandemi Covid-19, kembali menjadi sorotan publik.
Proyek tersebut awalnya dirancang untuk membantu masyarakat, justru dipecah menjadi 390 paket kecil melalui mekanisme penunjukan langsung, diduga untuk menghindari proses lelang terbuka.
Hal ini mengakibatkan penyalahgunaan anggaran yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan mendesak saat pandemi.
Meski pihak kepolisian telah menetapkan tiga tersangka, banyak pihak mendesak agar penyelidikan lebih mendalam dilakukan untuk mengungkap siapa dalang utama di balik pemecahan proyek yang melanggar prosedur tersebut.
Advokat LBH Qadhi Malikul Adil Dr Bukhari MH CM menyatakan bahwa kasus ini tidak hanya melanggar norma hukum nasional tetapi juga melanggar prinsip-prinsip dasar dalam hukum Islam.
"Korupsi adalah pengkhianatan terhadap amanah publik. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang berlaku saat ini, yakni UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001, sangat jelas menyebutkan bahwa perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara adalah tindak pidana yang serius,” terang Dr Bukhari.
Lebih lanjut, dalam UU No. 19 Tahun 2019 yang merupakan perubahan terbaru terhadap UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penguatan penindakan terhadap korupsi semakin dipertegas. Beberapa pasal yang relevan antara lain:
Diantaranya kata Dr Bukhari, dalam Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001.
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar."
Kemudian dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001.
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar."
Dr Bukhari juga menambahkan bahwa korupsi yang terjadi di tengah kondisi darurat seperti pandemi merupakan kejahatan yang lebih berat, karena memanfaatkan situasi krisis untuk keuntungan pribadi.
"Dalam Islam, mengambil sesuatu yang bukan haknya, apalagi dalam situasi bencana, adalah dosa besar. Hal ini melanggar amanah yang diberikan oleh masyarakat kepada pejabat publik."
Usut Tuntas
Dari perspektif hukum, Dr Bukhari menegaskan bahwa kepolisian harus menindaklanjuti kasus ini dengan serius.
“Pemecahan proyek menjadi paket-paket kecil adalah modus korupsi klasik untuk menghindari proses lelang terbuka yang semestinya dilakukan. Pihak kepolisian harus dapat menelusuri aliran dana dan menemukan siapa aktor intelektual atau dalang utama di balik korupsi ini. Jangan hanya berhenti pada para eksekutornya,” katanya.
Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK menyebutkan bahwa KPK berwenang melakukan supervisi atas kasus-kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh lembaga penegak hukum lain.
Hal ini membuka peluang bagi KPK untuk mengawasi dan memastikan bahwa seluruh proses penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi wastafel ini dilakukan secara tuntas.
"Kepolisian harus menjalankan kewajibannya secara adil, tanpa pandang bulu, sesuai dengan prinsip equality before the law. Jika hanya aktor kecil yang dihukum, sementara dalang utama masih bebas, maka penegakan hukum tidak berjalan dengan baik,” tegas Dr Bukhari.
Dalam hukum Islam, prinsip keadilan sangat ditekankan, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an.
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil." (QS. An-Nisa: 58).
Masyarakat Aceh berharap agar penegakan hukum dalam kasus ini tidak hanya dilakukan pada level pelaksana di lapangan, tetapi juga menyentuh aktor-aktor yang mengambil keuntungan terbesar dari proyek korupsi ini. Keberhasilan dalam menangani kasus ini akan menjadi ujian bagi integritas sistem hukum dan pemerintah Aceh dalam memerangi korupsi.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.