Ramadhan 2025
Tukang Bangunan & Para Pekerja Berat, Apa Boleh tak Berpuasa di Bulan Ramadhan? Ini Kata Buya Yahya
Tukang bangunan dan pekerja berat sering kali dihadapkan pada tantangan dalam menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Tukang bangunan dan pekerja berat sering kali dihadapkan pada tantangan dalam menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
Lantas, apakah mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa?
Buya Yahya memberikan penjelasan terkait hal ini, dengan memberikan panduan bagi mereka yang terlibat dalam pekerjaan fisik berat, agar dapat menjalankan ibadah dengan tetap menjaga kesehatan dan keselamatan.
Puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap Umat Muslim mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Namun, ada beberapa orang yang juga harus mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari selagi berpuasa, misalnya para pekerja berat seperti tukang bangunan.
Para pekerja berat, apakah boleh tidak berpuasa?
Baca juga: Usai Cerai, Natasha Rizky Ingin Nikah Lagi dengan Desta, Ini Hukumnya dalam Islam Kata Buya Yahya
Terkait hal tersebut, Buya Yahya memberikan penjelasan.
Bagaimana hukumnya pekerja berat untuk tidak berpuasa? Hukum asalnya adalah tidak boleh kecuali memenuhi persyaratan.
Dilansir Serambinews.com dari laman resmi Buya Yahya pada Kamis (27/3/2025), pimpinan pondok pesantren LPD Al-Bahjah itu terlebih dulu menjelaskan soal satu diantara sembilan kategori orang yang tidak boleh meninggalkan puasa yakni orang sakit dengan ketentuan-ketentuannya.
Namun dalam kategori tersebut juga disinggung soal orang-orang yang pekerja berat seperti tukang bangunan dan sebagainya.
Menurut Buya, para pekerja berat tidak boleh meninggalkan puasa Ramadhan di saat dia benar-benar merasa berat dalam menjalankan puasa, dengan syarat:
1. Malam harinya harus tetap niat berpuasa lalu berpuasa di siang harinya sampai benar-benar sekiranya merasakan lemah, berat sekali atau tidak kuat, maka diperbolehkan berbuka dengan memakan atau meminum sekedarnya saja, sekiranya untuk membangkitkan tenaga.
Baca juga: Tips Raih Lailatul Qadar, Buya Yahya Bagi Tips Sederhana: Jauhi Maksiat & Terus Lakukan 3 Ibadah Ini
"Nanti jika merasakan lagi kelemahan yang sangat, maka diperbolehkan lagi makan atau minum sekedarnya saja," papar Buya Yahya dikutip Serambinews.com dari laman buyayahya.org.
2. Dia wajib mengqadha hari yang ia batalkan puasanya tersebut setelah melewati hari raya.
Haram hukumnya jika pekerja berat tersebut sudah berbuka dari awal pagi atau tidak menjalankan puasa terlebih dahulu, sambung Buya.
"Karena dalam hal ini dia bisa saja membatalkan pekerjaan. Semoga kita bisa meraih kemuliaan Ramadhan tahun ini. Amin. Wallahu a'lam bish-shawab," pungkas Buya Yahya.
Sembilan Golongan yang Boleh Tidak Wajib Puasa Ramadhan, Begini Penjelasan Buya Yahya
Syariat Islam memberi berbagai kemudahan kepada umat muslim untuk mengerjakan amal ibadah yang diperintah Allah SWT dan Nabi SAW.
Misalnya, ketika melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, ada sejumlah golongan yang boleh tidak puasa tetapi wajib mengqadanya di lain waktu. Siapa saja golongan ini?
Baca juga: Ramadhan Hampir Usai, Ini Ciri-Ciri Orang yang Dapat Malam Lailatul Qadar Menurut UAS dan Buya Yahya
Terkait siapa saja golongan tersebut, pendakwah Buya Yahya mengungkap sembilan orang yang boleh tidak puasa Ramadhan.
Dilansir Serambinews.com dari laman resmi Buya Yahya, menurut Buya ada sembilan kategori orang yang boleh tidak puasa Ramadhan.
1. Anak kecil
Maksudnya, diantara orang yang boleh tidak puasa adalah anak yang belum baligh. Tanda baligh ada tiga, yaitu:
Pertama yang keluar mani (bagi anak laki-laki dan perempuan) pada usia 9 tahun Hijriah.
Kedua, keluar darah haid pada usia 9 tahun Hijriah (bagi anak perempuan).
Ketiga, jika tidak keluar mani dan tidak haid maka ditunggu hingga umur 15 tahun.
