Kupi Beungoh

Uteun Adat Gunong Kubu dan Kisah Mistis Rimueng Teungku, Penjaga Hutan di Suwak Awe Aceh Barat Itu

Survei tersebut merupakan kerja sama antara Kementerian ATR/BPN Republik Indonesia dengan Universitas Syiah Kuala atau USK, Banda Aceh.

Editor: Mursal Ismail
SERAMBINEWS.COM/Handover
Dr Teuku Muttaqin Mansur, MH, Anggota Tim Survei Pusat Riset Hukum, Islam dan Adat (PRHIA) USK 

Jam menunjukkan pukul 09.15. Ini berarti 40 menit kami sudah menempuh perjalanan. 

Kami memutuskan berhenti sejenak di salah satu Mesjid di sisi kanan jalan. Rasa penasaran itu terjawab, setelah Riki mengatakan bahwa mesjid di daerah itu dari dulu sudah seperti itu. 

Riki mengaku tidak mengetahui pasti mengapa mesjid cukup berdekatan. 

Hal yang sama diungkapkan oleh Keuchik Suwak Awe, Muhammad Nasir setelah kami sampai di rumahnya Gampong Suwak Awe dengan jarak tempuh kira-kira 20 menit lagi perjalanan dari mesjid tempat kami berhenti tersebut. 

Mesjid-mesjid di daerah mereka berbasis gampong, satu desa satu mesjid, bukan berbasis mukim seperti di wilayah pesisir Aceh.

Konsep Mesjid per gampong ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut. 

Konsep ini berbeda dengan yang tertuang dalam Qanun Syarak Kerajaan Aceh, Mesjid didirikan berbasis wilayah kemukiman. Sejak kapan, dan apa filosofinya mesjid per gampong tersebut?

Merujuk Qanun Syarak Kerajaan Aceh, pendirian Mesjid mengikut pada wilayah mukim. 

Sementara, bangunan tempat ibadah di gampong, masa itu dikenal dengan meunasah. Berikut saya tuliskan redaksi dari transkripsi Qanun Syarak Kerajaan Aceh yang ditulis dalam bahasa arab jawi.

Dalam Fasal Bab Kedua Ayat Kedua Nombor Sepuluh

Yaitu bahwa diwajibkan oleh Qanun Syar’a Kerajaan, atas sekalian Keuchik-Keuchik masing-masing Kampung beserta Tuha Peut dan Imam Rawatib dengan Wakil Keuchik. 

Jumlah tujuh orang pada tiap-tiap kampung berhak memilih Imam Mukim, sebab tiap-tiap satu mukim itu satu Mesjid jum’at didirikan dengan Ijm’a mufakat ‘alim ulama ahlulsunnah-waljamaah. 

Maka tiap-tiap satu mukim ada yang lima meunasah dan ada yang tujuh Meunasah, dan ada yang delapan meunasah, dan sekurang-kurangnya tiga Meunasah menurut arif tempat masing-masing.

Barangkali karena pertimbangan tertentu, masyarakat kawasan itu membangun masjid di setiap kampung.

Bahkan, dalam konteks meunasah, mesjid jugalah sebagai pengganti meunasah. 

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved