Internasional

Menlu Jerman dan Prancis Kunjungi Suriah, Tawarkan Awal Baru untuk Hubungan Eropa dan Suriah

"Perjalanan saya hari ini bersama rekan saya dari Prancis dan mewakili Uni Eropa, adalah sinyal yang jelas kepada rakyat Suriah, awal politik baru

Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Amirullah
Jerusalem Post
Muhammad Al Bashir, Perdana Menteri transisi Suriah yang baru diangkat, berbicara selama operasi ofensif terhadap Assad pada 5 Desember 2024. 

SERAMBINEWS.COM- Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock dan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot melakukan kunjungan ke Suriah pada hari Jumat (3/1/2025), untuk bertemu dengan penguasa baru negara tersebut, Ahmed al-Sharaa.

Kunjungan ini dilakukan mewakili Uni Eropa, dan menjadi langkah penting setelah lebih dari satu dekade konflik di Suriah yang melibatkan kekuasaan Presiden Bashar al-Assad.

Dilansir dari kantor berita Reuters pada Jumat (3/2/2025), Baerbock mengungkapkan bahwa tujuan perjalanannya adalah untuk memberi sinyal positif kepada Suriah dan rakyatnya bahwa ada potensi untuk memulai hubungan politik baru antara Eropa dan Suriah, khususnya antara Jerman dan Suriah.

"Perjalanan saya hari ini bersama rekan saya dari Prancis dan mewakili Uni Eropa, adalah sinyal yang jelas kepada rakyat Suriah, awal politik baru antara Eropa dan Suriah, antara Jerman dan Suriah, itu mungkin," kata Baerbock dalam pernyataannya sebelum berangkat.

Selain bertemu dengan Sharaa, Baerbock dan Barrot juga melakukan pertemuan dengan berbagai perwakilan masyarakat sipil Suriah.

 Mereka juga mengunjungi kompleks penjara Sednaya, yang terkenal sebagai penjara paling menakutkan di Suriah.

Semenjak menggulingkan Assad, kelompok pemberontak Islamis yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dipimpin oleh Sharaa, telah berusaha meyakinkan negara-negara Arab dan komunitas internasional bahwa mereka akan memerintah atas nama semua rakyat Suriah dan tidak akan mengekspor revolusi Islamis.

 Meski demikian, ideologi dan latar belakang HTS yang sebelumnya berafiliasi dengan kelompok teroris seperti Al-Qaeda dan Negara Islam (ISIS) masih menjadi perhatian bagi banyak pihak.

Baerbock mengakui masa lalu HTS, namun juga menyatakan bahwa kelompok tersebut kini menunjukkan keinginan untuk bersikap lebih moderat.

 "Kami tahu dari mana HTS berasal secara ideologis, apa yang telah dilakukannya di masa lalu," ujar Baerbock. "Tetapi kami juga mendengar dan melihat keinginan untuk moderasi dan pemahaman dengan aktor-aktor penting lainnya," tambahnya, mengacu pada pembicaraan dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang bersekutu dengan Amerika Serikat.

Baerbock menegaskan komitmen Jerman dan mitra internasionalnya untuk memastikan bahwa urusan internal Suriah tidak terganggu oleh pengaruh luar, dan bahwa Suriah dapat kembali menjadi anggota yang dihormati dalam komunitas internasional.

 Ia juga mengimbau Rusia untuk menarik mundur pasukan militernya dari Suriah, sebagai langkah untuk mendukung stabilitas negara tersebut.

Tujuan utama dari kunjungan ini, menurut Baerbock, adalah agar Suriah dapat kembali menjadi negara yang dihormati di mata dunia internasional, dengan proses rekonsiliasi yang melibatkan semua pihak.

 "Tujuan kami adalah agar Suriah sekali lagi menjadi anggota yang dihormati dalam komunitas internasional," tutup Baerbock.

Kunjungan ini juga menandai pertama kalinya menteri luar negeri dari Uni Eropa mengunjungi Suriah sejak pemberontak merebut Damaskus pada Desember 2024, yang mengakhiri lebih dari 13 tahun pemerintahan Bashar al-Assad.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved