Kisah Hidup

Perjalanan Hidup Khalid Muntadzar, Putra Aceh yang Mengejar Mimpi ke Negeri Maghribi

Masa-masa sekolah menjadi babak baru dalam hidup Khalid. Mulai dari SD hingga MAN 3 Banda Aceh, setiap jenjang pendidikan telah memberikan pengalaman.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Yeni Hardika
FOR SERAMBINEWS.COM
Khalid Muntadzar 

Perjalanan Hidup Khalid Muntadzar, Putra Aceh yang Mengejar Mimpi ke Negeri Maghribi

SERAMBINEWS.COM - Hidup bagaikan sebuah peta yang terbentang luas, penuh dengan tikungan dan persimpangan.

Setiap langkah yang kita ambil adalah sebuah pilihan yang akan membawa kita pada tujuan yang berbeda. Begitu pula dengan perjalanan hidup Khalid Muntadzar.

Lahir di Aceh setahun setelah peristiwa Tsunami 2004, Khalid telah menempuh banyak perjalanan yang tak pernah terduga. 

Setiap langkah yang ia lewati, setiap pilihan yang ia ambil, telah membentuk dirinya menjadi pribadi saat ini.

Hidup Khalid sejak dini diwarnai oleh kesederhanaan dan keterbatasan ekonomi keluarga.

Ayahnya seorang penjual minuman kemasan yang menjadi tulang punggung bagi tujuh jiwa.

Namun, kondisi yang demikian tidak pernah memadamkan Khalid untuk terus semangat belajar dan meraih prestasi.  

Masa-masa sekolah menjadi babak baru dalam hidup Khalid. Mulai dari SD hingga MAN 3 Banda Aceh, setiap jenjang pendidikan telah memberikan pengalaman yang berharga.

Sekolah tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadiannya. 

Selama 12 tahun bersekolah, Khalid aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, salah satunya menjadi ketua OSIM, MPK, dan banyak forum lainnya.

Ia uga dinobatkan sebagai duta baca. Prestasi demi prestasi juga berhasil diraih selama bersekolah di MAN 3. 

Ia Juara dalam berbagai kompetisi, baik di bidang keagamaan maupun akademik, seperti Olimpiade Geografi, juara kultum Dai Muda Se-Indonesia, Syarhil, Debat, Nasyid, dan berbagai juara lainnya.

Namun, di balik semua pencapaian tersebut, ada satu hal yang membuat kita bangga, yaitu selama bersekolah, ia selalu berusaha untuk mandiri secara finansial. 

Sejak kecil, Timur Tengah telah menjadi kiblat bagi jiwa petualangnya.

Bayangan menara-menara tinggi menjulang dan aroma rempah-rempah yang khas selalu membayangi imajinasi.

Namun ketika MAN, mimpi itu mulai pudar. 

Keterbatasan ekonomi dan keraguan akan kemampuan diri membuatnya ragu untuk mengejar cita-cita setinggi langit.

Meski berhasil meraih peringkat pertama di sekolah dan mendapatkan undangan dari beberapa perguruan tinggi, hatinya tetap bimbang. 

Pada akhirnya, Khalid memutuskan untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN) dan diterima di jurusan Manajemen Dakwah.

Namun, pertemuan khalid dengan seorang guru mengubah segalanya.

Gurunya membangkitkan semangat dan mendorongnya untuk meraih cita-cita yang lebih tinggi. 

Dikala Khalid sedang bersafari dakwah, informasi mengenai kuliah ke Maroko tiba-tiba muncul di hadapannya.

Tanpa pikir panjang, ia mengikuti tes seleksi tahap demi tahap.

Tes dilakukan secara offline dan mencakup berbagai materi. Saat itu, ia sedang melakukan safari dakwah ke berbagai daerah di Aceh.

Rasa lelah dan pesimis pun tak jarang menghampiri. Namun, di tengah segala keterbatasan dan ujian, iman kepada Allah SWT selalu menjadi lentera yang menerangi langkahnya.

Keyakinan bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Memberi selalu membara di dalam hati-nya.

Perjuangan panjang pun dimulai. Hari-hari Khalid dipenuhi dengan kegiatan dakwah dan belajar.

Perjalanan bolak-balik selama 10 jam antara tempat tes dan tempat dakwah menjadi rutinitas yang melelahkan. 

Namun, semua itu terbayar lunas ketika nama Khalid terpampang sebagai penerima beasiswa.

Sukacita yang tak terhingga memenuhi hati. Kegembiraan itu tak berlangsung lama.

Proses administrasi yang rumit dan biaya yang cukup besar nyaris membuat khalid menyerah. 

Di saat-saat terpuruk itulah, Allah SWT kembali menunjukkan keajaibannya. Banyak orang baik yang dengan tulus membantu dan mendukung Khalid.

Para guru di MAN 3 Banda Aceh, khususnya, memiliki peran yang sangat penting.

Mereka tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga membantu secara finansial.

Ketika bayang-bayang keberangkatan ke Maroko mulai jelas, sebuah tantangan besar menghadang.

Hatinya gundah, namun keyakinan akan pertolongan Allah membara. Dengan tekad bulat, Khalid memulai perjuangan. 

Proposal demi proposal ia susun dan sampaikan ke berbagai kantor. Setiap penolakan tak menyurutkan semangatnya, karena ia begitu yakin Allah akan membuka jalan.

Kejutan demi kejutan datang silih berganti. 

Ucapan selamat dan dukungan mengalir deras, hatinya penuh syukur atas limpahan kasih sayang dan dukungan yang tak terhingga.

Setiap ucapan selamat dan doa yang terucap, setiap donasi yang diberikan, dan setiap kepercayaan yang diamanahkan, adalah anugerah terindah dalam hidupnya. 

"Dengan tulus, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah menjadi bagian dari perjalanan ini," ungkapnya.

Perjalanan panjang menuju Maroko tak sekadar menempuh jarak geografis, namun juga perjalanan spiritual.

Khalid belajar bahwa mimpi takkan pernah mati selama kita terus berusaha dan berdoa.

“Dukungan orang-orang di sekitar menjadi bukti nyata bahwa kita tidak pernah berjalan sendirian. Keberhasilannya saat ini adalah buah dari kerja keras, doa, dan kolaborasi yang indah,” pungkasnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved