Internasional

Bursa Saham Asia Anjlok, Hang Seng Index Turun 8,74 Persen dan Nikkei Ikut Merosot

Indeks Hang Seng Hong Kong mengalami penurunan terbesar, turun 8,74%, mencerminkan ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat.

Penulis: Gina Zahrina | Editor: Amirullah
Tribunnews
PASAR SAHAM - Ilustrasi Pasar saham Asia tertekan pada awal pekan ini yang akibatnya kekhawatiran tentang kebijakan tarif impor baru AS yang akan segera berlaku. Indeks Hang Seng Hong Kong mengalami penurunan terbesar, turun 8,74%, mencerminkan ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat 

SERAMBINEWS.COM - Bursa saham Asia mengalami penurunan tajam pada awal pekan ini (7/4/2025).

Penurunan ini terjadi karena adanya kekhawatiran tentang kebijakan tarif impor baru yang segera diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS).

Kebijakan tarif ini memicu ketegangan perdagangan global, khususnya antara AS dan China, yang kemudian mempengaruhi sentimen pasar di seluruh dunia.

Apa itu Bursa Saham?

Melansir dari Investopedia, Bursa saham adalah tempat atau pasar di mana saham-saham dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar diperdagangkan.

Di bursa saham, investor membeli dan menjual saham sebagai cara untuk berinvestasi dalam sebuah perusahaan.

Harga saham ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah, dan peristiwa global yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.

Pada perdagangan hari ini, bursa saham di beberapa negara Asia menunjukkan penurunan yang cukup signifikan.

Baca juga: Pasar Saham Dunia Ambruk, Resesi Mengintai, dan Suku Bunga AS Siap Dipangkas!

Berdasarkan informasi dari Stockbit yang dikutip oleh Kompas, indeks Hang Seng Hong Kong mengalami penurunan signifikan sebesar 8,74 Persen atau 1.996,81 poin, yang membawa indeks tersebut turun ke level 20.853,00.

Penurunan ini mencerminkan ketidakpastian pasar dan kekhawatiran investor terhadap dampak kebijakan tarif impor AS yang akan diberlakukan.

Di sisi lain, indeks Shanghai Composite di China juga turun cukup dalam, yakni 6,17 Persen atau sekitar 206,22 poin, sehingga berada di level 3.135,78.

Begitu juga dengan indeks Nikkei di Jepang, yang tergerus 6,03 Persen atau sekitar 2.035,58 poin, menuju level 31.745,00.

Penurunan yang cukup signifikan ini memperlihatkan ketakutan pasar terkait dampak kebijakan perdagangan global yang semakin memanas.

Di Korea Selatan, indeks Kospi turun lebih kecil, yakni 0,86 Persen atau 21 poin, membawa indeks ini ke level 2.465.

Baca juga: Ribuan Warga Amerika Serikat Demo Anti-Trump setelah Pasar Saham Anjlok, Imbas Kenaikan Tarif

Indeks Straits Times di Singapura juga turun 6,28 Persen atau sekitar 240 poin, sementara bursa Malaysia, dengan Indeks Kuala Lumpur Composite (KL), turun 5,36 Persen atau sekitar 81 poin, membawa indeks ini ke level 1.423.

Bursa saham Australia, ASX 200, juga tidak luput dari dampak ketegangan perdagangan, dengan penurunan 3,75 Persen atau sekitar 288 poin, yang membawa indeks ini ke level 7.380.

Namun, di tengah penurunan bursa saham Asia, pasar saham India justru mencatatkan kenaikan tipis.

Indeks BSE India naik 0,10 Persen atau sekitar 76 poin, menuju level 73.961. Ini menunjukkan bahwa pasar saham di India bisa sedikit lebih tahan terhadap ketegangan perdagangan global, meskipun tren pasar global umumnya sedang tertekan.

Dampak Kebijakan Tarif AS pada Pasar Saham

Sebelumnya, pada perdagangan Jumat (4/4/2025), pasar saham di Amerika Serikat (Wall Street) juga jatuh, mencatatkan penurunan terbesar dalam dua hari berturut-turut.

Hal ini dipicu oleh keputusan China untuk memberlakukan tarif terhadap barang-barang AS sebagai bentuk balasan atas kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.

Kenaikan tarif ini menyebabkan kekhawatiran di kalangan investor bahwa perseteruan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia ini bisa berkembang menjadi perang dagang global yang dapat mengguncang perekonomian dunia.

Baca juga: RUPS Luar Biasa, Para Pemegang Saham Sepakat Usul 3 Nama Ini Sebagai Calon Dirut Bank Aceh Syariah

Pada hari tersebut, Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 2.231,07 poin atau sekitar 5,5 Persen, yang membuatnya berada di level 38.314,86.

Penurunan ini menjadi yang terbesar sejak Juni 2020, saat dunia dilanda pandemi COVID-19.

Sementara itu, Indeks Nasdaq Composite yang banyak diisi oleh perusahaan teknologi, yang sebagian besar melakukan bisnis di China, juga anjlok 5,8 Persen dan berada di level 15.587,79.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar saham global saat ini sedang dilanda ketidakpastian.

Para investor khawatir bahwa ketegangan perdagangan yang semakin memanas ini bisa mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan besar, terutama yang memiliki hubungan bisnis erat dengan China, seperti perusahaan teknologi di AS.

Para pelaku pasar khawatir bahwa perang dagang ini bisa memperburuk kondisi ekonomi global dan memicu resesi.

(Serambinews.com/Gina Zahrina)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved