Jurnalisme Warga
Kehidupan Petani di Pedesaan Thailand: Tak Ada Lahan Tidur, Ternak Dikurung, Semua Rumah Punya Mobil
Walaupun warga perkampungan di Jala mayoritas bekerja sebagai petani, tetapi mereka memiliki mobil di setiap rumahnya.
Oleh: Alvi Azkia Hasan (Siswa SMA Negeri 11 Lueng Bata Banda Aceh melaporkan dari Thailand)
Pada liburan pergantian tahun 2024 ke 2025, saya bersama ayah pergi bertamasya ke negara jiran. Tamasya kali ini benar-benar terasa berbeda dari tamasya tahun-tahun sebelumnya. Kali ini kami berkeliling ke dua negara tetangga, yaitu Malaysia dan Thailand.
Kami berangkat tamasya melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Banda Aceh. Kami mengambil penerbangan pagi hari dengan menumpang pesawat Air Asia dengan harapan dapat pergi ke KLCC atau menara kembara di Kuala Lumpur sebelum naik bus ke Negeri Kedah.
Ayah saya kuliah di Negeri Kedah. Pada malam hari kami berangkat ke Kedah dengan bus express agar ayah dapat saweu kampus terlebih dahulu sebelum kami pergi ke Thailand.
Ternyata tiket bus malam itu untuk tujuan Kedah sudah terjual semua. Ini adalah hal biasa di Malaysia tatkala musim liburan tiba.
Akhirnya, kami pun terpaksa membeli tiket bus tujuan Hatyai Thailand dan turun di Kedah, tepatnya di Terminal Changloon, kota perbatasan Malaysia - Thailand.
Bus di Malaysia sangat bersih, nyaman, wangi, tak ada yang merokok. Larangan merokok terpampang dimana-mana. Mereka sadar bahwa merokok itu adalah sumber penyakit dan hanya untuk orang bodoh.
Sopir menyetir bus dalam kondisi nyaman, stabil, tak ugal-ugalan dan balap-balapan, walau jalan sangat mulus dan lurus. Nyaris tak pernah terdengar suara klakson.
Kami pun tertidur lelap dalam bus laksana di kamar tidur karena bangku dapat direbahkan dengan leluasa. Kami dibangunkan kondektur tatkala sampai di Kota Changloon, Negeri Kedah, menjelang subuh.
Di terminal Bandar Changloon kami dijemput oleh Bang Aulia dan Bang Muliadi, dua mahasiswa penerima beasiswa double degree program magister asal UIN Ar-Raniry yang sedang belajar di Kedah. Kedua mahasiswa asal Aceh ini membeli mobil sedan untuk keperluan transportasi di selama kuliah di Malaysia.
Jalan Kaki ke Thailand
Setelah dua hari di Kedah, kami memutuskan untuk pergi ke Thailand. Kebetulan ada warga negara Thailand yang sudah menjadi ibarat keluarga bagi kami karena anaknya nyantri di salah satu dayah ternama di Aceh Besar dan dia tinggal bersama kami kala musim liburan tiba.
Kami masuk Thailand melalui gerbang internasional Bukti Kayu Hitam. Kami berjalan kaki dari gerbang imigrasi Malaysia ke gerbang imigrasi Thailand.
Terlihat beberapa turis lain juga ikut berjalan kaki ke Thailand. Lumanyan jaraknya, keluar keringat juga karena teriknya matahari siang itu.
Kami keluar dari gerbang imigrasi Thailand dan dijemput oleh Mr Sayooti Samoh dan Mr Mukhlis. Kami pun naik mobil sedan milik mereka dan langsung menuju Kota Wisata Hatyai.
Jarak Hatyai dengan Kedah sangatlah dekat, hanya 1 jam perjalanan menggunakan mobil. Hatyai merupakan salah 1 kota wisata ternama di Thailand. Turis di kota ini dinominasi oleh orang Malaysia dan bule Eropa.
Mobil-mobil dan sepeda motor berpelat Malaysia sangat mudah ditemui di Kota Hatyai, layaknya mobil pelat BK yang mudah ditemui di Kota Banda Aceh.
Jalan Mulus dan Lebar
Setelah berkeliling Hatyai, kami pergi ke rumah Mr Sayooti di Lidon, Provinsi Yala, Thailand Selatan. Jarak Yala dari gerbang perbatasan Bukit Kayu Hitam sekitar 2 jam perjalanan dengan mobil.
Jalan nasional di sana sangat lebar dan mulus. Jalan nasional rata-rata berjalur dua, seperti standar tol, tapi tak perlu bayar. Pengendara juga tak perlu khawatir adanya gerombolan lembu atau kambing di jalan raya.
Saat sampai di Lidon kami disambut hangat oleh keluarga Mr Syaooti dan penduduk di sana. Ramah dan memuliakan tamu (peumulia jamee) adalah ciri khas penduduk Yala.
Thailand Selatan adalah kawasan di Thailand yang berbatasan dengan Semenajung Malaysia. Thailand Selatan dihuni oleh mayoritas etnik Melayu yang beragama Islam.
