Orasi Ilmiah HBN di UIN Ar-Raniry: Lawan Framing Intoleran, Aceh Pusat Pendidikan Islam Dunia Melayu

Dalam kesempatan itu Hasan Basri M Nur mempresentasikan hasil penelitiannya tentang hubungan sosial antaragama di Aceh

Editor: Faisal Zamzami
Istimewa
YUDISIUM SARJANA - Foto bersama para pimpinan FDK, Orator Ilmiah Hasan Basri M Nur dan peserta yudisium dari Prodi KPI FDK UIN Ar-Raniry. 


SERAMBINEWS.COM, Banda AcehFakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh pada Selasa (4/2/2025) melaksanakan yudisium sebanyak 100 sarjana di Gedung Auditorium kampus setempat.

Para sarjana FDK ini berasal dari lima prodi, meliputi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Bimbingan dan Konseling Islam (BKI), Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) dan Prodi Kesejahteraan Sosial (Kesos).

Yudisium dilakukan oleh Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Prof Dr Kusmawati Hatta MPd.

Pada yudisium kali ini, FDK UIN Ar-Raniry menghadirkan dosen Prodi KPI, Hasan Basri M Nur (HBN), yang baru saja menyelesaikan studi pada Program PhD di Universiti Utara Malaysia (UUM) untuk menyampaikan orasi ilmiah.

Dalam kesempatan itu Hasan Basri M Nur mempresentasikan hasil penelitiannya tentang hubungan sosial antaragama di Aceh, yaitu antara penduduk mayoritas Islam dengan minoritas agama-agama lain.

Pria yang aktif menulis di media massa ini menyampaikan orasi berjudul: Framing Intoleran terhadap Aceh: Mengapa dan Bagaimana Menyikapinya?

Hasan menyampaikan adanya upaya dari beberapa pihak di luar Aceh yang memframing Aceh sebagai daerah yang tidak toleran terhadap agama selain Islam.

Pihak-pihak di luar Aceh yang dimaksudkan Hasan Basri ada dari lembaga pemerintah, LSM dan media massa. 

“Ada Puslitbang Kemenag yang selalu menempatkan Aceh pada rangking bawah indeks toleransi beragama. Ada Setara Institute yang menempatkan 3 sampai 4 kota di Aceh yaitu Banda Aceh, Sabang, Lhokseumawe, juga Langsa, dalam daftar 10 kota dengan indeks toleransi rendah,” ungkap dosen yang akrab dengan jurnalis ini.

Sementara di kalangan media, disebutkan terdapat media nasional dan internasional, ketika ada penduduk bukan Islam yang dihukum cambuk di Aceh, langsung diberitakan bahwa Qanun Jinayah (Syariat Islam, red) dipaksakan kepada penduduk bukan Islam, tanpa mendalaminya terlebih dahulu.

“Padahal, penduduk bukan Islam tersebut memilih menundukkan diri pada Qanun Jinayah atas pelanggaran yang mereka lakukan sehingga dihukum cambuk dan langsung bebas, tidak perlu menjalani hukuman kurungan badan dalam penjara,” ujarnya.

Baca juga: FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh Gelar Dakwah Ekspo V Hingga Sabtu Lusa, Ada Job Fair dan Ragam Lomba

Dalam kesempatan itu Hasan Basri M Nur menawarkan beberapa pendekatan dalam menyikapi framing intoleran terhadap Aceh, meliputi:

- Pemerintah daerah perlu menyelesaikan masalah yang ada, terutama kasus yang ada Aceh Singkil, Sangso Bireuen, dan lain-lain.

- Akademisi perlu mengadakan penelitian yang lain, membukukannya, mengedarkan melalui toko buku dan tayang di media atau urnal.

- Orang Aceh, terutama sarjana Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, perlu menghiasi halaman media massa lokal, nasional dan internasional dengan angle toleransi di Aceh.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved