Konflik Palestina vs Israel
Hamas Peringatkan Israel Bahaya Kehancuran: Gencatan Senjata Bisa Gagal Jika Tak Dipatuhi
Pejabat Hamas tersebut mengatakan kelompoknya bersedia melanjutkan perundingan gencatan senjata dengan Israel di Jalur Gaza.
SERAMBINEWS.COM - Seorang pejabat senior Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) memperingatkan Israel bahwa ketidakpatuhan mereka terhadap gencatan senjata di Jalur Gaza telah menempatkannya dalam bahaya kehancuran.
"Apa yang kita lihat dari penundaan dan kurangnya komitmen untuk melaksanakan tahap pertama... tentu saja membahayakan perjanjian ini dan dengan demikian dapat terhenti dan runtuh," kata Bassem Naim, anggota biro politik Hamas, kepada Agence France-Presse (AFP) pada Sabtu (8/2/2025).
Ia juga menekankan Hamas tidak ingin kembali "berperang" dengan Israel, yang dimulai setelah Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, dan mengatakan, "Kembali berperang tentu bukan keinginan atau keputusan kami."
Pejabat Hamas tersebut mengatakan kelompoknya bersedia melanjutkan perundingan gencatan senjata dengan Israel di Jalur Gaza.
"Kami masih siap untuk berpartisipasi dalam tahap kedua perundingan gencatan senjata di Jalur Gaza dengan Israel, namun Israel menunda-nunda memulai perundingan ini," jelasnya.
Baca juga: Netanyahu Ngamuk Usai 3 Sandera Israel Dibebaskan, Janji Hancurkan Hamas, Ada Apa?
Netanyahu Kirim Delegasi ke Qatar
Komentar pejabat Hamas tersebut muncul setelah media Israel melaporkan pada hari Sabtu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengirim delegasi ke Doha, Qatar, untuk menemui mediator dan berpartisipasi dalam tahap berikutnya dari perundingan gencatan senjata dengan Hamas.
"Delegasi Israel yang akan berangkat ke ibu kota Qatar besok, Minggu (9/2/2025), tidak berwenang membahas tahap kedua kesepakatan pertukaran tahanan dan gencatan senjata dengan Hamas," lapor Otoritas Penyiaran Israel pada hari Sabtu.
Otoritas Penyiaran Israel menjelaskan delegasi tersebut akan mencakup koordinator urusan tahanan dan orang hilang, Brigadir Jenderal (purn.) Gal Hirsch, dan mantan wakil kepala dinas keamanan internal (Shabak), tanpa mengungkapkan namanya.
"Mengenai kewenangan delegasi Israel yang akan tiba di Doha, tidak berwenang untuk membahas tahap kedua kesepakatan tersebut," lapornya.
"Mandat yang diberikan tingkat politik kepada delegasi sejauh ini hanyalah mandat untuk membahas kelanjutan fase pertama kesepakatan," lanjutnya.
Laporan tersebut mengatakan pihak berwenang Israel mengungkapkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ingin memperpanjang fase pertama kesepakatan tersebut selama mungkin.
Negosiasi mengenai mekanisme pelaksanaan tahap kedua perjanjian itu dijadwalkan dimulai Senin (3/2/2025) lalu, pada hari ke-16 gencatan senjata, tetapi Haaretz mengutip seorang anggota delegasi Netanyahu (yang tidak disebutkan namanya) ke Washington yang mengatakan Netanyahu tidak akan berkomitmen untuk melaksanakan tahap kedua perjanjian tanpa menghilangkan Hamas.
Sebelumnya, implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas mulai berlaku pada 19 Januari 2025 dan akan mencakup tiga tahap yang masing-masing berlangsung selama 42 hari.
Selama tahap pertama, negosiasi diadakan untuk memulai tahap kedua dan ketiga, dengan mediasi Mesir dan Qatar serta dukungan dari sekutu Israel, Amerika Serikat.
Sementara itu, warga Palestina di Jalur Gaza yang sebelumnya mengungsi ke berbagai wilayah kemudian kembali ke rumah mereka masing-masing sejak implementasi perjanjian gencatan senjata dimulai.
Tim layanan kesehatan Gaza kembali melakukan pencarian korban tewas yang tertimbun reruntuhan selama serangan Israel di Jalur Gaza, meningkatkan jumlah kematian setidaknya 48.181 orang tewas dan 111.638 lainnya terluka menurut data hingga tanggal 8 Februari 2025, dikutip dari Anadolu.
Baca juga: Lagi! 183 Tahanan Palestina Dibebaskan Setelah Hamas Serahkan 3 Sandera Israel
Al-Qassam Kirim Pesan Menentang Israel Saat Pembebasan Sandera
Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Palestina Hamas, mengibarkan spanduk besar di lokasi pertukaran tahanan kelima di Gaza pada Sabtu (8/2/2025), dengan tulisan: “Kami adalah banjir… Kami adalah hari berikutnya.”
Pesan tersebut, yang ditulis dalam bahasa Arab, Ibrani, dan Inggris, secara luas dinilai sebagai respons langsung terhadap tuntutan Israel agar Hamas melepaskan kendali atas Gaza.
Israel belakangan memang sibuk membahas 'The Day After' seputar siapa yang akan mengelola Gaza pasca-perang.
Israel menyatakan, tidak mau Hamas berkuasa di wilayah kantung Palestina tersebut namun gagal melenyapkan gerakan tersebut dalam bombardemen buta selama 15 bulan agresi militer darat.
Spanduk tersebut menampilkan bendera Palestina di samping gambar kepalan tangan yang terangkat, melambangkan pembangkangan.