Penduduk Thailand Selatan dapat berbicara bahasa Melayu (walau agak beda dengan Melayu Tamiang dan Malaysia) serta berbicara dan menulis aksara Thailand.
Ngopi ala Kampung di Warkop
Kami menginap di rumah Mr Sayooti di Yala. Kami tak menyia-nyiakan kesempatan tinggal perkampungan di Thailand.
Pagi-pagi kami pergi ngopi karena ada warkop di kampung itu. Warkop di sana menyediakan air panas dalam ceret kecil di setiap meja. Air panas itu tak perlu bayar.
Warga Thailand sangat senang berjumpa dengan kami. Mereka baik dan ramah. Berbicang dengan kami, baik di warung kopi, pasar, sekolah maupun di masjid.
Warga Thailand Selatan sangat ramah. Kami sering diundang makan di rumah orang kampung, diberikan oleh-oleh, bahwa ada yang memberikan salam tempel dengan uang Baht.
Mereka sangat senang mendengar nama Aceh. Warga di sana sangat ingin pergi ke Aceh. Maka wajar banyak pelajar asal Thailand yang belajar di kampus atau di pondok pesantren di Aceh.

Negara Pro Petani
Seperti pemerintah Negara Thailand pro petani. Walaupun warga perkampungan di Jala mayoritas bekerja sebagai petani, tetapi mereka memiliki mobil di setiap rumahnya. Bahkan ada rumah yang memiliki dua sampai tiga unit mobil.
Menurut kabar yang kami dapatkan, khusus mobil yang memiliki bak belakang atau pick up (seperti double cabin) pajaknya sangat rendah. Mungkin hal ini bertujuan untuk mendukung usaha petani di sawah atau kebun.
Mereka rata-rata memiliki kebun di belakang rumah. Kebun-kebun tak perlu dipagari dan dapat ditanami tanaman.
Pemilik kebun atau sawah tak perlu khawatir tanaman mereka akan dimakan lembu atau kambing. Hewan-hewan seperti ayam, lembu dll, tidak ada yang berkeliaran di jalan. Sepertinya mereka menyadari bahwa melepaskan hewan ternak yang mengganggu tanaman orang adalah perbuatan dosa.
Jalanan di kampung-kampung juga sangat bagus, nyaris tidak ada yang berlubang. Juga tidak kotoran lembu atau kerbau (ek bham) di jalan umum.
Tak ada Lahan Tidur
Lahan-lahan pertanian/perkebunan di Thailand sangat teratur dan juga penuh dengan tanaman. Mereka tidak membiarkan ada lahan kosong atau telantar.
Mereka tahu bahwa membiarkan lahan dalam keadaan kosong adalah sifat sombong dan itu berdosa. Hal itu membuat lahan di Thailand tidak sia-sia kaerena mereka tidak menyia-nyiakannya.
Berbeda dengan di Aceh yang di mana-mana sangat banyak tanah yang terlantar. Kita menyaksikan sangat banyak tanah yang tidak ditanami dengan tanaman. Kondisi ini membuat masyarakat tidak ada pendapatan tambahan.
Selain itu, di Aceh banyak ternak lembu, kerbu, kambing, biri-biri, ayam dan bebek, dibiarkan berkeliaran di jalan raya dan pemukiman sehingga mengganggu masyarakat yang melintas.
Bahkan tak jarang terjadi kecelakaan karena pengendara menabrak lembu di jalan raya. Mobil atau sepeda motor yang menabrak lembu akan rusak dan itu akan merugikan pemiliknya. Pengendara yang menabrak lembu akan mengalami luka-luka bahkan ada yang sampai meninggal.
Tidak hanya itu, di Aceh masih ada lembu dan kambing yang berkeliaran akan beol (buang hajat) sembarangan di jalan raya, pasar, perumahan, dan ini sangat mengganggu ketertiban masyarakat. Binatang-binatang itu juga akan memakan tanman dari kebun orang tanpa izin dan pemiliknya pasti akan berdosa.
3 Pelajaran Penting
Ada 3 hal yang dapat kita petik untuk diambil pelajaran (lesson learned) dari pola hidup masyarakat pedesaan Thailand.
Pertama, supaya kita lebih rajin memanfaatkan lahan (sawah, kebun, tanah kosong) dengan menanami tanaman yang bermanfaat.
Kedua, supaya pemilik lembu, kerbau, kambing, dan biri-biri supaya dapat menertibkan ternak mereka sehingga tidak berkeliaran di tempat umum yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat.
Dengan penertiban lembu ini masyarakat dapat menanam pohon apapun di kebun atau lingkungan rumahnya dan tidak takut tanamannya dimakan oleh binatang.
Ketiga, supaya pemerintah pusat dan daerah memberi perhatian khusus kepada petani dan masyarakat kecil melalui keringanan pajak, subsidi pupuk, bantua modal usaha dan lain-lain sehingga mereka (petani) akan lebih sejahtera.
Akhirnya kita berharap agar semua petani di kampung-kampung di Aceh dan Indonesia dapat hidup sejahtera dan memiliki mobil seperti petani di Thailand. Semoga!
Penulis, Alvi Azkia Hasan (Siswa SMA Negeri 11 Lueng Bata Banda Aceh)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.