Menguji Program Mualem-Dek Fadh Soal Infrastruktur Dasar untuk Disabilitas
Tafsir dari bermartabat itu salah satunya adalah memuliakan semua anak-anak bangsa, baik itu perempuan, anak-anak dan minoritas lainnya...
Penulis: Sara Masroni | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Sara Masroni | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pasangan Muzakir Manaf dan Fadhlullah (Mualem-Dek Fadh) dalam visi misinya menyebutkan, masalah infrastruktur dasar untuk kaum marjinal menjadi salah satu prioritas pembangunan, termasuk di dalamnya untuk anak, kaum perempuan dan disabilitas.
"Visi kita kan Aceh yang Islami, maju, bermartabat dan berkelanjutan. Tafsir dari bermartabat itu salah satunya adalah memuliakan semua anak-anak bangsa, baik itu perempuan, anak-anak dan minoritas lainnya, termasuk pembangunan infrastruktur terhadap kelompok disabilitas," kata Tim Penyusun Visi Misi Mualem-Dek Fadh, Dr Fajran Zain saat dihubungi Serambi, Rabu (1/1/2025).
"Nanti pelan-pelan, bahkan masjid-masjid ramah kelompok disabilitas," tambahnya.
Sementara Program Manager Children and Youth Disabilities for Changes (CYDC), Erlina Marlinda mengatakan, pembangunan infrastruktur dasar termasuk dengan aksesibilitas para disabilitas.
Dia mencontohkan, bahkan kantor-kantor pemerintahan masih hampir semua belum ramah disabilitas seperti tidak adanya fasilitas ramp atau bidang miring, kemudian handrail (pegangan ramp), lift hingga toilet khusus disabilitas.
“Apakah infrastruktur yang inklusif masih menjadi penting atau prioritas bagi teman-teman disabilitas, tentunya itu menjadi penting. Dan kita berharap menjadi prioritas,” kata Erlina saat dihubungi Serambi, Senin (30/12/2024).
Dikatakannya, ketika infrastruktur tidak aksesibel maka penyandang disabilitas tidak bisa berpartisipasi secara penuh dalam pembangunan.
Sejauh ini menurutnya, Aceh secara infrastruktur masih belum inklusif. Dia mencontohkan, Banda Aceh saja yang sudah mulai memenuhi aksesibilitas untuk semua orang dalam pembangunan Infrastruktur, namun masih jauh dari standar universal design.
Dia mencontohkan halte Trans Koetaradja. Walau sudah ada ramp (bidang miring) tetapi tidak bisa digunakan secara mandiri oleh para penyandang disabilitas karena masih terlalu curam, keramiknya terlalu licin, hingga tangga yang tidak sama tinggi.
“Handrail (pegangan ramp), kemudian juga dari halte menuju ke Trans Koetaradja juga belum ada jembatan penghubung dan sebagainya,” ungkap Erlina.
Program Manager CYDC itu juga mengungkapkan, di sisi lain guiding block atau jalur pemandu disabilitas netra yang sudah hampir di semua jalan protokol, namun dalam penempatannya masih belum tepat.
“Contoh misalnya di jalan Seulawah, itu guiding blocknya Itu masih diputus oleh tutup got, kemudian masih ada batu bulat-bulat kayak bola raksasa itu, sehingga menghambat tuna netra untuk bisa berjalan dengan mandiri,” ungkap Erlina.
“Kemudian juga seperti di Jalan Pocut Baren tepatnya di depan MAN Model, lebarnya yang terlalu kecil hingga masih ada tiang di jalur guiding block. “Itu Kursi roda sudah pasti gak bisa lewat dan sebagainya,” tambahnya.
Menurut Erlina, beberapa bangunan yang mulai ramah disabilitas seperti Kantor Gubernur Aceh hingga Suzuya Mall Setui, Banda Aceh. Untuk itu, dia mengharapkan, pemimpin ke depan dapat memperhatikan pembangunan infrastruktur yang inklusif khusus untuk disabilitas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.