20 Tahun Tsunami Aceh

Dua Dekade Tsunami: Isak Tangis dan Harapan di Kuburan Massal Ulee Lheu

Mereka tak kuasa membendung air mata ketika membacakan surah Yasin kepada anggota keluarga mereka yang meninggal

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Amirullah
SERAMBI/INDRA WIJAYA
Warga menaburkan bunga dan membaca surah Yasin saat berziarah di kuburan massal Ulee Lheu, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Kamis (26/12/2024). 

Sebab, 2004 silam, masyarakat sangat awam apa itu bencana tsunami. "Hikmahnya kita ambil. Pasti masyarakat kini sudah memahami mitigasi bencana," ucapnya.

Sementara itu Evana salah umat kristiani yang berdomisili di Gampong Keudah, mengaku bahwa ibu dan ayahnya menjadi korban tsunami 2004 silam. Saat kejadian ia sedang berada di Medan. Dimana dihari itu rencananya ia akan bertolak ke Aceh.

Namun, saat itu ia ketinggalan pesawat di Bandara Polonia Medan. Informasi bencana tsunami itu ia ketahui berkat siaran di media televisi. Beberapa hari setelah kejadian, ia baru bisa mendaratkan kaki di bumi Serambi Mekkah dan langsung mencari jasad keluarganya. 

Berhari-hari mencari namun ayah dan ibunya tak kunjung ditemukan. Hingga batinnya merasa bahwa jasad keluarganya ikut disemayamkan di kuburan massal Ulee Lheu bersama korban tsunami lainnya.

Peristiwa kelam tersebut seakan menjadi pengingat dan sejarah bagaimana bencana dahsyat tersebut terjadi. Meski setiap peringatan diwarnai isak tangis yang tak terbendung, bencana tersebut melahirkan harapan akan pentingnya mitigasi bencana dan menjadi gambaran bagaimana masyarakat Aceh dapat bangkit dengan cepat ditengah keterpurukan.

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved