Sosok Shou Zi Chew, CEO TikTok Ternyata Pernah Magang di Facebook

Ia magang di Facebook saat mengambil gelar master di Harvard Business School di Boston, Massachusetts, AS, sekitar tahun 2008.

Editor: Faisal Zamzami
Istimewa
CEO TikTok Shou Zi Chew 

SERAMBINEWS.COM - Chief Executive Officer (CEO) TikTok Shou Zi Chew menjadi sorotan akhir-akhir ini, di tengah kabar pemblokiran aplikasinya di Amerika Serikat (AS).

Pemerintah AS akan memblokir TikTok, Minggu (19/1/2025) waktu setempat, kecuali perusahaan di bawah ByteDance itu meaukan divestasi, alias memisahkan diri dari induknya atau dijual ke perusahaan AS.

Sebelum menduduki posisi sebagai CEO, Chew ternyata pernah menjadi karyawan magang di Facebook, anak perusahaan Meta yang dipimpin Mark Zuckerberg.

Ia magang di Facebook saat mengambil gelar master di Harvard Business School di Boston, Massachusetts, AS, sekitar tahun 2008.

Kisah itu sempat ia bagikan pula di situs web alumni Harvard Business School.

Dalam kesempatan itu, ia menceritakan awal mula pertemuannya dengan pasangannya saat ini, Vivian Kao. 

Chew dan Kao saat itu sama-sama sedang magang di perusahaan rintisan (startup) di California.

"Saya juga sedang bekerja di sebuah startup saat musim panas. Namanya Facebook," kata Chew, dilansir dari situs web alumni Harvard Business School.

Setelah magang di Facebook, Chew hijrah ke London, Inggris. London bukan lah tempat baru bagi Chew.

Sebab, sebelum mangambil gelar master, Chew meraih gelar sarjana ekonomi dari University College London, London, Inggris.

Selain London, Chew juga sempat kembali ke Singapura, negara kelahirannya, Hong Kong, dan terakhir Beijing, China

Di China, Chew bergabung dengan vendor smartphone Xiaomi pada tahun 2015.

Ia sempat menjabat sebagai Chief Financial Officer (CFO) dan membuat Xiaomi sukses melantai di bursa saham (IPO) tahun 2018.

Tahun 2021, Chew bergabung dengan ByteDance, induk perusahaan TikTok. Jabatan pertamanya di ByetDance sama seperti di Xiaomi, yakni CFO.

Setahun setelah bergabung, ia memangku posisi CEO TikTok sambil menjabat sebagai CFO di ByteDance. Namun, tahun 2022 jabatan CFO diambilalih oleh Julie Gao, sehingga Chew fokus sebagai CEO TikTok.

Di bawah kepemimpinannya, TikTok mendulang popularitas secara global. Total, pengguna TikTok global kini mencapai 1,5 miliar.

Hal ini cukup menarik, lantaran tidak banyak platform non-AS, terutama dari China yang bisa menembus pasar global, dan menarik banyak pengguna AS. 

Di AS, TikTok mengeklaim jumlah penggunanya kini mencapai 170 juta.


Bukan cuma itu, TikTok juga menjadi trendsetter platform berbagi video pendek, yang kemudian ditiru oleh para pesaingnya, termasuk Meta, induk perusahaan Facebook, di mana Chew sempat bekerja sebagai pegawai magang.

Baca juga: AS Blokir Tiktok, Mahkamah Agung AS Kuatkan Undang-undang Pelarangan TikTok

Pernah sindir Facebook
 

Sebelum sepopuler saat ini, TikTok sempat hampir dibeli oleh Mark Zuckerberg. Hal itu terjadi sekitar tahun 2016 lalu. 

Lebih tepatnya, Zuckerberg ingin membeli Musical.ly, yakni aplikasi lipsync yang sempat populer beberapa tahun lalu.

Zuck, panggilan akrabnya, dikabarkan mengalokasikan banyak uang demi membeli Musical.ly.

Akan tetapi, hal itu tidak terjadi. Musical.ly akhirnya jatuh ke tangan ByteDance, induk TikTok saat ini.

Tahun 2017, ByteDance resmi membeli Musical.ly senilai 800 juta dollar AS. 

Setelah dibeli, ByteDance menggabungkan Musical.ly dengan platform TikTok yang sudah ada saat itu, dan kemudian memensiunkan platform lipsync tersebut.

Zuck tampaknya tak mau tersaingi TikTok

Tahun 2018, Meta merilis Lasso, platform serupa TikTok yang menawarkan format video pendek. 

Akan tetapi, usia Lasso sangat singkat. Tahun 2020, platform itu ditutup Meta.

Zuckerberg pun pernah mengkritik TikTok. Zuck pernah mengatakan, TikTok bisa menjadi ancaman kebebasan berekspresi global di media sosial.

Dalam sebuah wawancara, Zuck juga mengatakan bahwa pemblokiran TikTok mungkin saja akan menjadi preseden buruk. 

Akan tetapi, keamanan nasional juga tidak bisa diabaikan.

"Saya rasa memang ada alasan yang masuk akal terkait masalah keamanan nasional, soal aplikasi yang menyimpan banyak data orang, tapi tunduk pada aturan negara lain, terutama pemerintah yang semakin dianggap sebagai pesaing," kata Zuck tahun 2020 lalu, sebagaimana dirangkum dari BuzzFeed News, Minggu (19/1/2025).

Dalam beberapa kesempatan sidang kongres, Chew menepis tudingan TikTok sebagai ancaman keamanan nasional di AS.

Bahkan, Chew juga pernah menyinggung soal skandal Facebook dan Cambridge Analytica yang ramai diperbincangkan tahun 2018 lalu.

Hal itu ia katakan setelah salah satu anggota kongres bertanya soal kemungkinan divestasi TikTok dari ByteDance.

Menurut Chew, masalah utama bukan lah soal kepemilikan perusahaan TikTok, namun soal keamanan data pribadi.

"Tanpa mengurangi rasa hormat, perusahaan media sosial Amerika juga tidak memiliki jejak yang baik soal data pribadi dan keamanan pengguna. Sebut saja skandal Facebook dan Cambridge Analytica, contohnya," kata Chew menjawab pertanyaan anggota kongres.

"Ini bukan soal kepemilikan (perusahaan TikTok), tapi ini soal bagaimana kami memastikan perlindungan data pengguna di AS dari akses asing yang tidak diinginkan," kata Chew.

Baca juga: Tiket Persiraja vs PSPS Pekanbaru Hanya Tersisa 20 Persen Lagi

Baca juga: Ketua DPW JASA Abdya Apresiasi Kinerja APH Tertibkan Tambang Ilegal di Babahrot

Baca juga: VIDEO Houthi Luncurkan Serangan ke Israel dan Kapal Amerika di Detik Terakhir Gencatan 

Sudah tayang di Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved