Aceh Barat Daya

Nur Hawati, Anak Yatim Kurang Mampu Asal Abdya Lulus Jalur Prestasi di USK, Ingin Menjadi Hakim

“Saya ingin sekali menjadi hakim. Itu cita-cita saya, saya ingin berbuat untuk masyarakat dan negara,” kata Nur optimis.

Editor: Nur Nihayati
For Serambinews.com
Nur Hawati (kanan) bersama ibunya, Rismawati (kiri). 

“Saya ingin sekali menjadi hakim. Itu cita-cita saya, saya ingin berbuat untuk masyarakat dan negara,” kata Nur optimis.

Laporan Masrian Mizani I Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE – Melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi tentu menjadi harapan banyak orang, namun kadang kala harapan itu pupus oleh keadaan, yakni kondisi ekonomi.

Maka, dukungan semua pihak sangat diperlukan untuk memberikan motivasi, terutama keluarga, guru, dan saudara.

Hal itu yang dirasakan oleh Nur Hawati, Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang berhasil lulus di jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) tahun 2025 di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (FH USK) Banda Aceh.

“Alhamdulillah, Ibu memberikan support penuh atas cita-cita saya.

Bahkan beliau terus meyakinkan bahwa saya pasti bisa kuliah meskipun kondisi ekonomi kami sangat susah,” kata Nur Hawati, kepada Serambinews.com, Sabtu (12/4/2025).

Baca juga: Muhammad Mullya, Anak Pedagang Ikan Keliling Asal Abdya Lulus SNBP di F-MIPA Kimia USK, Ini Kisahnya

Nur Hawati merupakan sosok anak yatim kurang mampu yang tinggal di Desa Padang Kawa, Kecamatan Tangan-Tangan, Kabupaten Abdya.

Ia ditinggal sang ayah, Muslim (58), sejak masih duduk di bangku kelas lima Sekolah Dasar (SD).

Kini, perempuan bertubuh tinggi itu, hanya tinggal berdua dengan Ibunya, Rismawati (48) di rumah peninggalan almarhum. 

Rumah yang ditempatinya itu, hanya memiliki dua kamar dengan kondisi dinding di bercoran semen kasar, atap seng yang sudah berkarat, sebagian lantai dapur masih beralas tanah.

Bahkan, saat hujan turun, dapur rumah itu dimasuki air karena kondisi atap yang sudah bocor.

Nur berkisah, sebelum ayahnya meninggal dunia, almarhum bekerja sebagai pedagang yang menjual mainan anak-anak.

Waktu itu, ia mendapatkan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya. Hidupnya terasa lengkap.

“Ayah meninggal saat bekerja di Meulaboh. Waktu itu beliau demam tinggi, tidak lama kemudian meninggal dunia,” kata Nur.

Sejak kepergian ayahnya, Nur dirawat oleh ibunya dengan penuh kasih sayang. Apalgi kondisi Rismawati masih muda dan sanggup bekerja keras.

“Ibu selalu memberikan semangat agar saya terus belajar dan menjadi orang sukses.

Perjuangan beliau sungguh luar biasa, tidak bisa dibandingkan dengan apapun,” ujar Nur.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, kata Nur, ibunya bekerja serabutan.

Kecuali pada musim panen padi, lebih fokus membantu petani mengangkat padi yang sudah di potong menggunakan alat tradisional.

“Itu pekerjaan ibu. Selain itu, kami juga mendapatkan bantuan pemerintah karena saya anak yatim,” tuturnya.

Kini, kondisi tubuh Rismawati tidak lagi kuat, bahkan ia sudah mengalami sakit gula (DM).

Kalau penyakitnya kambuh, hanya bisa beristirahat di rumah.

“Kondisi ibu sudah terkena sakit gula, kalau sudah kambuh beliau tidak bisa bekerja.

Maka keinginan saya untuk kuliah sangat kuat, saya ingin sukses, bahagiakan ibu, dan mengangkat derajat keluarga saya,” ucap Nur dengan nada terbata-bata.

Nur sangat ingin menjadi hakim. Cita-cita itu sudah lama ia pendam.

Maka, pada jalur SNBP ini, ia tidak ragu memilih jurusan hukum di FH USK. 

“Saya ingin sekali menjadi hakim. Itu cita-cita saya, saya ingin berbuat untuk masyarakat dan negara,” kata Nur optimis.

Sementara itu Plt Kepala SMA Negeri 1 Abdya, Lisa Suriaty menyebutkan, Nur Hawati merupakan anak berprestasi dan masuk peringkat 10 besar.

“Dia eligible (memenuhi syarat) SNBP, tentu masuk ke dalam peringkat 10 besar.

Selama ini, dia juga selalu mendapatkan peringkat satu di kelas, dan aktif di Pramuka," ujarnya.

Meskipun dalam kondisi tidak ada orang tua dan keterbatasan ekonomi, kata Lisa, Nur Hawati bukan lah anak yang introvert.

Dia anak yang riang, bisa bergaul, dan tidak bertingkah.

“Saya berpesan kepada Nur Hawati agar tetap percaya diri dan optimis.

Latar belakang ekonomi bukanlah segala-galanya, tapi kita bisa menjadi apa saja, semuanya tergantung pada kemauan dan keinginan pada diri kita.

Tetap berjuang, karena yang namanya perjuangan tidak ada yang sia-sia,” pungkas Lisa. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved