Harta Kekayaan Tom Lembong Capai Rp 101,4 Miliar, Ini Perannya dalam Kasus Korupsi Impor Gula

Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 2019, harta kekayaan Thomas Lembong mencapai Rp 101,4 miliar.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/ Tatang Guritno
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengenakkan rompi tersangka dari Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kantor Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi impor gula di tahun 2015. (KOMPAS.com/ Tatang Guritno) 

SERAMBINEWS.COM - Harta kekayaan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, eks Menteri Perdagangan yang ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016, mencapai Rp 101 miliar.

Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.

"Setelah melakukan penyidikan dan menemukan bukti yang cukup, kami menetapkan TTL, Menteri Perdagangan periode 2015-2016 menjadi tersangka," ucap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, (29/10/2024).

 Thomas Lembong diketahui menjadi Menteri Perdagangan di Kabinet Kerja pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) sejak 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.

Thomas Lembong pernah menjadi Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN).

Thomas Lembong pernah mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya menyesal pernah menjadi bagian dari menteri di pemerintahan Jokowi.


Harta Kekayaan Thomas Lembong

Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 2019, harta kekayaan Thomas Lembong mencapai Rp 101,4 miliar.

Pada dokumen itu, tidak ada kepemilikan tanah dan bangunan yang tercantum pada LHKPN Tom Lembong.

Pun dengan alat transportasi dan mesin. 

Rincian harta kekayaan Tom Lembong yang pertama berasal dari harta bergerak lainnya yang mencapai Rp 180 juta.

Kategori ini biasanya mencakup aset-aset pribadi seperti perhiasan, barang seni, atau barang-barang berharga lainnya.

Lalu, Tom Lembong memiliki surat berharga senilai Rp 94,5 miliar.

Ini merupakan bagian terbesar dari harta kekayaan Thomas Lembong.

 Surat berharga ini dapat berupa saham, obligasi, atau investasi lainnya dalam pasar modal.

Di luar aset investasi, Thomas Lembong juga memiliki kas dan setara kas senilai Rp 2,09 miliar.

Kas dan setara kas ini menggambarkan uang tunai atau aset-aset lain yang mudah dicairkan.

Lalu dalam kategori harta lainnya, Thomas Lembong memiliki aset senilai Rp 4,76 miliar.

Harta lainnya sering kali mencakup aset yang tidak termasuk dalam kategori sebelumnya, seperti piutang atau investasi yang belum tercatat secara khusus.

Setelah menjumlahkan seluruh aset yang dimilikinya, kekayaan bruto Thomas Lembong tercatat mencapai Rp 101,57 miliar.

Di sisi lain, pada 2019, Thomas Lembong memiliki sejumlah utang dengan total Rp 86,89 juta.

Setelah dikurangi dengan utang, kekayaan bersih Thomas Lembong mencapai Rp 101,48 miliar.

Baca juga: Momen Tom Lembong Pakai Rompi Tahanan Ditahan Kejagung: Saya Serahkan pada Tuhan yang Maha Esa

Peran Tom Lembong dalam Kasus Korupsi Impor Gula

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2023.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar menyebut Tom memberikan persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta, PT AP, pada 2015 silam.

Padahal pada tahun tersebut, Indonesia dalam keadaan kelebihan stok gula.

 
"Bahwa pada 2015 berdasarkan rapat koordinasi antarkementerian, tepatnya telah dilaksanakan pada 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula. Sehingga tidak perlu impor gula," kata Abdul dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024).

"Akan tetapi pada 2015, Menteri Perdagangan yaitu saudara TTL, memberikan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP," sambungnya.

Ia menambahkan, gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih.

Menurut Abdul, berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan untuk melakukan impor gula putih adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Namun, kata dia, Tom Lembong justru mengeluarkan izin impor gula tersebut untuk perusahaan swasta.


"Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang telah dikeluarkan tersangka TTL, impor gula tersebut dilakukan oleh PT AP," jelasnya.

"Dan impor gula kristal mentah tersebut tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dai Kementerian Perindustrian, guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri," imbuhnya.

Abdul menuturkan, pada 28 Desember 2015, dilakukan rakor yang dihadiri oleh jajaran di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, salah satu pembahasannya adalah Indonesia kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton pada 2016.

"Pada bulan November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) memerintahkan staf senior manajer bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula," ungkapnya.

"Padahal, dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, seharusnya diimpor adalah gula impor putih secara langsung dan yang boleh melakukan impor tersebut hanya BUMN," imbuhnya.

Abdul mengatakan, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih tersebut sebenarnya adalah gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan, minuman dan farmasi.

"Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut padahal senyatanya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya, dengan harga Rp26 ribu per kilogram," ucapnya.

Di mana harga tersebut lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang saat itu Rp13 ribu per kilogram dan tidak dilakukan operasi pasar.

Ia menyebut PT PPI diduga mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah gula tersebut sebesar Rp105 per kilogram.

"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp400 miliar," tegasnya.

 

Baca juga: Dilantik Jadi Utusan Khusus Presiden, Berapa Gaji Raffi Ahmad, Fasilitasnya Setara Menterikah?

Baca juga: Usai Boikot Ballon dOr 2024, Pemain Real Madrid Ramai-ramai Kritik France Football

Baca juga: Mahasiswa FEBI IAIN Langsa Gelar Workshop Internasional Profesionalisme Pengelolaan Zakat dan Wakaf

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved