Breaking News

Bejatnya AKBP Fajar Eks Kapolres Ngada Cabuli 3 Anak, Komisi VIII DPR RI: Hukuman Mati Lebih Pantas

Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina menilai Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja layak dijatuhi hukuman mati.

Editor: Faisal Zamzami
dok. Polres Ngada NTT
NARKOBA - Kapolres Ngada AKBP Fajar Diduga Terlibat Narkoba dan Asusila. 

SERAMBINEWS.COM - Sebanyak tiga orang anak di bawah umur di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), diduga menjadi korban pencabulan eks Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman.

Tiga korban itu berusia 14 tahun, 12 tahun dan paling kecil 3 tahun.

Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina menilai Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja layak dijatuhi hukuman mati.

Ketua Kelompok Fraksi PDIP Komisi VIII ini menganggap, tindakan Fajar yang diduga mencabuli tiga anak di bawah umur merupakan perbuatan bejat.

Aksi tersebut bahkan direkam, dan akhirnya video asusila itu tersebar luas di dunia maya.

Tak hanya itu, Fajar juga diduga menyalahgunakan narkoba.

"Artinya bila di-juncto-kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," kata Selly dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (11/3/2025).

Bila merujuk pada ketentuan di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, ia mengatakan, Fajar bisa dijatuhi sanksi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.  

Bahkan, lanjut Selly, hukum fajar bisa diperberat lagi mengingat status sebagai pejabat negara dan disebut-sebut masih memiliki hubungan keluarga dengan korban.

“Maka hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan lima tahun,” ucap Selly.

"Harus dihukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, bener-bener perbuatan biadab,” imbuhnya.

Ia mengingatkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak bukan sekadar pelanggaran hukum biasa.

Untuk itu, dia berharap ketegasan penegakan hukum dan keberpihakan terhadap korban harus benar-benar menjadi komitmen bersama.

“Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan,” kata Selly.

“Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual dalam institusi negara maupun di tengah masyarakat,” sambungnya.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved