Jurnalisme Warga
In Memoriam Abu Razak, Sosok Rendah Hati yang Berjuang untuk Aceh Sejahtera dan Bersyariat
KAMARUDDIN Abubakar alias Abu Razak meninggal dunia pada hari Rabu (19/03/2025) menjelang pukul 06.00 waktu Arab Saudi di Makkah, Saudi Arabia
Prof. Dr. APRIDAR, S.E., M.Si., Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala dan Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Aceh
KAMARUDDIN Abubakar alias Abu Razak meninggal dunia pada hari Rabu (19/03/2025) menjelang pukul 06.00 waktu Arab Saudi di Makkah, Saudi Arabia, saat sedang melaksankan ibadah umrah sejak 3 Maret hingga 3 April 2025.
Namun, Allah Swt telah memanggil beliau menjelang shalat Subuh 19 Maret. Berita kepergian beliau merupakan duka yang mendalam bagi rakyat Aceh.
Semasa hidupnya beliau sering meminta pendapat penulis tentang cara membangun Aceh agar masyarakat dapat hidup sejahtera. Saat Pilkada 2024 berlangsung, beliau mengajak kami berdiskusi di Tower Café dan Rumoh Aceh Tibang, Banda Aceh. Dari sekian banyak pertemuan dengan beliau, penulis dapat menangkap keinginan beliau untuk membangun Aceh dalam bingkai syariat Islam yang sejahtera “baldatun thayibatun warabbur ghafur”. Bahkan, kami telah memberikan beberapa tulisan terhadap konsep pembangunan yang berkelanjutan tersebut.
Kehidupan dan perjuangan Abu Razak adalah sebuah narasi panjang tentang dedikasi, ketulusan, dan komitmen untuk membangun Aceh yang damai, sejahtera, dan berlandaskan syariat Islam.
Sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai Aceh, pendiri Partai Aceh, dan Ketua Umum KONI Aceh, Abu Razak bukan hanya pemimpin politik, tetapi juga seorang pejuang kemanusiaan yang selalu siap membantu masyarakat Aceh untuk maju dan berkembang.
Kepergiannya Rabu kemarin saat menjalankan ibadah umrah meninggalkan duka yang mendalam bagi seluruh rakyat Aceh. Namun, warisan perjuangannya akan terus hidup dalam hati dan ingatan generasi mendatang.
Perannya di GAM
Abu Razak adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan Aceh. Sebagai mantan Tentara Neugara Aceh (TNA), ia turut serta dalam perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Aceh.
Namun, perjuangannya tidak hanya berhenti pada upaya mempertahankan identitas dan kedaulatan Aceh, melainkan juga pada upaya menciptakan perdamaian.
Abu Razak adalah salah satu tokoh pentng dari kalangan kombatan yang mendukung proses perdamaian antara Pemerintah RI dan GAM, yang akhirnya menghasilkan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki pada tahun 2005.
MoU ini menjadi titik balik penting dalam sejarah Aceh dalam mengakhiri konflik bersenjata yang berlangsung 29 tahun dan membuka jalan bagi pembangunan Aceh yang lebih damai dan sejahtera.
Keberhasilan perdamaian setelah Aceh dilanda tsunami pada 26 Desember 2004, manjadikan Aceh dikenal sebagai wilayah yang berhasil memadukan upaya rekonstruksi pascabencana dengan proses perdamaian yang berkelanjutan, serta menjadi contoh bagi resolusi konflik di tingkat internasional.
Peran pascakonflik
Setelah perdamaian, Abu Razak tidak berhenti berjuang. Ia aktif memperjuangkan kesejahteraan mantan personel GAM dan keluarganya, memastikan bahwa mereka dapat kembali ke masyarakat dengan kehidupan yang layak.
Ia memahami bahwa perdamaian tidak hanya tentang menghentikan konflik, tetapi juga tentang membangun kembali kehidupan sosial, ekonomi, dan politik yang hancur akibat perang tiga dekade. Sebagai Sekretaris Jenderal Partai Aceh, Abu Razak memainkan peran kunci dalam mengonsolidasikan kekuatan politik untuk mendukung pembangunan Aceh. Partai Aceh, di bawah kepemimpinannya bersama Muzakir Manaf (Mualem), menjadi salah satu pilar penting dalam proses demokratisasi dan pembangunan di Aceh.
Abu Razak juga dikenal sebagai sosok yang murah senyum dan rendah hati. Ia selalu dekat dengan masyarakat, mendengarkan keluh kesah mereka, dan berusaha mencari solusi untuk berbagai masalah yang dihadapi.
Kepemimpinannya tidak hanya berbasis pada kekuasaan, tetapi juga pada empati dan kepedulian terhadap sesama. Hal ini membuatnya disegani dan dicintai oleh banyak orang, tidak hanya di Aceh tetapi juga di tingkat nasional.
Komitmen pada syariat
Salah satu aspek penting dalam perjuangan Abu Razak adalah komitmennya untuk menerapkan syariat Islam di Aceh. Bagi Abu Razak, syariat Islam bukan hanya tentang aturan dan hukum, tetapi juga tentang keadilan, kesejahteraan, dan moralitas. Ia percaya bahwa syariat Islam dapat menjadi landasan untuk membangun masyarakat Aceh yang adil, makmur, dan bermartabat.
Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin Partai Aceh, ia selalu mendorong agar kebijakan-kebijakan pembangunan di Aceh selaras dengan nilai-nilai Islam.
Abu Razak juga aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan dan sosial. Ia sering terlibat dalam program-program pemberdayaan masyarakat, pendidikan, dan kesehatan, yang semuanya dilandaskan pada prinsip-prinsip Islam.
Ia percaya bahwa pembangunan Aceh tidak hanya membutuhkan infrastruktur fisik, tetapi juga pembangunan karakter dan spiritualitas masyarakat.
Peran di KONI Aceh
Selain aktif di dunia politik, Abu Razak juga berkontribusi besar dalam dunia olahraga. Sebagai Ketua Umum KONI Aceh, ia berkomitmen untuk memajukan olahraga di Aceh. Ia percaya bahwa olahraga bukan hanya tentang prestasi, tetapi juga tentang membangun generasi muda yang sehat, disiplin, dan berkarakter.
Di bawah kepemimpinannya, KONI Aceh berhasil mengembangkan berbagai program olahraga yang melibatkan anak-anak muda dari berbagai daerah di Aceh. Ia juga aktif mendorong atlet-atlet Aceh untuk berprestasi di tingkat nasional dan internasional.
Kepergian Abu Razak adalah kehilangan besar bagi Aceh dan Indonesia. Namun, warisan perjuangannya akan terus menginspirasi generasi mendatang.
Abu Razak telah menunjukkan bahwa perjuangan tidak harus selalu dengan kekerasan, tetapi juga dengan dialog, empati, dan komitmen untuk membangun.
Ayah dua anak ini telah membuktikan bahwa perdamaian dan kesejahteraan dapat dicapai melalui kerja keras, ketulusan, dan kolaborasi.
Beliau sangat menghargai kaum intelektual. Beliau sering berujar kepada penulis, “Kami ini dalam mengangkat senjata untuk berperang memiliki kemampuan. Namun, untuk membangun ekonomi masyarakat kalian para profesorlah yang khususnya lebih paham. Untuk itu, mari kita berkolaborasi membangun Aceh yang lebih baik lagi ke depan,” ajaknya.
Keinginan mulia tersebut perlu diteruskan pimpinan daerah, para pengusaha, akademisi serta masyarakat secara keseluruhan.
Abu Razak juga meninggalkan pesan penting tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dalam keragaman. Sebagai seorang pemimpin, ia selalu menekankan pentingnya menghormati perbedaan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sangat relevan dalam konteks Aceh, yang memiliki keragaman budaya, agama, dan etnis. Kepada penulis juga pernah beliau ungkapkan, akan meminta kami untuk mengoordinasiikan para guru besar di Universitas Syiah Kuala khususnya dan Aceh pada umumnya untuk menjadi “otak temple” bagi pemerintah daerah dalam membangun Aceh yang lebih sejahtera ke depan.
Dengan kesantunan serta penghargaan yang luar biasa ia berikan kepada para ulama dan cendekiawan khususnya, kita mengenang beliau sebagai seorang pemimpin sejati, pejuang kemanusiaan, dan sosok yang rendah hati.
Perjuangannya untuk membangun Aceh yang damai, sejahtera, dan berlandaskan syariat Islam akan selalu dikenang. Semoga Allah Swt menerima segala amal ibadahnya dan memberinya tempat yang mulia di sisi-Nya. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Selamat jalan, Abu Razak. Perjuanganmu akan terus hidup dalam hati kami.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.