Jika sudah genap 15 tahun maka ia disebut dengan telah baligh dengan usia, yaitu genap usia 15 tahun Hijriyah.
2. Gila
Orang gila tidak wajib puasa. Seandainya puasa maka puasanya pun tidak sah.
Dalam hal ini, ulama membagi orang gila menjadi dua macam, yaitu:
Pertama, orang gila dengan disengaja.
Orang gila yang disengaja jika puasa maka puasanya tidak sah dan wajib mengqadha.
Sebab sebenarnya ia wajib puasa, kemudian ia telah dengan sengaja membuat dirinya gila. Kesengajaan inilah yang membuatnya wajib mengqadha puasanya setelah sehat akalnya.
Kedua, orang gila yang tidak disengaja. Orang gila yang tidak disengaja tidak wajib ber puasa.
Seandainya berpuasa maka puasanya tidak sah dan jika sudah sembuh dia tidak berkewajiban mengqadha, karena gilanya bukan disengaja.
3. Sakit
Orang sakit boleh meninggalkan puasa.
Adapun ketentuan bagi orang sakit yang boleh meninggalkan puasa adalah:
Sakit parah yang memberatkan untuk puasa yang berakibat semakin parahnya penyakit atau lambatnya kesembuhan.
Adapun yang bisa menentukan sakit seperti ini adalah dokter Muslim yang terpercaya dan berdasarakan pengalamannya sendiri.
Dalam hal ini, tidak terbatas kepada orang sakit saja.
Akan tetapi, siapa pun yang sedang puasa lalu menemukan dirinya lemah dan tidak mampu untuk puasa dengan kondisi yang membahayakan terhadap dirinya maka saat itu pun dia boleh membatalkan puasanya.
Akan tetapi, ia hanya boleh makan dan minum seperlunya, kemudian wajib menahan diri dari makan dan minum seperti layaknya orang puasa.
Berbeda dengan orang sakit, ia boleh berbuka dan boleh makan sepuasnya untuk memulihkan kesehatannya.
4. Orang Tua
Orang tua (lanjut usia) yang berat untuk melakukan puasa diperkenankan untuk meninggalkan puasa.
Dalam hal ini, tidak ada batasan umur.
Akan tetapi, asalkan betul-betul puasa memberatkan baginya hingga sampai membahayakan maka ia boleh berbuka puasa.
5. Bepergian (Musafir)
Semua orang yang bepergian boleh meninggalkan puasa dengan ketentuan sebagai berikut ini:
Tempat yang dituju dari tempat tinggalnya tidak kurang dari 84 km.
Di pagi (saat Shubuh) hari yang ia ingin tidak ber puasa, ia harus sudah berada di perjalanan dan keluar dari wilayah tempat tinggalnya (minimal batas kecamatan).
6. Hamil
Orang hamil diperbolehkan tidak berpuasa.
Adapun kategori orang hamil tersebut seperti orang hamil yang khawatir akan kondisi dirinya atau janin (bayinya).
7. Menyusui
Wanita yang tengah menyusui diperbolehkan tidak ber puasa apabila ia khawatir akan kondisi dirinya atau kondisi bayi yang masih di bawah umur dua tahun Hijriyah.
Bayi di sini tidak harus bayinya sendiri, tetapi bisa juga bayi orang lain.
8. Haid
Wanita yang sedang haid tidak wajib ber puasa, bahkan jika ber puasa, puasanya pun tidak sah bahkan dianggap haram hukumnya.
9. Nifas
Terakhir adalah wanita yang sedang nifas tidak wajib ber puasa.
Jika ber puasa puasanya pun tidak sah bahkan dianggap haram hukumnya.
(Serambinews.com/Firdha Ustin)
Mengenal Fidyah Puasa: Cara Membayar, Jumlah yang Harus Dibayar, dan Niatnya di Bulan Ramadhan |
![]() |
---|
Ini Beras Dianjurkan untuk Bayar Zakat Fitrah, Begini Pendapat Ulama soal Waktu & Tempat Pembayaran |
![]() |
---|
Keutamaan Shalat Tarawih Malam ke-30 Ramadhan: Allah SWT Balas dengan Kenikmatan Surgawi |
![]() |
---|
Buya Yahya Sebut Amalan Dahsyat Saat Ramadhan, Kerap Diabai, Padahal Kunci Agar Ibadah Tak Sia-sia |
![]() |
---|
Begini Penjelasan Ustadz Abdul Somad soal Hukum Zakat Fitrah Bagi yang Tidak Mampu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.