Breaking News

Opini

Jalan Singkil Trumon Gerbang Kemakmuran Pesisir Barat Aceh

Kini, harapan itu hampir terwujud dengan terbuka jalan Singkil-Trumon. Pembangunan jalan ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi juga simbol ke

Editor: mufti
IST
Sadri Ondang Jaya OKEH 

Sadri Ondang Jaya, Guru dan Pemerhati Dinamika Sosial Budaya Aceh

AKSES jalan yang baik bukan sekadar urusan aspal dan jembatan, tetapi tentang perubahan warga di daerah itu, membuka peluang ekonomi dan mengangkat kehidupan masyarakat yang sejahtera. Sudah puluhan tahun masyarakat Aceh Singkil dan Trumon di Aceh Selatan berharap satu hal: jalan Singkil-Trumon benar-benar tersambung, bisa dilalui dengan lancar, dan menjadi akses utama yang menghubungkan mereka dengan dunia luar.

Kini, harapan itu hampir terwujud dengan terbuka jalan Singkil-Trumon. Pembangunan jalan ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi juga simbol keterbukaan yang akan mengubah wajah perekonomian kawasan pesisir barat Aceh dan Sumatera Utara. Selama bertahun-tahun, Aceh Singkil dan Trumon ibarat "rumah di ujung gang buntu". Hanya memiliki satu jalur masuk dan keluar. Padahal, kedua wilayah ini kaya akan hasil bumi: kelapa sawit, palawija, madu hutan, sarang burung walet, serta hasil laut seperti udang, kerang, kepiting, dan ikan. Namun, akses transportasi yang terbatas membuat hasil bumi sulit dipasarkan dengan efisien dan efektif.

Akibatnya, biaya logistik tinggi, harga jual rendah, dan ekonomi masyarakat pun terhambat. Lebih dari 70 persen penduduk Aceh Singkil-Trumon selama ini menggantungkan hidup pada sektor agraris, tetapi mereka tetap masuk kategori masyarakat termiskin di Aceh. Bukan karena kurang bekerja keras dan memiliki mental miskin, bukan minimnya sumber daya alam melainkan karena kurangnya perhatian pemerintah dan infrastruktur belum mendukung mereka untuk maju. Kini, jalan Singkil-Trumon telah hadir sebagai solusi. Jalan ini bukan hanya penghubung antarwilayah, tetapi juga jalan harapan yang membawa perubahan nyata.

Memangkas jarak

Sebelumnya, perjalanan dari Singkil ke Tapaktuan harus memutar sejauh 157 kilometer melalui Kota Subulussalam. Menempuh jalan pegunungan yang  membuat kurang nyaman. Dengan adanya jalan baru ini, jaraknya hanya sekitar 50 kilometer dengan kondisi jalan datar di pinggir pantai dihiasi panorama alam yang menarik. Efisiensi perjalanan ini akan memangkas waktu tempuh hingga tiga jam dan menurunkan biaya logistik sekitar 30 % . Ini berdampak langsung pada sektor ekonomi: distribusi hasil pertanian dan perikanan serta kebutuhan hidup menjadi lebih cepat, lebih murah, dan lebih menguntungkan.

Desa-desa seperti Kayu Menang, Kuala Baru, Ie Dama, dan Buloh Seumah dan desa lainnya yang selama ini terisolasi dan terpinggirkan akan berkembang menjadi titik-titik pertumbuhan ekonomi baru. Tak hanya itu, akses yang lebih baik membuka peluang investasi di berbagai sektor, mulai dari perdagangan, jasa, hingga pariwisata. Tak hanya peningkatan ekonomi sektor jasa, sektor pariwisata juga akan ikut terdongkrak. Aceh Singkil memiliki Pulau Banyak, gugusan pulau eksotis dengan laut biru jernih yang selama ini sulit diakses dari jalur darat Aceh.

Hutan margasatwa Rawa Singkil, rumah bagi flora dan fauna langka, juga menyimpan daya tarik tersendiri. Ditambah lagi dengan pantai-pantai indah dan situs sejarah yang menarik. Sementara itu, Trumon memiliki ekosistem mangrove, rawa-rawa luas, dan konservasi gajah yang unik. Lanjut ke Tapaktuan, banyak destinasi wisata yang panorama alamnya rancak, elok dan memukau. Sebelumnya, keterbatasan akses membuat sektor ini sulit berkembang. Kini, dengan jalan baru, wisatawan bisa datang lebih mudah. Menurut data Dinas Pariwisata Aceh, kunjungan wisatawan ke Pulau Banyak pada 2023 hanya sekitar 30.000 orang per tahun. Dengan akses yang lebih baik, jumlah ini diperkirakan meningkat dua hingga tiga kali lipat.

Banjir bandang

Meski membawa harapan besar, proyek ini sempat diuji oleh bencana alam. Pada Agustus 2024, banjir bandang meluluhlantakkan 12 jembatan darurat di jalur ini. Akibatnya, sampai sekarang, akses jalan kembali terputus, transportasi tak lagi jalan dan roda perekonomian pun tersendat kalau tak ingin dikatakan lumpuh. Banjir yang melanda kawasan ini bukan hanya sekadar bencana alam, tetapi juga akibat dari deforestasi besar-besaran di hulu sungai. Penebangan liar telah merusak ekosistem dan memperparah risiko bencana di wilayah ini.

Sebelum banjir, jalan Singkil-Trumon sudah bisa dilalui meskipun masih dalam kondisi darurat, seperti badan jalan masih berlumpur dan menggunakan rakit  untuk menyeberangi sungai Kuala Baru. Namun, meski infrastruktur belum sempurna, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Mobilitas orang dan barang meningkat drastis, dan geliat ekonomi mulai terasa. Menanggapi kondisi ini, Pemerintah Aceh berencana mengalokasikan anggaran dalam APBA 2025 untuk membangun jembatan permanen Kuala Baru–Kayu Menang serta mengaspal ruas jalan yang masih berupa tanah.

Namun, percepatan proyek ini membutuhkan komitmen yang kuat dari DPRA dan Gubernur Aceh serta dukungan lebih besar dari pemerintah pusat dengan mengucurkan dana APBN agar target penyelesaian ruas jalan Singkil-Trumon pada 2025 benar-benar tercapai. Jika proyek jalan ini tuntas pada 2025, dampaknya akan meluas, tidak hanya bagi Aceh tetapi juga Sumatera Utara. Aceh Singkil dan Trumon berpotensi menjadi kota transit yang menghubungkan pesisir barat Aceh dengan Tapanuli Tengah, Pakpak Bharat, kabupaten lain hingga Medan, Sumatera Utara.

Dengan konektivitas yang lebih baik, volume perdagangan antarwilayah dipastikan meningkat. Aceh Singkil dan Trumon tak lagi sekadar "ujung jalan," tetapi pusat ekonomi baru yang dinamis. Dari sisi geopolitik, jalan ini juga memperkuat konektivitas kawasan barat-selatan Aceh yang berbatasan dengan provinsi lain. Ini mendukung distribusi logistik yang lebih efisien dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata. Jika proyek jalan ini tertunda dibangun atau kondisinya lebih buruk lagi. Dalam artian, gagal diselesaikan pada 2025, dampaknya akan sangat merugikan: Pertama dampak ekonomi. Distribusi hasil bumi tetap mahal dan lambat, merugikan petani dan nelayan.

Kedua dampak sosial. Hubungan silaturahmi menjadi tersendat, sektor jasa stagnan, akses pendidikan dan pelayanan kesehatan tetap sulit. Ini jelas, memperpanjang siklus kemiskinan. Kemudian dampak politik. Ketidakpuasan masyarakat meningkat, memperdalam ketimpangan wilayah, dan menurunkan kepercayaan publik pada pemerintah. Pembangunan yang berkeadilan dan kebutuhan publik tidak boleh hanya menjadi slogan belaka. Jalan Singkil-Trumon adalah bukti bahwa infrastruktur yang baik dapat mengubah nasib suatu daerah.

Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten harus diperkuat agar proyek ini benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat. Pesisir barat Aceh tidak lagi berada di ujung keterisolasian, tetapi di ambang gerbang kemakmuran. Dan kunci dari semua itu ada di tangan pemerintah: tuntaskan proyek ini, tanpa kompromi!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved