Pilkada Kota Subulussalam 2024

Polisi Minta Pendemo di KIP Subulussalam Bubar, Kapolres: Aksi Saat Malam Hari Dilarang

Aksi massa pendukung pasangan balon Wali Kota Subulussalam ini memprotes keputusan KIP Kota Subulussalam Nomor 32 Tahun 2024.

|
Penulis: Khalidin | Editor: Saifullah
SERAMBINEWS.COM/KHALIDIN UMAR BARAT
Suasana demo di Kantor KIP Subulussalam usai penetapan pasangan calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam peserta Pilkada 2024, Minggu (22/9/2024) malam. 

Laporan Khalidin Umar Barat I Subulussalam

SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Kapolres Subulussalam, AKBP Yhogi Hadi Setiawan, SIK, MIK mengimbau massa pengunjuk rasa agar membubarkan diri lantaran aksi yang dilakukan pada malam hari tersebut dilarang.

Imbauan itu disampaikan Kapolres Subulussalam, AKBP Yhogi Hadi Setiawan kepada massa pendukung pasangan bakal calon (balon) Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam, H Affan Alfian Bintang, SE/Irwan Faisal, SH atau Bisa Jilid II, yang menggelar aksi unjuk rasa pada Minggu (22/9/2024).

Aksi massa pendukung pasangan balon Wali Kota Subulussalam ini memprotes keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam Nomor 32 Tahun 2024.

Unjuk rasa tersebut digelar terkait penetapan KIP Kota Subulusalam tentang penetapan pasangan calon peserta pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Tahun 2024.

Pasalnya, dalam putusan tersebut, KIP Kota Subulussalam hanya menetapkan tiga pasangan calon dari empat paslon yang mendaftar sebelumnya.

Satu pasangan yang tak ditetapkan sebagai calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam yakni, pasangan H Affan Alfian Bintang, SE/Irwan Faisal, SH yang diusung Partai Hanura, NasDem, PAN, PSI, dan PKN.

Pantauan Serambinews.com, massa pengunjuk rasa mulai bergerak ke Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam pada pukul 22.30 WIB.

Mereka dicegat oleh aparat keamanan yang berjaga di simpang jalan menuju Kantor KIP Kota Subulussalam, atau dekat Kafe Sultan.

Para pengunjuk rasa sempat berorasi menyampaikan protes atas putusan KIP Kota Subulussalam yang dinilai telah menzalami pasangan Bintang/Irwan.

Sebagaimana disampaikan Azhari Tinambunan atau Buyung Azhari. 

Menurutnya, putusan KIP Kota Subulussalam tersebut sarat dengan nusan politik dan penzaliman.

Mereka pun meminta agar dapat dipertemukan dengan Komisioner KIP Kota Subulussalam.

Buyung Azhari mengulas latar belakang lima Komisioner KIP Kota Subulussalam yang dipilih atau ditetapkan oleh partai politik di DPRK Subulussalam.

Setelah menyampaikan sederet protes oleh para pengunjuk rasa, mereka sempat menyatakan akan menginap di lokasi untuk menunggu bertemu dengan Komisioner KIP Kota Subulussalam.

Namun Kapolres Subulussalam, AKBP Yhogi Hadi Setiawan mengingatkan, jika aksi para pengunjuk rasa telah dilarang karena dilaksanakan pada malam hari.

Di sisi lain, Kapolres AKBP Yhogi mengaku bisa memaklumi perasaan yang dirasakan oleh massa. 

Namun, karena aksi di malam hari dilarang,  Kapolres Yhogi meminta agar massa dapat membubarkan diri.

Sebab, ulas Kapolres AKBP Yhogi, polisi berkewajiban untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta berjalannya tahapan Pilkada sebagaimana mestinya.

Polisi, kata AKBP Yhogi, tidak masuk dalam ranah putusan karena mereka hanya bertanggung jawab mengamankan pelaksanaan Pilkada dan keamanan di sana.

Dia meminta agar massa melakukan aksi di siang hari. 

Nanti, janji Kapolres AKBP Yhogi, massa akan difasilitasi bertemu dengan Komisioner KIP Subulussalam.

“Saya atas nama Kapolres Subulussalam memahami soal perasaan bapak/ibu, tapi karena aksi ini malam hari dilarang,” tutur Kapolres. 

“Jadi tolong nanti bubar, kalau mau menyampaikan unek-unek, silakan hadir dan lakukan di siang hari, besok akan saya fasilitasi untuk bertemu dengan Komisioner KIP,” jani Kapolres Yhogi.

Ada pun hal yang menjadi polemik di Pilkada Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam menyangkut Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 serta Qanun Aceh tentang Pilkada.

Masalah itu kini bukan hanya perbincangan di masyarakat, tapi juga media sosial (medsos).

 Hal yang dipertentangkan adalah tentang Pasal 211 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Dalam pasal itu disebutkan, bahwa Orang Aceh adalah setiap individu yang lahir di Aceh atau memiliki garis keturunan Aceh, baik yang ada di Aceh maupun di luar Aceh dan mengakui dirinya sebagai orang Aceh.

Definisi orang Aceh itu tersendiri sangat berbeda dengan definisi penduduk Aceh.

Disebutkan pada Pasal 212 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau Pasal 5 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

Di mana disebutkan bahwa penduduk Aceh adalah setiap orang yang bertempat tinggal secara menetap di Aceh tanpa membedakan Suku, Ras, Agama dan Keturunan.

Dalam ayat (2) nya disebutkan bahwa penduduk Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari orang Aceh dan para pendatang yang bertempat tinggal secara menetap di Aceh.

Kemudian pada ayat (3) disebutkan bahwa para pendatang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah orang yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).

Polemik Orang Aceh sesuai dengan Qanun Aceh ini kian kontroversi antara sesama pendukung calon Wali Kota di Subulussalam itu hingga memicu aksi unjuk rasa karena putusan KIP Subulussalam.(*)

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved