Perang Gaza

15 Bulan Perang, Warga Palestina telah Merasakan 'Neraka' yang Sesungguhnya

Pernyataan Trump dan pejabat Israel semuanya menandakan satu hal – pengungsian permanen, penderitaan permanen, dan kesengsaraan permanen bagi rakyat P

Editor: Ansari Hasyim
Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English
TENDA PENGUNGSIAN GAZA - Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Senin (17/2/2025) menunjukkan situasi tenda pengungsian di Jalur Gaza pada sejak gencatan senjata dimulai bulan lalu pada Kamis (14/2/2025). Dalam laporan investigasi terbaru oleh media Israel The Hottest Place in Hell, terungkap bahwa militer Israel memaksa seorang pria Palestina berusia 80 tahun untuk bertindak sebagai perisai manusia di Gaza. 

SERAMBINEWS.COM - Presiden AS telah menggunakan bahasa yang sangat kasar dan mengancam akan melepaskan malapetaka bagi warga Palestina.

Namun orang-orang di sini mengatakan perang Israel selama 15 bulan terakhir benar-benar seperti neraka, bukan hanya kehancuran dan keruntuhannya, tetapi juga pembunuhan yang terus terjadi serta trauma.

Warga berharap gencatan senjata akan mengakhiri penderitaan mereka, tetapi sejauh ini, hal itu belum terjadi. 

"Warga ingin kembali ke rumah mereka tanpa takut diserang, mengalami dehidrasi, dan kelaparan," kata Hani Mahmud dari Al Jazeera yang melaporkan dari Kota Gaza, Gaza seperti dilansir situs Al Jazeera English, Kamis.

Baca juga: Lawan Ancaman Trump soal Neraka di Gaza, Hamas: Wajah Buruk AS pada Perjanjian yang Dimediasinya

Pernyataan Trump dan pejabat Israel semuanya menandakan satu hal – pengungsian permanen, penderitaan permanen, dan kesengsaraan permanen bagi rakyat Palestina.

Dan mereka tidak melihat akhir dari semua ini sampai semua pihak berkomitmen untuk beralih ke fase kedua gencatan senjata. Itulah satu-satunya jaminan agar penderitaan ini berakhir, sebutnya.

Blokade Israel akan berdampak buruk bagi anak-anak di Gaza

UNICEF mengatakan blokade Israel mengancam layanan perawatan kesehatan yang menyelamatkan nyawa anak-anak, termasuk bayi baru lahir, di Jalur Gaza.

Rosalia Bollen, juru bicara UNICEF, mengatakan pemblokiran bantuan kemanusiaan, termasuk vaksin dan ventilator untuk bayi prematur, akan menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan dalam kehidupan nyata bagi anak-anak dan orang tua mereka.

"Jika kita tidak dapat menyediakannya, vaksinasi rutin akan terhenti," katanya. 

"Unit neonatal tidak akan dapat merawat bayi prematur, jadi ini adalah konsekuensi nyata yang akan segera kita hadapi jika kita tidak dapat melanjutkan pasokan bantuan yang masuk."

Bollen, yang berada di Gaza, mengatakan pasokan yang ada telah didistribusikan sebagian besar ke seluruh wilayah kantong itu.

“Kebutuhan begitu tinggi sehingga kami tidak mampu menimbun barang. Itulah sebabnya pembatasan terbaru ini begitu merugikan," ujarnya.

“Fase pertama gencatan senjata bukan sekadar jeda dalam permusuhan, tetapi benar-benar menjadi penyelamat bagi keluarga di sini,” tambahnya. 

“Suasana di sini sangat tertekan; keluarga yang saya ajak bicara sangat khawatir tentang apa yang akan terjadi di masa depan.”

Barbarisme Israel Bakar Rumah Warga Palestina di Jenin, Puluhan Dihancurkan, 40 Ribu Warga Terusir

Asap tebal mengepul dari kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki setelah pasukan Israel membakar sebuah bangunan di daerah tersebut, menurut Al Quds Today.

Insiden itu terjadi saat operasi militer besar-besaran Israel, yang diluncurkan di Jenin pada tanggal 21 Januari, berlanjut memasuki minggu ketujuh.

Pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 55 warga Palestina di Jenin dan provinsi Tulkarem serta Tubas di dekatnya sejak serangan dimulai, menghancurkan puluhan rumah dan memaksa lebih dari 40.000 orang mengungsi.

Pasukan Israel juga merobohkan lebih banyak rumah di kamp pengungsi Nur Shams.

Militer Israel telah mengeluarkan perintah pembongkaran baru terhadap rumah-rumah di kamp pengungsi Nur Shams di Tepi Barat yang diduduki.

Awal pekan ini, tentara menghancurkan 11 rumah di kamp tersebut.

Beberapa orang berhasil mengunjungi rumah mereka sebentar setelah mereka dipaksa meninggalkannya.

Negara-negara Eropa Sebut Hamas tidak Boleh Memiliki Peran di Pascaperang Gaza

Diplomat Prancis Jay Dharmadhikari, yang berbicara atas nama Prancis, Inggris, Denmark, Yunani, dan Slovenia, mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan tertutup bahwa rencana akhir untuk Gaza seharusnya tidak mengizinkan Hamas untuk terus memerintah Jalur tersebut atau menggusur warga Palestina yang tinggal di sana.

“Kami tegaskan bahwa rencana apa pun tidak boleh melibatkan Hamas, harus menjamin keamanan Israel, dan tidak boleh mengusir warga Palestina dari Gaza,” katanya dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai Gaza pascaperang seperti dilansir jaringan berita Al Jazeera, Rabu.

Ia juga mendukung persatuan Tepi Barat dan Gaza di bawah mandat Otoritas Palestina, merujuk pada badan yang sebagian mengendalikan Tepi Barat yang diduduki Israel, dan dijalankan oleh pesaing Hamas, Fatah.

Dharmadhikari mencatat bahwa negara-negara Liga Arab yang bertemu di Kairo pada hari Selasa menyerukan untuk menyatukan Palestina di bawah Organisasi Pembebasan Palestina, yang tidak termasuk Hamas.

Negara-negara Eropa siap mendukung dan mengembangkan lebih lanjut rencana tersebut, katanya.

Terlibat Pembicaraan Rahasia, AS Bujuk Hamas Bebaskan Tawanannya di Gaza

Pemerintahan Trump telah melakukan diskusi rahasia dengan Hamas untuk mengamankan pembebasan tawanan Amerika yang ditahan di wilayah tersebut, Reuters melaporkan pada hari Rabu.

Sebuah sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut mengonfirmasi kepada Reuters bahwa Utusan Khusus AS untuk Urusan Penyanderaan Adam Boehler telah memimpin negosiasi ini di Doha, Qatar, dalam beberapa minggu terakhir.

Diskusi tersebut dilaporkan berpusat pada pembebasan tawanan AS tetapi juga mencakup pembicaraan yang lebih luas tentang pembebasan semua tawanan yang tersisa dan pembentukan gencatan senjata yang langgeng.

Kedutaan Besar Israel di Washington belum mengomentari masalah tersebut, dan kantor Boehler serta Gedung Putih menolak memberikan rincian lebih lanjut.

Dalam perkembangan terkait, utusan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, akan segera kembali ke wilayah tersebut untuk bekerja guna memperpanjang gencatan senjata Gaza saat ini atau memajukan ke fase perjanjian berikutnya, menurut juru bicara Departemen Luar Negeri. 

Witkoff baru-baru ini mengusulkan perpanjangan gencatan senjata selama 1,5 bulan, yang mencakup Ramadan dan Paskah, dengan imbalan pembebasan tawanan Israel secara bertahap.

Berdasarkan kerangka kerja yang diusulkan, setengah dari sandera—baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal—akan dibebaskan pada hari pertama, dengan negosiasi untuk gencatan senjata permanen yang menentukan pembebasan tawanan yang tersisa.

Hamas menolak persyaratan tersebut, dengan alasan kekhawatiran atas jaminan jangka panjang, yang menyebabkan "Israel" menangguhkan pengiriman bantuan ke Gaza.

Blokade bantuan telah memicu kecaman luas dari organisasi internasional dan kelompok hak asasi manusia.

Kepala kemanusiaan PBB Tom Fletcher mengkritik tindakan Israel, dengan alasan bahwa pembatasan bantuan melanggar hukum internasional.

Beberapa lembaga bantuan dan pemerintah juga menuduh Israel menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai senjata dengan menggunakan kelaparan sebagai alat perang melawan Palestina.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved