Kupi Beungoh
Masjid Nabawi Yang Tak Pernah Sepi: Tempat Pemersatu Berbagai Perbedaan
Masjid Nabawi tidak pernah sepi karena menjadikan perbedaan itu rahmat, berkumpul dalam satu tujuan, beribadah kepada Rabb
Oleh: Dr. Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag
Silih berganti, pulang dan pergi jama'ah Masjid Nabawi. Tidak pernah sepi. Ada yang foto-foto, ada yang selfie-selfie, ada yang kusyuk ibadah sendiri-sendiri. Suara tangis bayi, anak-anak dari orang tuanya yang sedang melaksanakan shalat berjama'ah, kadang terdengar memecah sepi, sa'at imam membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Namun kekusyukan para jama'ah sangat nampak menyertai. Bacaan Ayat-Ayat Suci oleh sang Imam Shalat yang panjang, tidak terasa, begitu sangat berkesan di dalam hati, kusyu', syahdu, membuat air mata mengalir tanda rindu. Rindu ingin kembali ke kota Madinah ke Masjid Nabawi yang tidak pernah sepi.
Perbedaan Itu Rahmat, Selama Dengan Ilmu.
Ada banyak perbedaan dapat kita lihat dari para jama'ah shalat di Masjid Nabawi, yaitu beda cara menutup aurat dalam shalat, beda cara melaksanakan Takbiratul Ihram, cara sujud, cara duduk antara dua sujud, ada yang bergerak banyak dalam shalat, ada yang diam, ada yang berdiri tegap bak seorang tentara sedang siap siaga, namun semua itu menjadikan tak bermakna, ketika dilakukan dengan ilmu dan tujuan yang sama, beribadah kepada Rabb semata.
Lalu haruskah kita berselisih, ribut, bertengkar dengan sesama muslim, berebut tempat shalat dan Masjid, menganggap diri lebih baik, paling benar, hanya karena beda pandangan tentang jumlah shalat Teraweh, berbeda pandangan tentang Qunut subuh atau berbeda pandangan dalam hak lainnya yang tidak penting, yang hanya mengikuti hawa nafsu? Sungguh yang demikian bukanlah umat Nabi Muhammad SAW.
Bukankah hawa nafsu itu membawa kepada kehancuran, mengapa masih dipertahankan? Kenapa masih bangga dengan perselisihan yang membawa kehancuran, rusaknya ukhuwah dan lemahnya generasi. Sungguh itu bukan ciri seorang Muslim yang dicintai oleh Nabi.
Perbedaan Cara Shalat Di Masjid Nabawi
Perbedaan pertama dapat kita lihat dari penempatan barisan shalat. Barisan shalat laki-laki dan perempuan, yang biasanya kita dilihat di Aceh berada pada barisan depan itu laki-laki, barisan belakang laki-laki terdapat barisan laki-laki yang masih anak-anak. Lalu lanjut dengan barisan perempuan yang masih anak-anak, baru kemudian barisan perempuan dewasa.
Selain itu, perbedaan dapat kita lihat pada pengaturan Shaf yang biasa kita lihat di Aceh barisan shalatnya rapi, rapat dan lurus.
Kedua hal tersebut yang biasanya dengan mudah dapat kita lihat di Masjid-Masjid di Aceh, namun hal tersebut sulit kita dapatkan dapat terjadi di Masjid Nabawi atau Masjid Madinah karena jumlah jama'ah shalatnya yang sangat banyak, tidak pernah sepi.
Sulit kita dapati di Masjid Nabawi, shafnya shalat itu lurus, rapat dan rapi. Sulit kita dapati barisan shalat perempuan berada pas dibelakang barisan shaf shalat laki-laki.
Shaf shalat bagi perempuan di Masjid Nabawi, sebagian berada di belakang shaf shalat laki-laku, namun ada juga yang berada di samping barisan shaf shalat laki-laki atau berada sejajar di samping barisan shalat laki-laki yang diberi batas dan jarak.
Semua perbedaan tersebut, tidak mengurangi kekusyukan shalat, tidak menjadi masalah yang besar yang harus di permasalahkan, yang terpenting adalah setiap muslim menjaga shalat baik itu shalat wajib 5 waktu, shalat sunat, dan menjaga shalat berjama'ah di Masjid-Masjid untuk menjaga persatuan umat, tanda seorang muslim itu ta'at. Shalat berjama'ah adalah persatuan dan kekuatan bagi Umat Islam.
Sungguh perbedaan itu rahmat, untuk mempermudah ibadah, jangan jadi perbedaan itu alasan untuk berpecah belah dalam ibadah dan ukhuwah diantara umat Islam.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.