Mahasiswa Diminta Kawal Kebijakan Pemerintah Aceh Terkait Investasi dan Persoalan Konflik Lahan
Konflik lahan atau tanah bukanlah hal yang baru. Akan tetapi kasus tersebut telah terjadi puluhan tahun yang lalu.
SERAMBINEWS.COM - Koalisi NGO HAM Aceh bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Albulyatama Aceh, menggelar Fokus Group Discussion tentang penyelesaian konflik agraria dalam rangka pembangunan Aceh berkelanjutan.
Diskusi yang berlangsung di Kantin Kampus Abulyatama, Rabu (4/12/2024) itu menghadirkan tiga narasumber terkemuka, di antaranya M Nur dari Forbina, Usman Lamreung sebagai Pengamat Kebijakan, dan Khairil Arista dari Koalisi NGO HAM.
Diskusi diikuti oleh seratusan mahasiswa Universitas Abulyatama. Pada kesempatan tersebut M Nur menuturkan bahwa konflik agraria terjadi hampir di seluruh kabupaten di Aceh.
Baik itu konflik lahan antara masyarakat dengan perusahan perkebunan, perusahaan tambang, galian C, lahan pertanian maupun konflik warga dengan pemerintah.
"Dalam hal ini, masyarakat yang dominan menjadi korban dari hal tersebut," katanya.
M Nur menjelaskan, konflik lahan atau tanah bukanlah hal yang baru. Akan tetapi kasus tersebut telah terjadi puluhan tahun yang lalu, yang pada akhirnya penyelesaian tidak sesuai dengan harapan, terutama konflik antara warga dengan perusahaan atau pengusaha.
Ia mengakui, dirinya bukan tidak mendukung investasi di Aceh yang merupakan salah satu program pemerintah.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, selain mengedepankan hak dan kepentingan masyarakat, juga harus sesuai dengan tataruang yang ada, serta sesuai dengan Hak Guna Usaha (HGU) berdasarkan hasil kajian.
Baca juga: Milad GAM ke-48 Berlangsung Sederhana, Diisi Kegiatan Santunan Anak Yatim dan Doa Bersama
Baca juga: VIDEO Unggul di Pilgub Aceh, Tim BPA Mualem-Dek Fadh Ajak Semua Legowo
"Jangan kita menganggap investasi adalah segalanya, sehingga semua dijalankan atas kepentingan perusahaan atau kepentingan pemerintah, dengan mengabaikan kepentingan masyarakat sehingga masyarakat terusir dari tanah sendiri," ujar M Nur.
Pada kesempatan tersebut, M Nur juga mengajak mahasiswa untuk terlibat secara langsung, mengawal kebijakan pemerintah dan harus berpikir kritis.
Serta memiliki gagasan sehingga mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah yang berpihak kepada masyarakat sehingga konflik tersebut bisa diminimalisir.
Hal senada juga disampaikan oleh Usman Lamreung. Dia menyebutkan, Aceh memiliki lahan yang sangat luas, dengan potensi alam yang melimpah, seperti tambang, minyak dan gas.
Komunitas masyarakat yang hidup di area tambang, dikatakannya harus pergi karena terjadinya perampasan lahan oleh perusahaan.
"Konflik tanah terjadi karena persoalan investasi sehingga kita harus pergi meninggalkan rumah dan tanah kita", ujar Usman Lamreung.
Menurut Usman, hak-hak masyarakat diserobot yang seharusnya, disitulah pemerintah hadir untuk memperjuangkan hak masyarakat.
Akan tetapi pemerintah terlihat tidak tulusan secara sistematis, sehingga membuat masyarakat terusir dari tanahnya.
Baca juga: TNI-Polri Patroli Gabungan Antisipasi Gangguan Kamtibmas di Wilkum Langsa
Baca juga: Keputusan Undang-undang Darurat Militer Gagal, Apa yang Dipikirkan Presiden Korea Selatan?
Untuk itu, investasi perkebunan, gas, pertambangan, maupun wisata, yang menjadi legalitas masyarakat, harus ditetapkan.
"Jangan pada saat perjanjian pemerintah dengan perusahaan memasukkan lahan masyarakat sehingga konflik itu terjadi," tutur Usman Lamreung.
Usman juga menyebutkan, dalam tata kelola pertanahan belum ada kejelasan dalam hal ini, sehingga perlu peran mahasiswa di dalamnya untuk mendorong pemerintah melahirkan kebijakan pengelolaan pertanahan yang baik.
"Penting kita pahami bersama, ke depan apalagi pemerintah baru, tentu punya semangat baru dengan segala persoalan, kemiskinan termasuk juga investasi dan sebagainya," tuturnya.
Dalam hal ini, ia juga ikut mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis dalam mengawal kebijakan pemerintah serta proaktif menyuarakan kepentingan masyarakat.
"Sehingga seperti harapan kita bersama, persoalan konflik lahan di berbagai daerah di Aceh bisa terselesaikan dengan baik," harap Usman Lamreung.
Sementara itu, Direktur Koalisi NGO HAM, Khairil Arista mengungkapkan, berbicara konflik agraria harus dilihat dari kebutuhan masyarakat, karena nilai yang dibangun dari Hak Asasi Manusia (HAM).
"Tanah petani tujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi masyarakat sehingga secara peruntukan untuk kesejahteraan masyarakat," ujar Khairil.
Baca juga: VIDEO - Pidato Lengkap Muzakir Manaf Pada Peringatan Milad Ke 48 Gerakan Aceh Merdeka
Baca juga: Tingkat Partisipasi Pemilih di Aceh Besar Menurun Dibanding Pemilu 2024
Khairil juga mengakui, berbagai kasus konflik yang ada di berbagai daerah di Aceh tidak terselesaikan dengan baik.
"Ketika problem ini tidak terselesaikan dengan baik oleh pemerintah, maka yang dikhawatirkan hanya akan menguntungkan pihak pengusaha dan mengorbankan masyarakat," ucapnya.
Potensinya, lanjut dia, akan terjadi tindak kekerasan yang melawan hukum, karena masyarakat mengganggap tidak adanya keadilan, sehingga terjadinya tindak kriminal atas ketidaksadaran hukum dalam masyarakat.
"Keadilan masyarakat terabaikan akan berdampak kepada kemiskinan," pungkas Khairil.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.