Frasa "Kami adalah hari berikutnya" (We Are The Day After) muncul beberapa hari setelah laporan kalau Israel mengusulkan pengasingan pemimpin Hamas dari Gaza sebagai syarat untuk melanjutkan negosiasi gencatan senjata tahap dua.
Presiden AS Donald Trump juga baru-baru ini merujuk pada usulan untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza ke Mesir, Yordania, atau negara lain.
Menurut situs berita Israel, Walla, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan kepada pejabat AS di Washington kalau setiap perjanjian di masa depan mengenai Gaza harus mencakup kepergian pimpinan senior Hamas.
Sementara itu, Otoritas Penyiaran Israel (KAN) melaporkan kalau sejumlah beberapa pejabat Israel memang bersedia menerima keberlanjutan eksistensi politik Hamas, namun mereka menentang kehadirannya di Gaza.
Mereka juga membandingkan rencana deportasi para pemimpin Hamas itu dengan pengasingan pemimpin gerakan PLO ke Tunisia pada tahun 1980-an.
Proses pertukaran tahanan dilanjutkan di Deir al-Balah, Gaza tengah, dengan peningkatan kehadiran para petempur Al-Qassam yang mengawasi penyerahan tersebut.
Kerumunan warga Palestina berkumpul di lokasi tersebut untuk menyaksikan pemindahan tahanan ke Komite Palang Merah Internasional.
Dengan selesainya gelombang kelima, Al-Qassam telah membebaskan total 16 tawanan Israel sebagai ganti tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel.
Baca juga: Brigade Al-Qassam Bebaskan 3 Sandera Israel dari Terowongan di Jalur Gaza
Foto Bersama di Atas Panggung
Pada Sabtu Israel akan membebaskan 183 tahanan Palestina, termasuk 18 orang yang menjalani hukuman seumur hidup sebagai imbalan pembebasan 3 sanderanya.
Para sandera Israel itu adalah Eli Sharabi (52), Or Levy (34), dan Ohad Ben Ami (56) dibebaskan dari lokasi di Deirel Balah, Gaza tengah.
Keputusan ini merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang telah dijalin antara Israel dan Hamas.
Dalam pembebasan tersebut, Hamas menyiapkan sebuah panggung yang dimeriahkan oleh puluhan pejuang Hamas.
Dalam suasana tersebut, ketiga sandera tersebut bahkan terlihat berfoto bersama di atas panggung sebelum serah terima dilakukan.
Setelah proses pembebasan, mereka dibawa oleh anggota Komite Internasional Palang Merah untuk memastikan keselamatan mereka.
Sebagai imbalan atas pembebasan tiga sandera ini, Israel sepakat untuk melepaskan 183 tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel.
Menurut laporan dari Times of Israel, kelompok tahanan ini akan dibebaskan dari dua lokasi berbeda:
Penjara Keziot di Israel selatan dan Penjara Ofer di Tepi Barat yang diduduki.
Di antara 183 tahanan yang dibebaskan, tujuh di antaranya akan diasingkan.
Apa Langkah Selanjutnya Setelah Pembebasan?
Mengutip Al Jazeera, gencatan senjata ini tidak hanya tentang pembebasan tawanan.
Setelah ini, militer Israel dijadwalkan untuk menarik diri sepenuhnya dari Koridor Netzarim.
Selain itu, Israel diharuskan untuk mengizinkan pergerakan bebas antara bagian selatan dan utara Jalur Gaza.
Koridor Netzarim, yang telah dikuasai oleh militer Israel sejak awal perang, telah menghambat mobilitas di kawasan tersebut.
Namun, warga diimbau untuk tetap berhati-hati saat melintasi area yang masih rawan tersebut.
Bagaimana Dengan Negosiasi Selanjutnya?
Dalam perkembangan berikutnya, negosiasi lanjutan diharapkan dimulai minggu ini untuk fase kedua gencatan senjata di Gaza.
Negosiasi ini diharapkan dapat mencakup pertukaran lebih lanjut serta pengaturan peta jalan untuk mengakhiri perang.
Namun, proses ini sempat terhambat setelah adanya konsultasi antara Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Donald Trump melontarkan rencana yang menuai banyak kritik, yaitu rencana di mana AS akan mengambil alih Gaza sementara sebagian besar penduduk diungsikan.
Sementara itu, situasi di Tepi Barat yang diduduki tetap tegang, dengan serangan militer Israel yang terus berlanjut, terutama di wilayah Jenin, Tulkarm, Tammun, dan kamp pengungsi Al-Fara.
Hingga saat ini, puluhan orang telah tewas dan banyak yang ditahan dalam serangkaian operasi militer ini.
Baca juga: Harga Emas Hari Ini per 9 Februari di Lhokseumawe Stagnan, Berikut Rinciannya
Baca juga: Jisoo Blackpink Tampil Memukau di Newtopia dan Siap Comeback Solo dengan Mini Album Baru
Baca juga: Kronologis Penemuan Korban Buaya di Aceh Singkil, Mayat Dilepas Usai Predator Ditabrak Speed Boat
Sudah tayang di Tribunnews.com
Israel Mulai Operasi Serangan Darat di Gaza, Palestina Minta Dukungan Internasional |
![]() |
---|
Serangan Israel Tewaskan 105 Orang di Gaza, Puluhan Anak dan Jurnalis Jadi Korban |
![]() |
---|
Ben Gvir akan Hentikan dan Usir Armada Kapal Terbesar yang Kirim Bantuan Kemanusiaan ke Gaza |
![]() |
---|
Israel Ancam Para Pemimpin Hamas di Luar Negeri Setelah Bunuh Abu Ubaida dan Keluarganya |
![]() |
---|
IDF Bunuh Abu Ubaida Bersama Istri dan Anak-Anaknya dalam Serangan Rudal di Gaza |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.