Kilas Balik Tsunami Aceh 2004

20 Tahun Tsunami Aceh - Jamaah Menangis saat Shalat Jumat Perdana di Masjid Raya Baiturrahman

Masjid Raya Baiturrahman, yang tetap berdiri kokoh meski dikelilingi kehancuran, menjadi saksi bisu bagi doa dan harapan warga Aceh. 

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Yeni Hardika
DOKUMEN HARIAN SERAMBI INDONESIA
Susilo Bambang Yudhoyono yang saat bencana tsunami melanda Aceh menjabat sebagai presiden RI ikut melaksanakan shalat Idul Adha 1425 Hijriah di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. (Serambi/Teguh Patria) 

20 Tahun Tsunami Aceh - Jamaah Menangis saat Shalat Jumat Perdana di Masjid Raya Baiturrahman

SERAMBINEWS.COM – Ribuan umat Islam di Ibukota Banda Aceh melaksanakan Shalat Jumat perdana di Masjid Raya Baiturrahman pada Jumat (7/1/2004), pasca-bencana gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh. 

Masjid Raya Baiturrahman, yang tetap berdiri kokoh meski dikelilingi kehancuran, menjadi saksi bisu bagi doa dan harapan warga Aceh. 

Meski belum sepenuhnya bersih dan masih diselimuti bau tak sedap, masjid kebanggaan rakyat Aceh itu mulai terlihat rapi berkat kerja keras ratusan aparat TNI/Polri, relawan, dan masyarakat yang membersihkannya agar bisa melaksanakan shalat jumat untuk pertama kalinya pasca-tsunami.

Arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Selasa 3 Januari 2005. Seorang pria khusyuk berdoa untuk puluhan ribu warga Nanggroe Aceh Darussalam yang meninggal akibat diterjang gelombang tsunami.
Arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Selasa 3 Januari 2005. Seorang pria khusyuk berdoa untuk puluhan ribu warga Nanggroe Aceh Darussalam yang meninggal akibat diterjang gelombang tsunami. (SERAMBINEWS.COM)

Tepat pada hari ini, Kamis, 26 Desember 2024, masyarakat Aceh mengenang tragedi dahsyat bencana gempa dan Tsunami yang melanda Aceh pada 2004.

Peristiwa ini menjadi tragedi bencana alam yang paling membekas dalam ingatan masyarakat Aceh.

Gempa yang berkekuatan 9,0 SR yang disusul gelombang tsunami setinggi 30 meter menghantam dataran Aceh, menimbulkan lembaran duka dalam sejarah Indonesia.

Ratusan ribu nyawa manusia menjadi korban dari bencana mahadahsyat abad ini.

Arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Senin 3 Januari 2005, menceritakan suasana pelaksanaan Shalat Jumat perdana pasca tsunami meluluh lantakan Kota Banda Aceh.

Artikel ini kembali diterbitkan untuk mengenang 19 tahun bencana Tsunami Aceh 2004, Selasa (26/12/2023).

Shalat Jumat Pertama di Baiturrahman, Sejumlah Jamaah Menangis

Untuk pertama kali setelah gempa dan gelombang tsunami menerjang Aceh, ribuan umat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) kembali melaksanakan Salat Jumat di Masjid Raya Baiturrahman, Jumat (7/1/2004).

Meski masih diselimuti oleh bau yang tak sedap, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr Dien Syamsuddin yang tampil sebagai khatib, sempat mengharukan ribuan jamaah, sehingga sebagian diantaranya sempat menitikkan air mata.

Sejak menjelang Jumat, ribuan warga sudah mulai bersiap siap mendatangi masjid bersejarah itu.

Ratusan diantaranya terlihat antre di tempat pengambilan wudhu.

Meski belum begitu bersih, tampilan anggun wajah masjid kebanggaan rakyat Aceh itu sudah mulai terlihat rapi.

Ratusan aparat TNI/Polri, relawan, serta masyarakat, memang bekerja keras dalam beberapa hari terakhir untuk membenahi masjid itu, agar dapat dipakai sebagai tempat Shalat Jumat, layaknya sebelum musibah ini terjadi.

Kondisi Masjid Raya Baiturrahman pasca diterjang gelombang tsunami.
Kondisi Masjid Raya Baiturrahman pasca diterjang gelombang tsunami. ()

Sekitar pukul 12.50 WIB, azan baru dikumandangkan.

Para jamaah yang duduk memenuhi masjid, terlihat amat beragam.

Selain warga Banda Aceh, juga terlihat sejumlah tamu, bahkan orang asing.

Dalam khutbahnya, Dien mengajak jamaah meningkatkan kesabaran, persatuan, kebersamaan, dan ketaqwaan.

Khususnya dalam menghadapai musibah yang telah merenggut ratusan ribu jiwa warga Aceh.

"Insya Allah, dengan kesabaran, kebersamaan, dan ketaqwaan, kita akan segera melewati musibah ini. Dan yakinlah, Allah SWT akan memberikan yang lebih baik," jelas Dien.

Usai Shalat Jumat, dilaksanakan shalat ghaib yang dipimpin Ketua Permusyawaratan Ulama NAD, Prof H Muslim Ibrahim.

Saat khutbah, sejumlah jamaah tampak terharu.

Bahkan ada yang sampai menggeleng-gelengkan kepala sambil memejamkan mata, bahkan ada yang menangis.

Usai shalat ghaib, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Alwi Shihab juga tampil membesarkan jiwa rakyat Aceh.

Di depan jamaah Alwi menyampaikan salam dari Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

"Beliau (Presiden Yudhoyono) berjanji akan terus memperhatikan pembangunan NAD agar bisa cepat pulih, dan bahkan bisa lebih baik dari kondisi sebelumnya," kata Alwi.

Pantauan Serambi, gempa besar dan gelombang tsunami, merusak sejumlah bagian masjid, namun tidak terlalu parah.

Bagian masjid yang rusak, dianataranya menara depan, dan sebuah menara yang menyatu dengan masjid. Beberapa bagian dinding juga terlihat retak.

Sementara, jam dinding yang terpampang di dinding bagian depan masjid masih menunjukkan pukul 08.48 WIB.

Jam dinding bebentuk bundar beraksara Arab itu memang sudah rusak.

"Jam itu rusak persis saat gempa itu terjadi. Jam itu dirusak oleh musibah ini," ungkap seorang jamaah

Penantian di Masjid Raya Baiturrahman

Pria setengah baya berkulit hitam duduk di bawah pohon di seberang Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.

Di pundaknya tersandang tas hitam. Matanya lurus memandang ke depan, ke arah lalu lalang kendaraan dan pejalan kaki.

Debu-debu pekat yang menyesakkan dari kendaraan yang lewat dan bau busuk yang menyengat tak dipedulikannya.

Sudah hampir setengah hari ia tak beranjak dari tempat duduknya.

Hanya sekali-kali terlihat menghisap cigaret.

"Menunggu anak saya Pak,” kalimat pendek itu keluar dari mulutya ketika ditanya apa yang dilakukannya saat itu.

Namun matanya masih terus lurus memandang ke arah lalu lalang kendaraan dan pejalan kaki.

"Saya sudah mencari kemana-mana anak saya tidak ada kabarnya. Saya nunggu di sini siapa tahu anak saya lewat," tambahnya pria yang mengaku bernama M Noor ini.

M Noor tinggal di Sigli, Kabupaten Pidie. Ia mengaku sudah enam hari di Banda Aceh untuk mencari anaknya Linawati (25).

Ia mengaku sudah tidak tahu lagi kemana untuk mencari anak satu-satunya.

la berharap dengan duduk di depan Masjid Raya Raya pusat kota Banda Aceh itu dapat menemukan anaknya.

"Siapa tahu dia lewat di sini," ujarnya pendek dengan pandangan tetap ke arah lalu lalang kendaraan dan pejalan kaki di depan Masjid Raya.

Penantianya di depan Masjid Raya itu sudah empat hari.

"Kami dua hari putar putar tidak ketemu. Terus nunggu di sini. Semoga nanti dia lewat, " harapnya dengan logat Aceh.

Anak satu-satunya M Noor yang ditunggu-tunggu itu tinggal di daerah belakang Masjid Raya.

Daerah itu termasuk salah satu daerah yang parah tersapu ombak tsunami dan gempa.

Banyak masyarakat yang tinggal di kawasan Itu yang meninggal dan tidak diketahui identitasnya.

"Dia tinggal di belakang masjid sana pak. Dari sinikan dekat. Saya nunggu dia lewat sini," tambahnya lagi.

M Noor tidak sendirian menunggu keluarganya yang hilang di depan Masjid Raya Baiturrahman.

Banyak warga yang melakukan hal yang sama dan dengan harapan yang sama, bisa ketemu keluarga atau sanak saudaranya yang belum diketahui nasibnya.

Mereka tak pernah bosan. Meski hari sebelumnya penantiannya sia-sia, tapi hari berikutnya diulanginya lagi.

Begitu setiap hari sejak gempa dan tsunami meluluhlantakan kota-kota Nanggroe Aceh Darusalam.

M Nazar (18) yang juga mengaku dari Sigli, Kabupaten Pidie. Ia setiap hari bolak balik Banda Aceh-Sigli dengan mengendarai sepeda motor.

Perjalanan sekitar empat jam la tempuh setiap hari. Sudah lima hari ia bolak-balik Banda Aceh-Sigli.

Nazar mencari emaknya dan adik-adiknya. Nazar tidak menyebutkan emak dan adik adiknya tinggal di mana.

Ketika ditanya ia kadang-kadang bengong.

"Gak tau,” jawabnya pendek ketika di mana mereka tinggal.

Nazar mengaku tidak sendirian. Ia selalu setiap hari datang bersama empat tetangganya yang juga sama-sama cari keluarganya dengan mengendarai dua sepeda motor.

"Saya pingin melihat mereka. Siapa tahu lewat sini,” tuturnya.

Nazar dan teman-temannya memang tidak nongkrong seharian di depan Masjid Raya.

Sesekali pergi ke bekas banjir dan reruntuhan.

Tapi waktu yang paling banyak adalah dihabiskan untuk menunggu di depan Masjid Raya.

Mereka sangat berharap dapat berjumpa sanak keluarganya yang hilang di depan Masjid Raya.

Mereka harap orang yang di cari lewat di jalan depan masjid.

Banyak hal-hal nyeleneh yang dilakukan orang yang menanti sanak saudara di depan masjid tersebut.

Seperti yang dilakui Sapi'i (50). Anaknya tinggal di Sabang sekarang belum diketahui nasibnya.

Ia tidak pergi ke Sabang untuk mencarinya, tapi justru ia datang depan masjid untuk menunggu anaknya.

"Ongkos kesanan Sampai Rp 75 ribu, saya tidak ada uang. Kalau ke sini hanya lima ribu. Saya datang sini saja, siapa tahu dia lewat di sini," ujarnya ketika kenapa tidak mencari anaknya ke Sabang.

Sapi’i  sudah dua hari menunggu anaknya di depan Masjid Raya Baiturrahman. (*)

(Arsip Serambi Indonesia/Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved