Kasus Aborsi
Kasus Dugaan Aborsi Paksa di Aceh, Akademisi IAIN Lhokseumawe: Proses Hukum Harus Transparan
Tindak kekerasan ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hukum pidana serta ketentuan kesehatan yang berlaku...
Penulis: Jafaruddin | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Advokat dan akademisi hukum dari IAIN Lhokseumawe, Dr Bukhari MH CM, mengecam keras dugaan tindakan oknum polisi di Aceh yang memaksa pacarnya untuk menjalani prosedur aborsi.
Tindak kekerasan ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hukum pidana serta ketentuan kesehatan yang berlaku.
Menurut Dr Bukhari, tindakan memaksa seseorang untuk menjalani aborsi adalah pelanggaran berat yang bertentangan dengan Pasal 346 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tentang pengguguran kandungan dengan paksaan.
"Jika tindakan ini mengakibatkan luka berat atau kematian, pelaku dapat dikenakan sanksi tambahan berdasarkan Pasal 347 ayat (2) KUHP," ungkapnya dalam rilisan yang diterima Serambinews.com, Senin (3/2/2025).
Lebih lanjut, Dr Bukhari menyoroti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang dengan tegas membatasi aborsi hanya pada kondisi kedaruratan medis atau korban perkosaan yang mengalami trauma psikologis.
"Aborsi yang dilakukan di luar kerangka hukum ini adalah ilegal dan membahayakan kesehatan perempuan," katanya.
Dr Bukhari menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum terhadap kasus ini, sambil mendesak kepolisian untuk menindak tegas penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum aparat.
"Institusi yang seharusnya melindungi masyarakat justru terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dan kesehatan perempuan.
Oleh karena itu, proses hukum harus berjalan transparan, dan sanksi maksimal harus diterapkan demi keadilan serta pencegahan kejadian serupa di masa depan," tegasnya.
Seperti diketahui, seorang anggota polisi dari Polres Bireuen, berinisial Ipda YF, kini tengah diperiksa oleh Paminal Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Aceh terkait dugaan pemaksaan aborsi terhadap pacarnya.
Kasus ini menjadi viral setelah beredar di media sosial X, yang menyebutkan bahwa pacar YF, seorang pramugari, dipaksa untuk mengaborsi kandungannya.
Akibatnya, wanita tersebut mengalami infeksi rahim yang serius.
Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Joko Krisdiyanto, mengonfirmasi bahwa Ipda YF telah ditarik ke Polda Aceh untuk menjalani pemeriksaan dan pembinaan di Bidpropam.
"Yang bersangkutan sudah berada di Polda dan sedang dalam pemeriksaan dan pembinaan di Paminal Bidpropam," ujar Joko pada Selasa (28/1/2025).
Joko juga menambahkan bahwa pihak kepolisian masih belum dapat memberikan informasi lebih rinci terkait kasus ini. Namun, ia memastikan bahwa apabila terbukti ada pelanggaran kode etik, Ipda YF akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kami masih menunggu hasil pemeriksaan. Perkembangannya akan segera kami sampaikan," ungkapnya.
Sebelumnya, unggahan di media sosial X yang berasal dari akun @Randomable mengungkapkan dugaan bahwa seorang anggota polisi lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) memaksa pacarnya, yang berprofesi sebagai pramugari, untuk melakukan aborsi.
Dugaan tersebut muncul dengan alasan untuk menyelamatkan karier sang polisi, yang saat itu masih menjadi taruna Akpol. Setelah dipaksa mengaborsi kandungannya, wanita tersebut mengalami infeksi rahim yang cukup parah.
Kepolisian Polda Aceh memastikan akan terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap kebenaran kasus ini dan memberi sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku.
Kasus ini mendapat perhatian publik yang cukup besar, terutama terkait hak asasi manusia dan keadilan bagi perempuan.
Banyak pihak menekankan pentingnya proses hukum yang tidak hanya adil tetapi juga transparan agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.